Lintasan Sejarah 3 Juli 2020
1303 tahun yang lalu, tanggal 11 Dzulqadah 138 HQ, Imam Ali bin Musa Ar-Ridha as, Imam ke-delapan kaum Muslimin dan keturunan Rasulullah Sawgenerasi ke-7, terlahir ke dunia di kota Madinah.
Setelah wafatnya ayahanda Imam Ridha, yaitu Imam Musa Al-Kazhim as, Imam Ridha meneruskan tugas ayah beliau sebagai pemimpin dan pembimbing umat Islam. Khalifah Makmun dari Dinasti Abbasiah yang berkuasa saat itu, merasa khawatir atas pengaruh Imam Ridha di tengah umat Islam. Demi menarik simpati rakyat dan mencari legalitas atas kekuasaannya, Khalifah Makmun kemudian mengangkat Imam Ridha sebagai putra mahkota. Imam Ridha juga dipaksa untuk meninggalkan Madinah dan tinggal di Marv, di timur laut Iran dengan tujuan agar Khalifah Makmun dapat lebih mudah mengontrol segala perilaku Imam Ridha.
Namun, keinginan Makmun untuk menghilangkan pengaruh Imam Ridha atas umat Islam tidak tercapai. Ketinggian iman, ilmu, dan akhlak Imam Ridha telah menimbulkan pengaruh besar di kalangan rakyat Khurasan dan masyarakat menjadi sadar akan hakikat Ahlul Bait Rasulullah. Untuk menghancurkan popularitas Imam Ridha di tengah masyarakat, Makmun bahkan mengundang pemuka berbagai agama untuk berdebat dengan Imam Ridha. Namun, ketinggian ilmu Imam Ridha malah membuat para pemuka agama itu mengakui kebenaran Imam Ridha. Akhirnya, Makmun mengambil keputusan untuk membunuh Imam Ridha dengan cara meracuni beliau pada tahun 203 Hijriah.
Salah satu hadis dari Imam Ridha as adalah sebagai berikut, "Orang yang akan dekat denganku di Hari Kiamat adalah orang yang selama di dunia berakhlak lebih baik dan bersikap lebih dermawan terhadap keluarganya."
Syekh Yusuf, Pahlawan Nasional Lahir
394 tahun yang lalu, tanggal 3 Juli 1626, Syekh Yusuf Tajul Khalwati, Pahlawan Nasional Indonesia terlahir ke dunia di kota Gowa, Makasar.
Syekh Yusuf adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang lahir dari pasangan Abdullah dengan Aminah. Nama ini diberikan oleh Sultan Alauddin, Raja Gowa, yang juga adalah kerabat ibu Syekh Yusuf. Nama lengkapnya setelah dewasa adalah Tuanta' Salama' ri Gowa Syekh Yusuf Abul Mahasin al-Taj al-Khalwati al-Makassari al-Banteni. Ia meninggal di Cape Town, Afrika Selatan, 23 Mei 1699 pada usia 72 tahun.
Pendidikan agama diperolehnya sejak berusia 15 tahun di Cikoang dari Daeng Ri Tassamang, guru kerajaan Gowa. Syekh Yusuf juga berguru pada Sayid Ba-lawi bin Abdul al-Allamah Attahir dan Sayyid Jalaludin al-Aidid.
Kembali dari Cikoang Syekh Yusuf menikah dengan putri Sultan Gowa, lalu pada usia 18 tahun, Syekh Yusuf pergi ke Banten dan Aceh. Di Banten ia bersahabat dengan Pangeran Surya (Sultan Ageng Tirtayasa), yang kelak menjadikannya Mufti Kesultanan Banten. Di Aceh, Syekh Yusuf berguru pada Syekh Nuruddin ar-Raniri dan mendalami tarekat Qodiriyah.
Syekh Yusuf juga sempat mencari ilmu ke Yaman, berguru pada Syekh Abdullah Muhammad bin Abd al-Baqi, dan ke Damaskus untuk berguru pada Syekh Abu al-Barakat Ayyub bin Ahmad bin Ayyub al-Khalwati al-Quraisyi.
Pengusiran Ulama Syiah dari Irak ke Iran
97 tahun yang lalu, tanggal 13 Tir 1302 HS, pemerintah Irak mengusir ulama Irak ke Iran.
Pasca berakhirnya Perang Dunia I dan Inggris telah menguasai seluruh Irak, ulama Najaf mengeluarkan fatwa yang mengutuk kehadiran Inggris di Irak. Mereka juga mengeluarkan hukum dan memrotes pemilu formalitas yang diawasi oleh Inggris. Aksi ini membuat geram para pejabat Inggris. Sebagai reaksinya, pada 13 Tir 1302 Hs, mereka menekan penguasa Irak untuk mengeluarkan perintah pengusiran ulama Irak ke Iran.
Pemerintah Iran waktu itu ketika mendapat informasi mengenai keputusan ini, dengan segera memerintahkan para pejabat pemerintah untuk menyambut dan menerima para ulama yang diasingkan itu dengan baik dan menghormati mereka.
Perintah pengasingan ini direaksi keras oleh ulama Iran dan mereka mulai melakukan aksi-aksi protes di Tehran dan di kota-kota lainnya. Setelah beberapa waktu ulama yang diasingkan itu memasuki kota Qom dan disambut dengan hangat oleh warga dan ulama di sana. Akibatnya, pemerintah Irak mengirimkan utusan khusus ke Tehran dan merundingkan soal kembalinya para ulama ke Iran. Dalam perundingan itu diputuskan bahwa siapa saja yang ingin kembali ke Irak dapat mewujudkan niatnya tanpa ada syarat. Akhirnya para ulama kembali ke Irak secara terhormat.