Lintasan Sejarah 11 Juli 2020
Hari ini, Sabtu 11 Juli 2020 bertepatan dengan 19 Zulkaidah 1441 Hijriah atau menurut kalender nasional Iran, hari ini tanggal 21 Tir 1399 Hijriah Syamsiah. Berikut kami hadirkan beberapa peristiwa bersejarah yang terjadi hari ini.
Iran dan Turki Ottoman Menandatangani Perjanjian Rum
203 tahun yang lalu, tanggal 19 Dzulqadah 1238 HQ, Iran dan Turki Ottoman Menandatangani perjanjian Rum.
Perjanjian Rum, yaitu sebuah kesepakatan yang dibuat oleh para wakil pemerintahan Iran dan Turki Ottoman ditandatangani di sebuah kawasan bernama “Rum” yang terletak di sebelah timur Turki. Perjanjian ini dibuat menyusul kekalahan beruntun yang diderita Turki Ottoman dalam perangnya melawan Iran.
Berdasarkan perjanjian ini, Iran melepaskan klaim kekuasaanya atas Sulaimaniah dan wilayah barat dari kawasan Zahab. Akan tetapi, sebagai konsesinya, Iran memperoleh kekuasaan atas Khorramshahr, Pulau Khidr, dan pinggiran Sungai Arwand. Iran juga memilik hak untuk berlayar di kawasan-kawasan laut sekitar daerah-daerah tadi.
Perlawanan Warga Kota Mashad Dimulai
85 tahun yang lalu, tanggal 21 Tir 1314 HS, warga kota Mashad di Iran, memulai perlawanan yang terkenal dengan nama "Kebangkitan Masjid Goharshad".
Perlawanan ini dilancarkan oleh rakyat kota tersebut dalam rangka menentang keputusan raja Iran saat itu, Shah Reza Pahlevi, yang berlawanan dengan syariat Islam, di antaranya, larangan untuk menggunakan jilbab.
Perlawanan rakyat yang dipimpin oleh para ulama ini berpusat di masjid Goharshad yang terletak di sisi makam Imam Ridha as. Tentara rezim Shah menghadapi perlawanan rakyat tersebut dengan represif sehingga banyak warga kota Mashad yang gugur syahid.
Pembantaian Massal Terhadap Warga Bosnia
25 tahun yang lalu, tanggal 11 juli 1995, lebih dari 8 ribu warga muslim Bosnia, penduduk kota Srebenica, di timur negara ini dibantai secara massal oleh kalangan Serbia radikal.
Tragedi ini merupakan aksi pembantaian massal terbesar di Eropa pasca Perang Dunia ll. Kendati Dewan Keamanan PBB pada tahun 1993 telah menetapkan Srebrenica sebagai kawasan aman dan pasukan penjaga perdamaian PBB ditempatkan di sana, namun pasukan milisi Serbia yang didukung pemerintah Beograd tetap nekad menguasai kawasan tersebut.
Menjelang agresi militer milisi Serbia ke Srebrenica warga muslim kota ini berusaha mengungsi, namun rencana mengungsi itu berhasil digagalkan oleh milisi Serbia. Mereka akhirnya membantai para lelaki muslim Bosnia, dan hanya memberi kesempatan mengungsi kepada perempuan dan anak-anak.
Ironisnya, tentara penjaga perdamaian PBB asal Belanda yang ditempatkan di sana tidak melakukan reaksi apapun untuk melindungi jiwa warga muslim dan membiarkan tragedi itu terjadi. Tentu saja sikap pasif negara-negara Eropa terhadap peristiwa ini merupakan ihwal yang patut dicermati. Tiga komite pencari kebenaran yang dibentuk setelah terjadinya tragedi itu menuding Uni Eropa dan PBB telah bersikap abai terhadap kasus pembantaian tersebut. Ironisnya, hingga kini para pelaku utama pembantaian massal itu masih belum mendapat hukuman yang setimpal atas kejahatan mereka.