Ketegangan Cina-Amerika Khawatirkan Masyarakat Dunia
Konflik antara Cina dan dan Amerika Serikat semakin memanas. Ketegangan ini telah membuat banyak pihak khawatir. Kedua negara berselisih mengenai banyak hal, termasuk perdagangan, asal usul Virus Corona Covid-19, Taiwan dan Hong Kong.
Pada bulan Juni 2020, AS mengirim bomber dan drone mata-mata dari Pasific. Menurut Fox News, salah satu alasannya adalah untuk mengawasi gerak gerik Cina.
Militer AS melakukan penerbangan provokatif dari salah satu pesawatnya di atas Taiwan, sehingga membuat Beijing mengecam Washington. Cina mengutuk langkah AS yang menerbangkan pesawat militer C-40 ke Taiwan.
Para pejabat Cina menyebut langkah Negeri Paman Sam itu sebagai provokatif dan melanggar kedaulatan serta hukum internasional. Selama ini, Cina menganggap Taiwan sebagai bagian dari provinsinya meski Taipe sebaliknya.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Hua Chunying menegaskan bahwa Beijing akan mengambil langkah tegas untuk melindungi kedaulatan nasional, keamanan, dan kepentingan negara itu.
"Kami mendesak AS untuk mematuhi prinsip satu Cina dan komunike bersama antara AS dan Cina, serta menghentikan tindakan ilegal," tegasnya.
Washington dan Taipe dilaporkan tidak memiliki hubungan diplomatik. Namun AS adalah pendukung terkuat Taiwan.
Di kawan Laut Cina Selatan merupakan salah satu lokasi yang sering terjadi ketegangan antara Beijing dan Washington. AS semakin kencang unjuk militer di kawasan ini. Kedua negara bahkan mempublikasikan kekuatan militer satu sama lain yang tengah berlatih di perairan tersebut, serta saling balas komentar.
AS, juga disebut sudah mengalokasikan 60% tentara militernya ke kawasan ini. Menurut laporan Institut Nasional Studi LCS, sudah ada 375.000 tentara AS di kawasan ini dengan tiga kapal induk utama.
Baru-baru ini, Cina mengambil alih kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Chengdu pada Senin, 27 Juli 2020. Hal ini dilakukan setelah Beijing memerintahkan pengosongan kantor itu sebagai retaliasi atas perintah penutupan kantor Konsulat Jenderal Cina pada awal pekan lalu di Houston, Texas.
Konjen AS di Chengdu, Provinsi Sichuan, ditutup pada pukul sepuluh pagi pada hari Senin. Ini setelah otoritas Cina memberikan tenggat waktu 72 jam untuk pengosongan.
Penutupan kantor konjen kedua negara ini merupakan eskalasi dramatis dari ketegangan yang terjadi antara dua ekonomi terbesar dunia dan pemilik senjata nuklir.
Pemerintah Amerika memerintahkan penutupan konjen Cina di Houston dengan alasan kantor itu menjadi tempat kegiatan mata-mata. Kemenlu AS menjelaskan alasan penutupan itu untuk melindungi hak kekayaan intelektual Amerika dan informasi pribadi warga Amerika.
AS dan Cina bersaing dalam sejumlah isu sentral di kawasan Asia. AS, misalnya, mendukung Taiwan dan sikap negara itu untuk tidak bergabung dengan Cina.
Pemerintahan Donald Trump telah menerima kunjungan Presiden Tsai Ing-wen pada periode pertama masa pemerintahannya. Kemenlu AS juga mengumumkan dukungan penjualan sejumlah senjata canggih ke Taiwan.
Taiwan memperkuat militernya dengan membeli sejumlah pesawat jet tempur F-16, tank dan sejumlah rudal canggih presisi dari beberapa perusahaan manufaktur senjata canggih di AS. Salah satu perusahaan produsen senjata canggih itu adalah Lockheed Martin.
Menyikapi hal itu, Cina mengumumkan sanksi kepada Lockheed Martin karena menjual rudal Patriot senilai US$620 juta atau sekitar Rp9 triliun.
"Demi melindungi kepentingan negara, Cina telah memutuskan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dan menjatuhkan sanksi kepada kontraktor utama untuk penjualan ini, Lockheed Martin," kata Zhao Lijian, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina tanpa memberi penjelasan rinci tentang sanksi itu, sebagaimana dilaporkan Reuters, 14 Juli 2020.
Lijian meminta AS untuk berhenti menjual senjata ke Taiwan untuk menghindari kerusakan hubungan, perdamaian dan stabilitas Selat Taiwan.
Sebaliknya, pemerintah Taiwan menyambut baik pasokan teknologi militer canggih ini. Pemerintah Taiwan menyambut rudal Patriot, yang akan memperkuat pertahanan Taiwan tengah manuver ancaman dari Beijing.
Menteri Pertahanan Taiwan mengatakan, ini menjelaskan rakyat kami dan Komunis bahwa kami percaya diri dan mampu melindungi rakyat kami dan tanah air, dan membela keamanan negara.
Perang Dingin antara Amerika dan Cina juga melebar hingga ke Provinsi Xinjiang, yang menjadi rumah bagi warga minoritas Muslim Uighur.
Ketegangan Amerika versus Cina juga menyangkut isu demokrasi di Hong Kong. Pemerintah AS mencabut status perlakuan khusus bagi Hong Kong, yang memungkinkan kota ini menjadi salah satu hub industri keuangan di dunia.
Ini terjadi setelah Cina menerapkan UU Keamanan Nasional Hong Kong, yang bertujuan meredam aksi demonstrasi, yang berisi tuntutan demokrasi diperluas sejak awal 2019. (RA)