Apr 21, 2021 15:07 Asia/Jakarta

Wakil Tetap Republik Islam Iran di Organisasi-organisasi Internasional di Wina Kazem Gharibabadi pada Minggu (18/4/2021) mengatakan IAEA (Badan Energi Atom Internasional) telah mengonfirmasi pengayaan uranium hingga 60 persen di fasilitas nuklir Natanz.

"Berdasarkan laporan yang dirilis IAEA hari Sabtu, lembaga ini mengonfirmasi pengayaan uranium sampai 60 persen di fasilitas nuklir Natanz, Iran. Dalam laporan itu disebutkan IAEA pada 17 April 2021 sudah melakukan verifikasi bahwa Iran melakukan pengayaan uranium sampai 60 persen dalam lingkup penelitian dan pengembangan di Natanz," ujarnya.

Dia menambahkan, kami mengonfirmasi bahwa Iran sudah memulai produksi uranium heksafluorida (UF6) yang diperkaya hingga 60 persen, dan hal ini dilakukan dengan gasifikasi uranium heksaflourida yang diperkaya hingga lima persen U-235 secara bersamaan terhadap sentrifugal IR-4 dan IR-6 di situs pengayaan bahan bakar Natanz."

Iran tidak pernah melakukan aktivitas yang tidak normal apalagi berusaha membuat senjata nuklir, dan kenyataan ini berulangkali ditekankan dalam laporan IAEA. Langkah Iran melakukan pengayaan uranium 60 persen bukan saja tidak bertentangan dengan aktivitas nuklir yang normal, bahkan hal itu merupakan langka legal dan bertujuan damai.

Tingkat pengayaan uranium ini pada saat yang sama menunjukkan kemampuan tinggi sains dan pengetahuan nuklir di Iran dalam kerangka tujuan damai yang menyebabkan sebagian pihak mengaku tidak bisa menerima kemajuan sains Iran.

Eropa dan Amerika Serikat serta sejumlah sekutu regionalnya dalam beberapa hari terakhir menolak mengecam sabotase di fasilitas nuklir Natanz, namun mereka cepat bereaksi atas pengayaan uranium 60 persen Iran, dan menganggap langkah Iran ini sebagai ancaman keamanan.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh menanggapi statemen yang berbau intervensi ini dan mengingatkan aksi destruktif sejumlah negara. Ia mengatakan, statemen-statemen ceroboh dan tidak bertanggung jawab yang merupakan kelanjutan statemen anti-Iran ini menunjukkan bahwa tujuan skenario mereka bukanlah permohonan untuk berpartisipasi tapi tendensi untuk merusak proses perundingan teknis di Wina.

Saat menjawab tuduhan Liga Arab dan Dewan Kerja Sama Teluk Persia, PGCC, Khatibzadeh menuturkan, "Sekjen Liga Arab dan PGCC harus tahu bahwa Iran adalah anggota IAEA dan seluruh aktivitas nuklir Republik Islam berada di bawah pengawasan Program Perlindungan IAEA, jelas bahwa perluasan program ini akan dilanjutkan sesuai dengan hak legal Iran dan berdasarkan kepentingan nasional untuk memenuhi kebutuhan damai."

Jubir Kemenlu Iran kepada Sekjen Liga Arab dan PGCC menyarankan agar mereka memperhatikan aktivitas nuklir militer dan non-militer rezim Zionis Israel, dan bahaya ratusan hulu ledak nuklir Israel serta penolakannya menjadi anggota Traktat Non-Proliferasi Nuklir, NPT sebagai ancaman terbesar bagi perdamaian, stabilitas dan keamanan regional, daripada menyelaraskan langkah dengan rezim itu dengan terus menuduh Iran.

Kontroversi yang diciptakan untuk menggambarkan seolah-olah Iran adalah ancaman nuklir karena melakukan pengayaan uranium 60 persen, pada kenyataannya merupakan kelanjutan dari tekanan politik sebagai bentuk penghalang yang mencegah Iran meraih hak legalnya di bidang nuklir.

Salah seorang pengamat masalah internasional Iran, Mostafa Khoshcheshm mengatakan, realitasnya Israel dengan menggunakan sejumlah banyak langkah anti-keamanan, berusaha merusak konstelasi dan menciptakan kekacauan serta konfrontasi untuk memprovokasi publik dunia supaya melawan Iran.

Pihak-pihak yang melemparkan tuduhan bohong ini berusaha keras merusak infrastruktur nuklir dan menyeret perundingan JCPOA ke jalan buntu, akan tetapi gagal dan sekarang mereka menutup mata atas kenyataan serta berusaha menggambarkan aktivitas nuklir Iran sebagai ancaman.

Padahal uranium yang sudah dikayakan sebesar 60 persen digunakan dalam produksi unsur Molybdenum yang diperlukan untuk memproduksi berbagai jenis radiofarmaka dan memainkan peran penting dalam peningkatan kualitas serta kuantitas radiofarmaka produksi Badan Energi Atom Iran, AEOI.

Berdasarkan Pasal 4 NPT, Iran sebagai anggota IAEA berhak menggunakan teknologi damai nuklir termasuk pengayaan uranium. Oleh karena itu Iran sesuai aturan IAEA, melayangkan surat kepada Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi memberitahukan dimulainya pengayaan uranium 60 persen di pusat pengayaan uranium Syahid Ahmadi Roushan, Natanz.

Pada hari Jumat (16/4/2021) Ketua AEOI Ali Akbar Salehi mengatakan, "Kamis lewat tengah malam kami berhasil mencapai produk uranium dengan tingkat pengayaan 60 persen. Sekarang kami menghasilkan produk sembilan gram per jam. Susunan rantai sentrifugal sedang bekerja, pada saat yang sama memproduksi uranium 60 persen dan 20 persen."

Sebagaimana disampaikan Deputi Menlu Iran Abbas Araqchi, sabotase di fasilitas nuklir Natanz telah memperkuat tekad Iran untuk maju di bidang nuklir. (RA)