Tragedi Mina (2)
Insiden tragis ritual ibadah haji tahun lalu masih segar dalam ingatan umat Islam dunia.Tragedi berdarah ini dapat ditelusuri dari dua dimensi, yaitu menyangkut bagaimana insiden itu terjadi, dan mengenai respon para pejabat Arab Saudi atas tragedi di Jalan 204 itu.
Selama ini para pejabat Riyadh tidak menunjukkan sikap yang bertanggung jawab terhadap tragedi Mina. Sebaliknya, rezim Al Saudi justru mencari kambing hitam dan berusaha lari dari tanggung jawabnya sendiri. Hingga kini tuntutan penyelidikan atas masalah Mina tahun lalu tidak pernah dilaporkan kepada publik dunia, terutama umat Islam. Desakan berbagai kalangan untuk membuka CCTV pun tidak pernah digubris oleh Riyadh, padahal sudah hampir berlalu setahun lamanya.
Secara kronologis banyak keganjilan terjadi. Setelah Jalan 204 bergelimpangan mayat, pemerintah Saudi seharusnya melakukan kerjasama dengan para panitia haji dari berbagai negara untuk mengindentifikasi korban luka dan tewas dalam tragedi itu. Tapi sayangnya, mereka justru menolak semua permintaan dari para panitia haji, khususnya Organisasi Haji Iran untuk membantu proses identifikasi korban dan mengurangi penderitaan keluarga mereka. Jamaah haji Republik Islam Iran menjadi korban terbesar dalam tragedi Mina 2015.
Sikap petugas haji Arab Saudi dan lambannya penanganan pertolongan kepada korban selamat, menunjukkan bahwa mereka sama sekali tidak menghargai nyawa manusia dan kehormatan para tamu Allah Swt. Andai otoritas Saudi mengizinkan tim medis dari negara lain, terutama Iran untuk membantu para jamaah yang terluka, tentu jumlah korban tewas dapat dikurangi dan banyak nyawa terselamatkan.
Sungguh memilukan karena regu penyelamat dan petugas haji Saudi tidak memiliki kompetensi dan ketangkasan yang cukup untuk memberi pertolongan kepada korban dan mengumpulkan mayat yang sudah menumpuk. Mereka juga tidak mengizinkan tim medis negara lain untuk membantu proses evakuasi dan identifikasi.
Pemerintah Saudi benar-benar tidak menghargai keluarga korban dan bahkan tidak memberi akses yang diperlukan kepada tim medis negara lain. Perilaku penguasa Saudi jelas tidak sejalan dengan ajaran Islam dan hukum internasional sebagai tuan rumah penyelenggaraan ibadah haji, di mana mereka harus menjamin keamanan dan keselamatan jamaah. Demi melepas tanggung jawab dan menutupi kelalaiannya, pemerintah Saudi awalnya menyebut tragedi Mina sebagai ketetapan dan takdir Tuhan. Mereka kemudian menuding para jamaah negara lain tidak tertib dan menjadi pemicu insiden tragis itu.
Pejabat Riyadh tampak sangat panik dan mereka mulai mempolitisasi tragedi Mina dengan menuding rombongan haji Iran sebagai pemicu kekacauan di Jalan 204. Saksi mata melaporkan, sebagian personil yang dikerahkan sebagai tim keamanan dalam ibadah haji tahun ini adalah para pemuda yang tidak memiliki pengalaman untuk mengendalikan situasi dalam kondisi darurat.
Ahmed Abu Bakar, pria asal Libya berusia 45 tahun yang menunaikan ibadah haji bersama ibunya mengungkapkan kesaksiannya mengenai tragedi Mina. "Massa berdesak-desakan. Polisi [Saudi] menutup seluruh jalur masuk dan keluar ke arah kamp haji, kecuali satu yang dibuka. Polisi yang bertugas di lapangan sangat tidak berpengalaman. Bahkan, mereka tidak mengenal dengan baik arah dan jalur jemaah haji di sekitar," ujar Ahmed Abu Bakar.
Seorang jemaah haji lain dari Mesir berusia 39 menuturkan pengalaman pahitnya mengenai tragedi Mina tahun ini. "Saya menyaksikan sejumlah polisi bergerombol beberapa orang dan tidak ada yang mereka lakukan!", ujar Mohamamed Hossein.
Jemaah haji Mesir ini melanjutkan ceritanya mengenai perlakuan kasar polisi Saudi terhadap dirinya karena kewarganegaraannya sebagai orang Mesir. "Ke sini kamu ! lihat jenazah warga Mesir ini !" ujar seorang polisi Saudi menunjuk ke arah Hossein. Jemah haji Mesir ini berkata, "Mengapa mereka menghina kami begitu rupa? Kami datang ke sini sebagai jemaah haji, dan tidak meminta yang lain !"
Saksi mata lainnya menceritakan tentang tragedi Mina. "Ketika kami berada di jalan 204, orang Saudi menempatkan mobil di jalur keluar jamarat. Akibatnya jemaah haji tidak bisa dengan mudah keluar dari jalan arah jamarat. Penutupan tidak biasa yang sangat jelas ini menyebabkan kondisi sulit."
Saksi mata ini melanjutkan kesaksiannya, "Sebagian jemaah pingsan karena kepanasan dan sebagian lainnya tiada, karena tindakan salah urus pihak keamanan Saudi. Sebagian besar yang terluka wafat, karena kehausan dan tidak berdaya. Jika pertolongan segera diberikan kepada jemaah haji ketika itu, maka banyak yang akan tertolong. Para jemaah haji ketakutan, kepanasan, kehausan dan memerlukan air, tapi pemerintah Saudi tidak menyediakannya. Berulang kali helikopter tebang di atas jemaah haji, tapi tidak melakukan tindakan apapun. Di sisi lain, CCTV terus-menerus merekam kejadian yang menunjukkan pengawasan, tapi tidak ada yang datang terjun untuk memulihkan keadaan,".
Berbagai kesaksian tersebut menunjukkan bahwa para petugas haji Saudi tidak serius dalam menjalankan tanggung jawabnya menjaga keamanan jemaah haji yang sedang menunaikan ibadah. Manajemen buruk pengelola haji tersebut menyebabkan terjadinya tragedi besar di dunia Islam tahun ini. Wajar kiranya, jika umat Islam dari berbagai negara dunia memprotes penyelenggara haji. Langkah hukum yang ditempuh sebagai hak mereka terhadap Arab Saudi untuk mempertanggung jawabkan seluruh perbuatannya tersebut.
Terkait hal ini, Deputi Internasional Dewan HAM di Mahkamah Agung Iran, Kazem Gharib Abadi, menekankan urgensitas membentuk komisi pencari fakta independen dengan melibatkan utusan dari semua negara Islam yang menjadi korban dalam tragedi Mina. Gharib Abadi mengatakan, pembentukan komisi pencari fakta oleh Arab Saudi harus memiliki kriteria-kriteria yang diperlukan, jika tidak tentu, temuan-temuan dan hasil penyelidikan mereka tidak kredibel.
Pejabat mahkamah agung Iran menuturkan, Republik Islam menindaklanjuti aspek hukum dan kemanusiaan tragedi Mina melalui lembaga-lembaga hukum internasional. Menurutnya, pertanggung jawaban Arab Saudi atas insiden itu, pembentukan komisi pencari fakta dan pemberian ganti rugi kepada para korban, semua membutuhkan kerjasama negara-negara asal korban. Jumlah korban meninggal, cidera, dan hilang dalam tragedi di puncak haji pada 24 September 2015, dilaporkan mencapai lebih dari 4.700 orang. Jemaah haji Iran yang meninggal dalam tragedi itu sebanyak 465 orang
Apabila umat Islam berdiam diri dan membiarkan tragedi Mina tahun ini berlalu tanpa tindakan keras terhadap Saudi, siapa yang akan menjamin tidak akan terjadi peristiwa serupa di tahun ini dan tahun tahun mendatang. Melihat rekam jejak kelam sebelumnya, tragedi Mina bukan kali ini terjadi. Enam tragedi serupa terulang sebelumnya dengan korban wafat sekitar 5.000 orang. Lalu, masihkah umat Islam membiarkannya berlalu tanpa pertanggung jawaban Saudi atas tragedi Mina tahun lalu?