Hasil, Dampak dan Skenario Pasca Pemilu Israel
https://parstoday.ir/id/radio/west_asia-i74060-hasil_dampak_dan_skenario_pasca_pemilu_israel
Pemilu kedua parlemen rezim Zionis Israel selama enam bulan terakhir kembali digelar hari Selasa pekan lalu dengan hasil kekalahan partai Likud dan Benjamin Netanyahu. Artikel ini akan menelisik hasil pemilu, implikasinya, serta skenario pembentukan kabinet rezim Zionis pasca pemilu tersebut.
(last modified 2025-11-30T07:49:40+00:00 )
Sep 24, 2019 15:55 Asia/Jakarta
  • Pemilu parlemen rezim Zionis
    Pemilu parlemen rezim Zionis

Pemilu kedua parlemen rezim Zionis Israel selama enam bulan terakhir kembali digelar hari Selasa pekan lalu dengan hasil kekalahan partai Likud dan Benjamin Netanyahu. Artikel ini akan menelisik hasil pemilu, implikasinya, serta skenario pembentukan kabinet rezim Zionis pasca pemilu tersebut.

Hasil Pemilu

Tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu parlemen rezim Zionis Israel pada 17 September berkisar 70 persen, sementara jumlah pemilih pada pemilu 9 April sebelumnya sekitar 68 persen. Hasil terbaru dari pemilu parlemen Israel menunjukkan bahwa koalisi biru-putih yang dipimpin oleh Jenderal Benny Gantz memenangkan 33 dari 120 kursi berhasil mengalahkan rivalnya partai Likud yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu, yang memenangkan 31 kursi.

Setelah kedua partai ini, 13 kursi diraih partai Arab, Shas 9 kursi, Yisrael Beytenu yang dipimpin oleh Avigdor Lieberman dan Partai Yahadut Hatorah 8 kursi, sayap kanan 7 kursi, Buruh 6 kursi, dan Front Demokratik dipimpin oleh Ayman Odeh meraih 5 kursi.

Partai Likud telah memenangkan 36 kursi dalam pemilihan 9 April, tapi turun 5 kursi pada pemilu 17 September menjadi 31. Hal ini menunjukkan bahwa selama 6 bulan terakhir, tren dukungan terhadap Benjamin Netanyahu telah menurun. Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth melaporkan dukungan suara orang di pemukiman Zionis dekat Gaza terhadap Benjamin Netanyahu menurut karena mereka menilai perilaku militan Netanyahu telah mengurangi keamanan dan meningkatkan ketidakstabilan di daerah tersebut. Kursi koalisi biru dan putih juga kehilangan dua kursi dalam pemilihan 17 September dibandingkan dengan pemilihan 9 April.

Hal yang menarik dari pemilu parlemen 17 September adalah meningkatnya jumlah kursi yang diraih koalisi Arab. Jumlah orang-orang Arab yang mendiami wilayah pendudukan meningkat 10 persen menjadi 60 persen dibandingkan dengan pemilihan tanggal 9 April. Dengan demikian, jumlah kursi di koalisi Arab juga meningkat dari 10 menjadi 13, dengan jumlah kursi tertinggi ketiga di parlemen yang  berperan penting dalam pembentukan kabinet Israel. Satu tambahan kursi diraih partai Shas yang memenangkan sembilan kursi.

Sementara itu, partai Yisrael Beytenu yang dipimpin oleh Avigdor Lieberman hanya memenangkan 8 kursi, yang naik 3 kursi dari hasil pemilihan 9 April. Partai Yahadut Hatorah juga memperoleh satu kursi tambahan dengan memenangkan delapan kursi. Aliansi sayap kanan memenangkan 7 kursi dengan dua kursi tambahan. Sedangkan perolehan suara Partai Buruh tetap seperti pemilihan 9 April yang memenangkan 6 kursi.

 

Dampak Pemilu

Hasil terpenting dari pemilu parlemen Israel kedua adalah kekalahan Likud dan Benjamin Netanyahu setelah satu dekade. Netanyahu dan Likud telah memegang kekuasaan di Israel sejak 2006. Likud dan Netanyahu memenangkan mayoritas suara dalam pemilihan 9 April, tetapi gagal membentuk kabinet. Situs Al-Monitor dalam sebuah artikel menulis bahwa Netanyahu berharap bisa memenangkan pemilu parlemen kedua dengan membentuk koalisi sayap kanan dan membentuk pemerintah untuk meloloskan RUU imunitas perdana menteri.

Konsekuensi kedua dari pemilihan parlemen Israel ini, jika Benny Gantz berhasil membentuk kabinet baru, besar kemungkinan Netanyahuakan dipenjara dalam kasus korupsi. Tampaknya, Netanyahu akan menghadapi nasib yang sama dengan Ehud Olmert, karena Olmert juga dikirim ke penjara setelah terjerat kasus korupsi yang mengakhiri karirnya di tahun 2009. Oleh karena itu, Netanyahu menawarkan untuk membentuk kabinet koalisi  tetapi Benny Gantz menolaknya.

Konsekuensi ketiga dari pemilu Israel, jika Netanyahu tidak berhasil membentuk kabinet setelah Donald Trump memecat Bolton, maka orang kedua di tim B juga hilang setelah Bolton. Pada saat yang sama, kejatuhan Netanyahu dari kekuasaan bisa berdampak besar terhadap implementasi kesepakatan abad.

 

 

Benjamin Netanyahu

Skenario Pembentukan kabinet

Hal penting tentang pembentukan kabinet di Israel adalah bahwa pemimpin rezim ini tidak harus menunjuk seorang pejabat dari partai yang menang untuk membentuk kabinet. oleh karena itu, Presiden rezim Zionis Israel akan menunjuk satu orang untuk menjadi perdana menteri sesuai masukan dari para pemimpin partai yang masuk parlemen. Karena tidak ada kubu yang memenangkan 61 dari 120 kursi, maka kabinet rezim Zionis akan menjadi kabinet koalisi. Saat in i muncul beberapa skenario mengenai pembentukan kabinet baru rezim Zionis.

Skenario pertama adalah pembentukan kabinet dengan jabatan Perdana Menteri dipegang oleh Jenderal Benny Gantz. Benjamin Netanyahu gagal membentuk kabinet dan Avigdor Lieberman menolak untuk bergabung dengan kabinet Netanyahu. Lieberman sekarang mengumumkan bahwa dia tidak akan menerima posisi Netanyahu sebagai perdana menteri. Sementara itu, koalisi Arab juga mengumumkan bahwa mereka setuju dengan posisi Benny Gantz sebagai pemimpin kabinet.

Koalisi Biru dan Putih memenangkan mayoritas 34 kursi dalam pemilu yang meningkatkan peluang Benny Gantz sebagai perdana menteri dan membentuk kabinet baru. Tetapi masalah utamanya terletak pada kemampuan Benny Gantz untuk bersekutu dengan partai-partai lain dalam membentuk kabinet koalisi. Jika Lieberman dan Koalisi Arab bersekutu dengan Benny Gantz, maka dia bisa membentuk kabinet. analis Timur tengah menilai koalisi Arab di Knesset memainkan peran penting dalam menentukan perdana menteri berikutnya dan koalisi pemerintah. Peristiwa yang sama pernah terjadi pada tahun 1993, pada saat menandatanganan perjanjian Oslo.

Skenario kedua adalah koalisi biru-putih dengan Likud dan pembentukan kabinet koalisi global. Maka tidak perlu bagi partai-partai lain di kabinet, tetapi skenario ini tampaknya tidak mungkin karena Netanyahu mengharapkan untuk pertama kali mengambil jabatan perdana menteri selama dua tahun, masalah yang penting bagi Netanyahu karena kekebalannya. Dia tidak akan dibebaskan dari jabatan perdana menteri. Namun, Benny Gantz menolak proposal Netanyahu untuk membentuk kabinet koalisi.

Skenario ketiga adalah pembentukan kabinet berada di tangan Benjamin Netanyahu yang menjabat sebagai perdana menteri. Meskipun Netanyahu telah kalah dalam pemilu, dia masih memiliki kesempatan untuk membentuk kabinet. Masalahnya, salah satu masalah yang muncul pasca pemilu baru-baru ini adalah kesepakatan informal untuk menghapus Netanyahu. Netanyahu telah menyarankan agar membentuk sebuah koalisi, tapi Benny Gantz telah menanggapinya dengan mengatakan bahwa Netanyahu sebagai pihak pecundang pemilu, tidak memiliki kedudukan sebagai pihak yang menentukan masalah kabinet. Masalah ini yang sedang dikejar oleh Lieberman dan Benny Gantz, hingga menegatakan, Netanyahu seharusnya tidak memiliki peran dalam kabinet baru, jika terbentuk nanti.

Skenario keempat adalah pembentukan kabinet sayap kanan dengan naiknya perdana menteri selain Netanyahu. Tampaknya, di dalam partai sayap kanan Israel ada konsensus menolak Netanyahu, tapi di sisi lain menghendaki tetap berkuasa. Dengan demikian, pembentukan yang dipimpin figur selain Netanyahu termasuk salah satu skenario mendatang.

Skenario kelima adalah digelarnya pemilu ketiga. Tentu saja, skenario ini sangat kecil terjadi karena biaya besar yang harus digelontorkan, dan di sisi lain akan membuat frustrasi yang parah dalam masyarakat Zionis.(PH)