Hari Tahanan Palestina: Mengevaluasi Kondisi Tahanan Palestina
(last modified Tue, 14 Apr 2020 09:17:45 GMT )
Apr 14, 2020 16:17 Asia/Jakarta
  • Tahanan Palestina
    Tahanan Palestina

Tanggal 17 April bertepatan dengan Hari Tahanan Palestina. Pada 17 April 1974, Dewan Nasional Palestina untuk menghormati pengorbanan tahanan Palestina, mencatat hari ini sebagai Hari Tahanan Palestina.

Kondisi Tahanan Palestin Menurut Statistik

Statistik menunjukkan bahwa sejak tahun 1948 hingga sekarang, proses penangkapan dan pemenjaraan tahanan Palestina telah begitu kuat sehingga, menurut berbagai sumber, sekitar 18 penjara telah dibangun di wilayah pendudukan Palestina sejak 1948. Menurut Abdul Nasser Farawneh, kepala Bagian Penelitian dan Dokumentasi di Komite urusan Tahanan dan Mantan Tahanan, saat ini ada 5.800 pria dan wanita Palestina di penjara-penjara Israel, 540 di antaranya telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup sekali atau beberapa kali.

Dari 5.800 tahanan Palestina, 62 adalah wanita dan 300 adalah anak di bawah umur. Poin lainnya adalah bahwa menurut laporan Komite urusan Tahanan dan Mantan Tahanan Palestina, ada 223 tahanan Palestina telah gugur syahid di penjara-penjara Zionis sejak 1967. Menurut laporan itu, 68 tahanan ini gugur syahid karena kurangnya layanan medis, 73 tahanan karena disiksa dengan kejam, 75 tahanan sengaja ditahan dan 7 lainnya ditembak mati. Sami Abu Diak, seorang tahanan Palestina berusia 36 tahun yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidiup tiga kali dan menderita kanker mematikan, adalah yang terakhir gugur syahid pada November 2019 karena rezim Zionis menolak memberikan perawatan medis yang layak kepadanya.

Penyiksaan Mental dan Fisik

Rezim Zionis merencanakan penyiksaan fisik dan mental dan menargetkan tahanan Palestina. "Israel harus tetap Yahudi, bahkan dengan biaya pelanggaran hak asasi manusia," kata Menteri Kehakiman Zionis Ayelet Shaked pada 16 Februari 2018.

Tahanan Palestina

"Tahanan Palestina berada dalam kesulitan yang mengerikan dan menjadi sasaran semua jenis penyiksaan mental dan fisik di penjara-penjara Israel," kata Rafat Hamdona, Direktur Pusat Penelitian Khusus Tahanan Palestina. Hamdona menambahkan bahwa rezim Zionis adalah satu-satunya pihak yang menganggap penyiksaan legal, dan bahwa penjara rezim menggunakan metode penyiksaan yang dilarang berdasarkan kebiasaan internasional.

Menurut Hamdona, proses penyiksaan tahanan dimulai dari saat penangkapan mereka, termasuk memperban kepala tahanan yang terinfeksi, tidak diperbolehkan tidur, tidak dirawat, memasukkan tawanan ke kulkas, berdiri untuk waktu yang lama, dan mengambil pengakuan dari tahanan dengan menempatkan mata-mata diantara mereka. Mereka menyemprotkan air panas dan dingin di kepala tahanan, musik yang menggangu telinga dengan suara tinggi, melarang mereka menggunakan toilet, memukulnya dengan keras, dan menggerakkan kepala mereka dengan sangat keras dan melumpuhkan tahanan.

Kasus tidak manusiawi lainnya termasuk tes medis berbahaya pada tahanan Palestina. Dalia Itzik, ketua Komite Sains di Parlemen Israel (Knesset) pada tahun 1997 mengungkapkan bahwa Zionis Israel melakukan sekitar seribu tes medis berbahaya pada tahanan Palestina setiap tahun. Penulis Yordania Abdullah Qaq sebelumnya telah menulis dalam sebuah artikel yang melaporkan bahwa tahanan Palestina di penjara-penjara Zionis Israel dimanfatkan sebagai contoh di laboratorium-laboratorium Israel dan bahwa obat-obatan baru sedang dikembangkan oleh dokter-dokter Israel, diujikan pada para tahanan ini.

Hukum gizi wajib adalah bentuk lain dari penyiksaan bagi tahanan. Tahanan Palestina selalu menggunakan mogok makan sebagai instrumen untuk memprotes kondisi hidup yang mengerikan di penjara-penjara Israel. Parlemen Israel mengesahkan Undang-Undang Gizi pada Juli 2015, yang memungkinkan otoritas pendudukan untuk memaksa para tahanan Palestina makan ketika hidup mereka dalam bahaya.

Organisasi Tahanan Palestina baru-baru ini mengumumkan bahwa otoritas Zionis menggunakan berbagai metode untuk menyiksa tahanan Palestina untuk mengambil pengakuan dari mereka, dan bahwa mereka disiksa secara fisik dan mental. Menurut laporan itu, sekitar 95 persen tahanan Palestina telah disiksa oleh Israel sejak penangkapan mereka sampai mereka dipindahkan ke penjara umum, dan metode penyiksaan paling keras telah diterapkan pada mereka. Organisasi Tahanan Palestina menulis dalam laporan itu, "Sejak 1967, 73 tahanan Palestina telah tewas akibat penyiksaan di penjara dan ini terus berlanjut."

Kebijakan kurangnya akses ke layanan kesehatan dan medis adalah salah satu metode penyiksaan fisik dan mental yang secara bertahap dapat menyebabkan kematian seorang tahanan Palestina. Sebagai akibat dari kebijakan kurangnya akses ke layanan kesehatan dan medis ini, Corona menjadi tersebar luas di antara para tahanan Palestina.

Tahanan Wanita

Lebih dari 17.000 wanita Palestina, termasuk wanita tua atau muda, telah dipenjara oleh rezim pendudukan sejak 1967. Intifada Palestina pertama, atau Intifada Batu, yang dimulai pada 1987, menyaksikan gelombang penangkapan terbesar wanita-wanita Palestina, dengan sekitar 3.000 wanita Palestina ditahan.

Selama intifada Palestina kedua, atau Intifada al-Aqsa, yang meletus pada 2000, jumlah wanita Palestina yang ditahan menjadi sekitar 1.000, kata Kantor Urusan Tahanan Palestina.

Sekitar 62 tahanan wanita Palestina saat ini ditahan di penjara-penjara Israel. Kantor Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan Palestina mengatakan bahwa semua tahanan perempuan ini hidup dalam kondisi dan penahanan yang sulit. Setengah dari wanita ini telah dijatuhi hukuman hingga 16 tahun penjara, dan setengah lainnya masih belum diadili.

Tahanan Palestina dan Corona

Corona telah menyebar ke wilayah-wilayah pendudukan dan kabinet rezim Zionis tidak mampu mengelola penyakit itu. Corona, sementara itu, telah menyebar di antara para tahanan Palestina dan meningkatkan kekhawatiran dan peringatan konstan dari para pejabat Palestina.

Tahanan Palestina dan Corona

Penjara-penjara rezim Zionis, tempat para tahanan Palestina ditempatkan tidak dalam kondisi kesehatan yang baik, dan rezim Zionis tidak mengubah kebijakannya terhadap tahanan Palestina.

Juru bicara Pusat Studi Tahanan Palestina, Riyadh Al-Ashqar mengatakan bahwa meskipun sifat berbahaya penyakit Corona dan penyebarannya yang cepat, rezim penjajah al-Quds di Yerusalem sejauh ini belum mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah penyakit memasuki penjara dan disinfektan.

Menurut al-Ashqar, para penjaga penjara yang pergi cuti dan terinfeksi virus Corona terus bekerja dan ini merupakan salah satu cara bagi Corona untuk ditransfer ke tahanan Palestina. Sementara itu, rezim Zionis menggunakan seorang dokter yang terinfeksi Corona untuk merawat tahanan Palestina, dan ini adalah cara untuk mentransfer Corona ke tahanan Palestina.

Qadri Abu Bakar, kepala Komite Urusan Tahanan Palestina mengatakan, rezim Zionis telah mengirim seorang dokter yang telah terpapar virus Corona untuk merawat seorang tahanan yang sakit di penjara Asqalan, dan bahwa para tahanan di penjara ini sekarang dalam risiko terpapar virus Corona.

Intinya adalah bahwa meskipun situasi yang mengerikan dari tahanan Palestina di penjara-penjara Zionis Israel, terutama di lingkungan Corona, komunitas internasional, terutama Perserikatan Bangsa-Bangsa, tidak mengambil tindakan serius untuk menghentikan kejahatan rezim Zionis.