Kondisi Terbaru Pemilu di Israel dan Prospek Pembentukan Kabinet
Israel sejak Maret 2019 sampai kini telah menggelat tiga pemilu dini parlemen dan pemilu legislatif yang digelar 23 Maret merupakan pemilu keempat. Berdasarkan Undang-Undang Israel, setiap partai yang mampu meraih suara mayoritas mutlak kursi parlemen dapat membentuk pemerintah baru.
Parlemen Israel (Knesset) memiliki 120 kursi dan untuk menentukan seorang perdana menteri, maka sebuah partai harus memperoleh 61 kursi. Di tiga pemilu parlemen Maret 2019, September 2019 dan Maret 2020, tidak ada partai yang mampu meraih suara mayoritas mutlak di perolehan kursi parlemen.
Sementara di pemilu ketiga parlemen Israel yang digelar Maret tahun lalu, dari 120 kursi parlemen, Koalisi Sayap Kanan yang dipimpin Partai Likud pimpinan Benjamin Netanyahu meraih 58 kursi dan Koalisi Sayap Kiri pimpinan Partai Biru dan Putih yang diketuai Benny Gantz memperoleh 55 kursi di parlemen. Adapun List Arab memilih bergabung dengan Partai Biru dan Putih. Sementara di pemilu llau, Partai Israel Yisrael Beiteinu meraup tujuh kursi tersisa.
Mengingat hasil ini dan pandemi Corona, serta tingginya biaya pemilu di wilayah pendudukan, Netanyahu dan Gantz sepakat untuk membentuk kabinet koalisi yang hanya berlangsung enam bulan dan dengan pembubaran parlemen, kabinet tersebut runtuh dan Selasa depan akan digelar pemilu parlemen di wilayah pendudukan untuk keempat kalinya dalam dua tahun terakhir.
Menjelang pemilu, jajak pendapat menunjukkan bahwa sekali lagi tidak ada partai atau arus politik yang dapat memenangkan mayoritas kursi di parlemen dan membentuk kabinet. Harian Israel, Jerusalem Post, melaporkan bahwa jajak pendapat terbaru menunjukkan bahwa tidak ada kelompok yang mendukung atau menentang Benjamin Netanyahu akan memenangkan 61 kursi yang dibutuhkan untuk membentuk kabinet.
Hasil terbaru jajak pendapat Kanal11 televisi Israel menunjukkan bahwa partai Likud yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu akan memiliki 31 kursi dan partai Yesh Atid yang dipimpin oleh Yair Lapid, pemimpin partai oposisi di Knesset akan memiliki 19 kursi. Partai Harapan Baru (New Hope), dipimpin oleh Gideon Sa'ar, dan partai Yamina, yang dipimpin oleh Naftali Bennett, berada di urutan ketiga dengan masing-masing sembilan kursi.
Hasil jajak pendapat Kanal 11 menunjukkan bahwa blok anti-Netanyahu akan memenangkan total 56 kursi dan blok pro-Netanyahu 51 kursi. Menurut Jerusalem Post, jajak pendapat, jajak pendapat pra-pemilihan terbaru, menunjukkan bahwa baik koalisi sayap kanan maupun sayap kiri tidak dapat memenangkan mayoritas di 61 kursi Knesset Israel.
Menurut jajak pendapat tersebut, List Gabungan Arab dengan delapan kursi, Shas dan United Torah Judaism dengan masing-masing tujuh kursi, Israel Beituna, yang dipimpin oleh mantan menteri perang rezim Avigdor Lieberman, dengan tujuh kursi akan menjadi yang berikutnya. Partai Biru dan Putih, yang dipimpin oleh Benny Gantz, hanya memenangkan empat kursi Knesset dalam jajak pendapat tersebut. 19 kursi lainnya akan dibagi di antara partai-partai lain.
Hasil jajak pendapat lain hampir identik dengan hasil jajak pendapat dari Kanal 11 televisi Israel. Kesamaan yang dimiliki semua jajak pendapat adalah bahwa tidak ada partai, bahkan partai manapun, yang dapat memenangkan mayoritas mutlak kursi parlemen, dan kebuntuan dalam pembentukan kabinet di Israel akan terus berlanjut.
Ada beberapa poin penting dalam jajak pendapat ini. Poin pertama adalah bahwa jumlah kursi Likud di bawah Netanyahu tidak akan banyak berkurang, tetapi jumlah kursi Partai Biru dan Putih di bawah Menteri Peperangan Israel Gantz akan turun tajam, di mana partai ini dari posisi kedua bisa jatuh ke tempat akhir. Terlepas apakah Partai Biru dan Putih akan menempati posisi terakhir atau tidak, sepertinya penurunan perolehan kursi parlemen oleh partai ini serta hilangnya peluang membentuk kabinet bagi Gantz adalah hal pasti.
Berkoalisi dengan Netanyahu untuk membentuk kabinet koalisi di tahun 2019 dan peran Gantz di penyelenggaraan pemilu parlemen keempat dalam dua tahun terakhir, merupakan dua faktor penting penurunan jumlah perolehan kursi di parlemen oleh Partai Biru dan Putih.
Poin lain adalah bahwa partai sayap kiri Yesh Etid, yang dipimpin oleh Yair Lapid, partai oposisi utama Netanyahu, akan mengalami peningkatan jumlah kursi. Oleh karena itu, jika Netanyahu gagal membentuk kabinet, kemungkinan saingannya untuk kabinet adalah Yair Lapid.
"Saya tidak akan membentuk koalisi dengan Netanyahu," kata Yair Lapid awal bulan ini, menggambarkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebagai "seorang perdana menteri dengan tiga tuduhan serius." "Saya sekarang bisa duduk di sini sebagai menteri luar negeri atau wakil perdana menteri dengan iringan yang mempesona." "Saya memiliki kesempatan yang lebih baik sekarang daripada Netanyahu untuk membentuk pemerintahan koalisi," kata Lapid, menambahkan bahwa dia bermaksud untuk mencalonkan diri melawan Netanyahu dalam pemilihan mendatang.
Poin ketiga dari jajak pendapat terkait dengan List Gabungan Arab. List Gabungan Arab memenangkan 15 kursi dalam pemilihan Maret 2020, tetapi jajak pendapat saat ini menunjukkan List itu hanya akan memenangkan delapan kursi dalam pemilihan mendatang.
Jika semua pemimpin partai yang mengumumkan bahwa mereka tidak akan membentuk koalisi dengan Netanyahu untuk membentuk kabinet tetap komitmen terhadap sikapnya ini, maka Benjamin Netanyahu tidak akan dapat membentuk kabinet. Melihat situasi ini, Netanyahu, yang mendapat tekanan dari opini publik dan bahkan menyaksikan unjuk rasa besar oposisi di depan rumahnya pada Sabtu (20 Maret), mencoba menggunakan vaksin Corona untuk memenangkan pemilu.
Berbagai media menulis, Netanyahu dengan harapan memenangkan suara di pemilu mendatang, selama beberapa hari terakhir gencar mengkampanyekan hubungannya dengan CEO Pfizer, Albert Bourla. Menurut laporan Koran Jerusalem Post, CEO dan Dewan Direksi Perusahaan Pfizer, produsen vaksin Corona yang ia disebut media Israel seorang Yahudi fanatik, disadari atau tidak ia dimanfaatkan Netanyahu di kampanye pemilu. Bourla mengatakan, Netanyahu menghubungannya sebanyak 30 kali dan menutu berbagai laporan, Tal Zaks, Zionis lainnya dan mantan teknisi seinor Perusahaan Moderna, pembuat vaksin Corona lainnya juga dihubungan Netanyahu beberapa kali.
Sekaitan dengan ini, Netanyahu juga berusaha memanfaatkan rencana Kesepakatan Abad sebahagai kartu lain untuk memenangkan pemilu. Berdasarkan rencana ini, empat negara Arab, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Maroko dan Sudan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Netanyahu di kampanye pemilunya berjani jika menang akan melakukan segala upaya untuk menjalin hubungan dengan Arab Saudi serta mensukseskan rencana penerbangan langsung Tel Aviv-Riyadh.
Langkah Netanyahu ini dilakukan ketika pendukung utamanya di tiga pemilu sebelumnya, yakni Mantan Presiden AS Donald Trump kalah dari rivalnya di pemilu presiden November 2020, yakni Joe Biden. Ia meninggalkan Gedung Putih dalam kondisi memalukan setelah serangan pendukungnya ke Kongres.
Benjamin Netanyahu khawatir mengalami nasib seperti Trump di Israel. Tidak menutup kemungkinan bahwa politik akan mencatat bahwa setelah Trump, Netanyahu di Israel akan terpaksa mengundurkan diri dan Mohammad bin Salman, Putra Mahkota Arab Saudi melalui represi asing juga gagal duduk di singgasana Arab Saudi sehingga tidak akan lagi tersisa dari segitiga jahat, Trump-Bin Salman dan Netanyahu.