Tangan-tangan Asing di Protes Rakyat Kazakhstan
(last modified Sun, 09 Jan 2022 08:25:27 GMT )
Jan 09, 2022 15:25 Asia/Jakarta
  • Kerusuhan di Kazakhstan
    Kerusuhan di Kazakhstan

Protes rakyat di Kazakhstan terus berlanjut ketika presiden negara ini saat merespon demonstrasi warganya menolak untuk membatalkan keputusan kenaikan harga gas LPG.

Sebelumnya pemerintah Kazakhstan sejak awal Januari menaikkan harga bahan bakar (BBM), spesifiknya adalah Liquified Petroleum Gas (LPG) dari 60 Tenge menjadi 120 Tenge. Setiap 436 Tenge sama dengan satu dolar Amerika. Faktanya pemilik kendaraan di Kazakhstan sampai saat ini untuk setiap liter LPG membayar kurang dari 14 sen. Sementara pemerintah Nur-Sultan berusaha menaikkan harga tersebut hingga 27 sen.

Alasan utama pemerintah Nur-Sultan menaikkan harga BBM LPG adalah Kazakhstan memproduksi tiga jenis bahan bakar fosil dan mengekspornya ke pasar dunia. Sejatinya, pemerintah Kazakhstan setiap hari memproduksi 1,8 barel minyak mentah, kurang dari satu ton batu bara dan 32 miliar meter kubik (bcm) gas.

Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev

Pemerintah Kazakh berencana untuk membuka kompleks petrokimia baru di negara itu dalam waktu dekat. Kebutuhan tahunan kompleks ini adalah 550.000 ton gas cair. Untuk memberi makan kompleks tersebut, pemerintah Nur-Sultan harus mengurangi ekspor gas alam atau mendorong orang untuk membeli bensin untuk mobil dengan menaikkan harga gas. Menurut pemerintah Nur-Sultan, mendorong masyarakat untuk meningkatkan konsumsi bensin akan mengurangi konsumsi gas alam di Kazakhstan. Cara lain bagi pemerintah Nur-Sultan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengurangi ekspor gas Kazakhstan. Pemerintah Kazakh telah memilih cara pertama, yaitu menaikkan harga gas untuk mobil. Namun sehari setelah pengumuman kenaikan harga bahan bakar mobil dari 60 tenge (mata uang Kazakhstan) menjadi 120 tenge, protes rakyat meluas.

Pengumuman kenaikan harga gas alam cair (LPG) telah menyebabkan demonstrasi rakyat yang meluas di kota-kota besar Kazakhstan. Selama seminggu terakhir, peristiwa besar Kazakh yang dilaporkan oleh media pemerintah Nur-Sultan, termasuk pembunuhan dan melukai ratusan polisi dan pengunjuk rasa, pembongkaran dan pembakaran gedung dan properti pemerintah, penjarahan supermarket dan toko Penjualan barang-barang konsumsi, pengunduran diri kabinet pemerintahan Tokayev serta pembakaran rumah dan kediaman Presiden Kazakh, Kassym-Jomart Tokayev sebenarnya hanyalah sebagian kecil dari reaksi kemarahan warga Kazakh terhadap keputusan pemerintah Nur-Sultan tersebut.  Rakyat Kazakhstan pada 2 Januari, yakni sehari setelah pengumuman kenaikan BBM LPG  turun ke jalan-jalan dan memprotes keputusan pemerintah.

Setelah protes anti-pemerintah yang meluas, pemerintah Tokayev mengundurkan diri, dan banyak pejabat politik dan keamanan Kazakh dipecat dan digantikan oleh pasukan baru. Pada saat yang sama, meskipun protes oleh Presiden Kazakh Kassym-Jomart Tokayev, protes rakyat belum berakhir dan kekerasan meningkat. Menyusul protes rakyat, Presiden Kazakhstan telah meminta bantuan kepada Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO).

Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan yang juga menjabat sebagai ketua periodik CSTO menyetujui permintaan pemerintah Nur-Sultan. Menurut keterangan Departemen Dalam Negeri Kazakhstan, sampai saat ini lebih dari 3000 perusuh ditangkap dan 26 orang dari kedua pihak tewas.

Terlepas dari banyak spekulasi para ahli dan politisi tentang alasan perpanjangan protes rakyat, orang tidak boleh mengabaikan fakta bahwa selama kepresidenan "Nursultan Nazarbayev", yang berlangsung hampir tiga dekade, situasi ekonomi rakyat Kazakhstan secara signifikan pulih dan kelas menengah di negeri ini tumbuh secara signifikan.

Ketika kelas menengah di Kazakhstan tumbuh, apa yang disebut institusi sektor swasta Barat berkembang. Dikatakan bahwa saat ini, 22.000 organisasi non-pemerintah telah terbentuk dan aktif di Kazakhstan. Organisasi-organisasi yang condong ke Barat ini semuanya menentang kehadiran Rusia di Kazakhstan.

Kerusuhan di Kazakhstan

 

Untuk alasan ini, pendukung Rusia di Kazakhstan menyerukan penutupan semua LSM anti-Rusia ini. Pada saat yang sama, para pendukung Rusia menyerukan agar Kazakhstan menarik diri dari aliansinya dengan apa yang disebut negara-negara berbahasa Turki. Bagaimanapun, masalah berlanjutnya protes anti-pemerintah di Kazakhstan telah menimbulkan keraguan di kalangan politik independen. Memang, pemerintah Barat, khususnya Amerika Serikat, yang memiliki pengaruh kecil di republik-republik Asia Tengah, termasuk Kazakhstan, tampaknya telah memainkan peran aktif dalam menghasut protes. Tidak diragukan lagi, negara-negara pimpinan AS ini terus memimpikan revolusi warna di negara-negara Asia Tengah, khususnya Kazakhstan. Pemerintah Barat di Ukraina, Georgia, dan Kirgizstan telah mengalami revolusi warna yang gagal.

Sekaitan dengan ini, statemen terbaru Presiden Kazakhstan, Kassym-Jomart Tokayev terkait peran intervensif asing di kerusuhan terbaru negaranya serta para demonstran yang bersenjata menilai sebagai upaya Barat untuk menggulingkan pemerintah pro Timur Kazakhstan atau paling tidak menyibukkan Rusia di front baru. Dengan demikian Tokayev menyatakan, pasukan penjaga perdamaian CSTO untuk sementara ditempatkan di Kazakhstan atas permintaan pemerintah Nur-Sultan.

Sejatinya presiden Kazakhstan meyakini bahwa pasukan penjaga perdamaian ini akan tetap ditempatkan di berbagai kota Kazakhstan hingga tercapai stabilita penuh. Mayoritas pasukan penjaga perdamaian ini dari Rusia.

Kassym-Jomart Tokayev di pidato televisinya menjelaskan, "Pasukan yang dikirim dari Rusia dan negara tetangga lainnya atas permintaan resmi pemerintah Nur-Sultan dan akan ditempatkan di Kazakhstan dengan misi untuk menjamin keamanan negara ini."

Presiden Kazakhstan dengan nada sopan berbicara menganai posisi tamu pasukan penjaga perdamaian Rusia dan negara tetangga lainnya di Kazakhstan.

Tokayev menyebut instabilitas terbaru di negaranya sebagai teroris terlatih negara-negara asing dan terkait kerusuhan di Almaty mengatakan, "20 ribu penjahat menyerbu Almaty, ibu kota keuangan Kazakhstan dan menghancurkan aset dan properti pemerintah."

Sebelumnya Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Saeed Khatibazadeh saat merespon transformasi terbaru di Kazakhstan mengatakan, "Tehran mengawasi dengan detail transformasi yang terjadi di Kazakhstan, dan berharap ketenangan segera pulih di negara ini dengan diselesaikannya friksi melalui dialog."

Seluruh negara tetangga Kazakhstan juga berharap pemerintah Tokayev stabil dan mapu menyelesaikan krisis dengan damai.

Selain Iran, Jubir Kemenlu Cina, Wang Wenbin menyatakan, "Beijing akan mengerahkan seganap upayanya untuk mendukung Kazakhstan dan membantu negara ini menyelesaikan tantangan, dan menentang tegas anasir asing yang melakukan provokasi kekerasan dan kerusuhan di Kazakhstan."

Kerusuhan di Kazakhstan

Respon Cina dirilis menyusul meningkatkan aksi protes warga di Kazakhstan menentang keputusan pemerintah menaikkan harga BBM khususnya LPG.

Sementara itu, Rusia juga menuding anasir asing memprovokasi rakyat Kazakhstan untuk berdemo. Saat ini, pasukan penjaga perdamaian Rusia mengontrol penuh bandara udara Almaty. Selain kepercayaan negara kuat kawasan seperti Rusia dan Cina akan intervensi pemerintah Barat di Kazakhstan, harus dikatakan bahwa sejumlah pakar pro-Barat di kawasan berusaha membesar-besarkan peran rakyat dan mencitrakan kebijakan Rusia sebagai faktor utama protes rakyat di Kazakhstan. Padahal Rusia hadir di kawasan, sementara pemerintah Barat khususnya AS yang tidak berada di kawasan, bersedia mengorbankan ribuan rakyat Kazakhstan demi merealisasikan tujuannya di Asia Tengah.