Wisata, Jendela Spiritualitas (2)
-
Mari Berwisata
Radu Diaconescu, wisatawan Eropa di tahun 2014 memutuskan untuk berkeliling dunia dengan sepeda. Ia menyebut dirinya orang yang ingin tahu dan mengatakan, "Sesuatu baik atau buruk tergantung pada pengalaman kalian terhadapnya, dan selama kalian tidak mengalaminya, maka kalian tidak dapat memberikan pendapat yang pasti."
Oleh karena itu, seseorang harus bersedia untuk bepergian dan mengalami segala sesuatu. Ia juga sempat singgah di Iran dan mengabadikan kunjungannya ke Iran. Radu terkait kunjungannya ke Iran mengatakan, "Setelah melintasi kota Tehran yang padat, satu pekan aku mengayuh sepedaku di udara dingin dan akhirnya sampai ke daerah yang subur dan hijau, kota Mianeh. Ketika malam tiba, Aku tiba-tiba menyaksikan rumah-rumah pedesaan yang dibangun dengan lumpur dan jerami. Perlu aku tambahkan bahwa pemilik rumah (Saudara Hashem) terkejut setelah melihatku...."
Ia menambahkan, "....Sebelumnya aku telah mendengar keramahan warga Iran terhadap para tamu. Dan kini setelah satu bulan, aku dapat membenarkan keramahan tersebut. Yang paling membuat diriku tertarik adalah persahabatan dan keramahan warga Iran terhadap tamu. Mereka ketika dimintai bantuan, pasti akan memberikan bantuan sesuai dengan kemampuannya, bahkan jika bantuan tersebut berupa uang..."
Lebih lanjut ia mengungkapkan, "....Meski ada gambaran buruk terhadap Iran dan bangsa ini di mata masyarakat internasional, tapi pandanganku sepenuhnya berubah setelah berkunjung ke negara ini. Tapi hal ini bukan berarti segala hal di Iran baik dan tidak ada keburukannya, namun bergitu kepribadian warga Iran lebih baik dari warga berbagai negara dan sikap mereka terpuji."

Salah satu krisis serius manusia di dunia kontemporer adalah krisis spiritualitas. Menyusul hegemoni sains dan empirisme serta fenomena munculnya ideologi humanitik di Barat, beredar anggapan bahwa manusia dengan sains dan teknologi mampu memenuhi kebutuhannya. Namun selama beberapa dekade terakhir, kita menyaksikan kecenderungan untuk memenuhi keburuhan spiritual manusia.
Bukti dari klaim ini dapat ditemukan di kecenderungan yang terus meningkat masyarakat dunia untuk menemukan arti baru dari kehidupan modern. Di antara bukti nyata gelombang baru ini adalah upaya wisatawan untuk berwisata ke berbagai tempat yang membantu untuk mengenal diri atau mereka mengunjungi situs-situs maknawi di dunia.
Misalnya kunjungan wisatawan berbagai negara ke Iran. Menurut catatan perjalanan dan kenangan wisatawan ini dapat ditemukan bahwa kunjungan ke Iran selain perjalanan fisik, juga merupakan perjalanan budaya. Mereka mencicipi pengalaman berwisata yang berbeda dengan tujuan wisata lainnya. Kontradiksi antara apa yang mereka dengar dan mereka saksikan membuat para wisatawan ini mengalami pengalaman baru yang tidak terbatas oleh sekat tempat dan kondisi tertentu.
Sebuah pengalaman yang memberi identitas sebuah perjalanan dan membuatkan berbeda dengan yang lain. Misalnya mayoritas wisatawan yang berkunjung ke Mashad dan menyaksikan makam suci Imam Ridha as dari dekat akan berbicara pengalaman berbeda mereka terkait tempat suci ini.
Salah satu wisatawan Eropa ketika berziarah ke makam Imam Ridha as di Mashad menurutkan pengalamannya sebagai berikut, "Hal ini sepenuhnya baru bagi Saya. Saya tidak berharap menyaksikan tempat terang dan baru ini. Saya sangat terpengaruh. Saya sangat senang tempat ini. Sebelum kesini, Saya tidak memiliki gambaran apapun, karena sebelumnya saya telah mengunjungi tempat suci di Asia milik umat Budha dan di Eropa milik umat Kristen. Ini untuk pertama kalinya Saya datang ke tampat suci umat Muslim. Oleh karena itu, Saya tidak tahu apa yang tengah menungguku."

Realitanya adalah wisata seperti ini harus dikategorikan sebagai wisata unik dan berbeda, karena jika tujuan dari wisata ini sekedar menyewa hotel atau tempat tinggal, maka ini dapat dicapai di setiap kota dan negara. Apa yang membedakan kunjungan wisawatan ke tempat suci seperti ini dari tempat lain adalah pandangan ke diri sendiri dan nilai-nilai maknawi serta mendorong mereka untuk berpikir.
Wisatawan akan menyadari perilaku dan sikap masyarakat pribumi tidak akan selaras dengan perspektif ekonomi dan materialis. Mereka akan berusaha menyajikan yang terbaik kepada para tamu, terlepas dari unsur keuntungan serta mereka (tuan rumah) siap melakukan apapun untuk memberi ketenangan dan kenyamanan para tamu. Perilaku seperti ini yang memberikan makna spiritualitas di sebuah wisata atau perjalanan.
Marysia, wisatawan asal Polandia yang memiliki pengalaman bepergian dan wisata ke berbagai negara termasuk Iran menuturkan pengalamannya. Terkait masyarakat Iran ia menulis, "Hal ini telah berulang kali saya jelaskan bahwa warga Iran adalah warga yang baik. Warga Iran sangat penyayang, ramah dalam menerima tamu dan senang membantu. Lebih dari apa yang kalian pikirkan..."
Lebih lanjut ia menulis, di budaya Iran, tamu dianggap sebagai kekasih Tuhan (Habibullah). Saya telah berkunjung ke berbagai tempat dan saya menganggap diriku sebagai gadis paling beruntung di dunia karena mengenal banyak masyarakat dunia. Namun di antara semuanya, warga Iran membuatku takjub. Saya mengetahui bahwa masyarakat di sini sangat ramah pada tamu, namun saya tidak membayangkan ada masyarakat yang lebih ramah terhadap tamu daripada warga Oman. Tapi ternyata Saya sadari jika warga Iran paling ramahnya orang terhadap tamu."