Pesan Langsung Latihan Militer “Sabuk Keamanan Maritim” kepada AS
-
Latihan militer gabungan Iran, Cina dan Rusia
Pars Today - John Lee, peneliti senior di Institut Hudson percaya bahwa kerja sama antara Cina, Rusia, dan Iran selama lima tahun terakhir telah secara bertahap berkembang dari koordinasi politik, diplomatik, dan ekonomi menjadi kerja sama militer. Latihan-latihan ini menunjukkan bahwa ketiga negara sedang bersiap untuk bekerja sama di berbagai kawasan rawan krisis, dari Timur Tengah dan Teluk Persia hingga Eropa Timur dan Asia Timur Laut.
Surat kabar Amerika "Algemeiner" menulis dalam sebuah laporan, Perluasan kerja sama militer antara Iran, Cina, dan Rusia menimbulkan ancaman signifikan bagi Amerika Serikat dan sekutunya di Timur Tengah, terutama Israel.
Peringatan ini muncul saat Iran, Cina, dan Rusia mengadakan latihan angkatan laut gabungan dalam beberapa hari terakhir di perairan teritorial Iran di Teluk Oman, yang terletak di Samudra Hindia bagian utara. Latihan tersebut berlangsung di tengah meningkatnya ketegangan di Timur Tengah.
Latihan militer gabungan ini, yang dikenal sebagai "Sabuk Keamanan Maritim 2025", diadakan di dekat Selat Hormuz yang strategis di tenggara Iran. Selat ini merupakan jalur penting bagi pasokan energi global, dengan seperlima dari total minyak mentah dunia melewatinya. Iran sebelumnya mengancam akan memblokir jalur perairan tersebut jika terjadi konflik dengan Amerika Serikat dan Israel.
Menurut Jack Burnham, seorang analis riset di Foundation for Defense of Democracies, Latihan militer gabungan ini memungkinkan ketiga negara memperoleh kemampuan operasional yang lebih besar dalam bekerja sama satu sama lain dan memperoleh pengalaman berharga dalam lingkungan dengan sensitivitas strategis yang tinggi. Pengulangan latihan angkatan laut antara Iran, Cina, dan Rusia ini menunjukkan semakin dalamnya hubungan antara negara-negara ini selama periode kekacauan internasional. Dalam beberapa bulan terakhir, Rusia dan Iran telah memperkuat hubungan pertahanan mereka, dengan Cina dilaporkan mengirim suku cadang rudal ke Iran, dan Cina dan Rusia menandai ulang tahun perang Ukraina dengan menekankan kemitraan tanpa batas mereka.
Burnham juga menjelaskan bahwa kerja sama ini akan membuat pasukan militer Iran, Cina, dan Rusia merasa lebih nyaman bekerja sama jika terjadi krisis regional. Latihan-latihan ini juga pada akhirnya dapat mengarah pada bentuk-bentuk kerja sama pertahanan lainnya, termasuk transfer teknologi militer canggih antara negara-negara yang berupaya menantang Barat.
Dia mengklaim bahwa kemungkinan Iran dan proksinya memiliki akses ke senjata dan peralatan militer Rusia dan Cina menimbulkan ancaman nyata terhadap keamanan Israel.
Menurut media pemerintah Iran, kapal perang dan kapal pendukung serta tempur dari angkatan laut China dan Rusia berpartisipasi dalam latihan gabungan antara Iran, Rusia, dan Cina, bersama dengan kapal perang dari angkatan laut Iran, termasuk Militer dan Korps Garda Revolusi Islam.
Laksamana Mostafa Tajeddini, Deputi Operasi Angkatan Laut Iran, mengumumkan bahwa tujuan dari latihan ini adalah untuk memperkuat keamanan regional dan memperluas kerja sama multilateral antara negara-negara peserta.
Tujuan utama dari manuver ini adalah untuk meningkatkan keamanan maritim di Samudra Hindia bagian utara.
Baik Cina maupun Rusia telah lama memandang Iran sebagai mitra penting di Timur Tengah. Meskipun ada sanksi Barat, Beijing terus membeli minyak mentah Iran dan dianggap sebagai salah satu pasar impor utama Iran.
Sementara itu, John Lee, peneliti senior di Institut Hudson percaya bahwa kerja sama antara Cina, Rusia, dan Iran selama lima tahun terakhir telah secara bertahap berkembang dari koordinasi politik, diplomatik, dan ekonomi menjadi kerja sama militer. Latihan-latihan ini menunjukkan bahwa ketiga negara sedang bersiap untuk bekerja sama di berbagai kawasan rawan krisis, dari Timur Tengah dan Teluk Persia hingga Eropa Timur dan Asia Timur Laut.
John Lee melanjutkan dengan mengatakan bahwa fakta bahwa ketiga negara sedang mempraktikkan serangan taktis terhadap target maritim, serta operasi pencarian dan penyitaan terhadap kapal, menunjukkan simulasi skenario perang skala penuh dengan Amerika Serikat dan sekutunya. Iran, Rusia, dan China semuanya bersatu dalam tujuan melemahkan kekuatan Amerika. Iran berupaya melemahkan Israel, Rusia berupaya menantang NATO dan berekspansi ke Eropa Timur, dan Cina berupaya mencaplok Taiwan dan menguasai Laut Cina Selatan.
Lee juga percaya bahwa dalam skenario perang, Teluk Persia dan jalur strategis lainnya seperti Teluk Aden akan memiliki kepentingan strategis dan taktis yang luar biasa. Kerja sama yang lebih dalam dengan Rusia dan Cina dapat memungkinkan Iran untuk memperluas kehadiran dan pengaruhnya di jalur perairan penting ini.
Meningkatnya hubungan Iran dengan Cina dan Rusia terjadi pada saat Tehran menghadapi sanksi luas dari Amerika Serikat, terutama di sektor minyak. Sanksi ini merupakan bagian dari kebijakan tekanan maksimum pemerintahan Trump, yang bertujuan untuk mengurangi ekspor minyak mentah Iran hingga nol dan mencegah program nuklir negara tersebut.
Tehran telah berulang kali menyatakan bahwa program nuklirnya hanya untuk tujuan sipil, tapi negara-negara Barat percaya tidak ada pembenaran sipil yang kredibel untuk kegiatan nuklir Iran baru-baru ini, yang akan memungkinkan Iran untuk dengan cepat memproduksi cukup bahan fisil untuk membangun beberapa senjata nuklir. Bulan lalu, Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi mengesampingkan kemungkinan adanya perundingan nuklir dengan Washington, dan menyatakan bahwa selama tekanan maksimum terus berlanjut seperti ini, tidak akan ada kemungkinan pembicaraan langsung antara kami dan Amerika Serikat.(sl)