Perjalanan GA, Dari Maskapai Terbaik Hingga Terlilit Utang
Garuda Indonesia adalah maskapai penerbangan nasional Indonesia. Nama maskapai ini diambil dari nama kendaraan Dewa Wisnu dalam ajaran agama Hindu.
Menurut laman resmi Garuda Indonesia, penerbangan sipil pertama Indonesia tercipta pada 1949 atas inisiatif dari Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Penerbangan tersebut dilakukan dengan menyewakan pesawat yang diberi nama “Indonesian Airways” kepada pemerintah Burma.
Dikutip dari laman Tempo.co, Senin (25/10/2021), peran Indonesian Airways berhenti setelah Konferensi Meja Bundar (KBM) disepakati. Kesepakatan itu juga mewajibkan Belanda untuk menyerahkan seluruh kekayaan pemerintah Hindia Belanda kepada pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS).
Salah satu yang harus diserahkan adalah maskapai KLM II B yang mana merupakan anak perusahaan K.N.I.L.M (Koninklijke Nederlandshindische Luchtvaart Maatschappij).
Pada 21 Desember 1949, pemerintah Indonesia dan maskapai KLM melaksanakan perundingan lanjutan dari hasil KMB. Perundingan tersebut memutuskan pendirian Garuda Indonesian Airways (GIA) sebagai maskapai nasional.
Perjalanan pesawat Dakota (DC-3) dari Jakarta untuk menjemput Soekarno di Yogyakarta pada 28 Desember 1949 menandai penerbangan perdana GIA. Setahun kemudian, Garuda Indonesia diresmikan menjadi perusahaan negara.
Pada 1956, Garuda Indonesia melaksanakan penerbangan pertama ke Mekah. Pada 1965, maskapai tersebut melakukan penerbangan pertama ke negara-negara Eropa. Kini, Garuda Indonesia menyediakan layanan penerbangan hingga lebih dari 60 destinasi di seluruh dunia.
Berbagai upaya pengembangan berhasil membuat Garuda Indonesia menerima sejumlah penghargaan, termasuk “The Best Airline in Indonesia” pada 2017 – 2020 dan “Major Airlines – Traveler’s Choice Major Airline Asia” pada 2018 – 2020 dari TripAdvisor 2020 Traveler’s Choice Airlines Awards.
Selama beberapa tahun, Garuda Indonesia juga sempat masuk dalam 10 besar maskapai terbaik di dunia versi The World’s Top 10 Airlines. Sayangnya, posisi tersebut tidak lagi diperoleh semenjak 2020.
Keadaan Garuda Indonesia semakin memburuk lantaran terlilit utang dari banyak pihak. Sebagaimana diberitakan oleh Tempo.co, jumlah utang maskapai ini diperkirakan mencapai 70 triliun rupiah. Kondisi diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 yang membatasi kegiatan penerbangan.
Sebagai jalan keluar dari lilitan utang, Garuda Indonesia terus melakukan upaya restrukturisasi. Namun, pemerintah mengaku tengah menyiapkan Pelita Air Service untuk menggantikan maskapai tersebut jikalau restrukturisasi tidak berjalan lancar.
Erick Thohir Minta Garuda Fokus pada Domestik
Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir menegaskan maskapai penerbangan Garuda Indonesia harus fokus menggarap pasar penerbangan domestik untuk memperbaiki performa bisnis.
Erick di Palembang, Minggu, 24 Oktober 2021, mengatakan Garuda telah terjebak dalam bisnis yang tidak sehat ketika mulai menggarap rute penerbangan luar negeri.
Berdasarkan data Garuda Indonesia, diketahui penumpang tujuan domestik mendominasi sebanyak 78 persen dengan pendapatan mencapai Rp 1.400 triliun. Sementara, jumlah penumpang tujuan luar negeri tercatat hanya 22 persen dengan perolehan Rp 300 triliun.
“Garuda harus fokus pada domestik, saya yakin akan kembali sehat, tapi perlu waktu cukup lama,” kata Erick.
Untuk itu, Kementerian BUMN terus mengawal proses restrukturisasi yang sedang berlangsung di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Hanya saja dalam proses restrukturisasi itu, Erick mengatakan dia enggan bernegosiasi terkait adanya penyalahgunaan wewenang dan korupsi. (RM)