Seruan Tokoh Agama untuk Jaga Persatuan Setelah Pemilu 2019
-
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj (kiri) dan Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini (kanan).
Pagelaran Pilpres 2019 telah berlangsung dengan damai dan aman. Meski demikian, ajang lima tahunan ini dikhawatirkan akan menimbulkan perpecahan bagi bangsa.
Untuk itu, sejumlah tokoh agama menyerukan agar masyarakat dapat menjaga persatuan. Sehingga tak ada lagi benih-benih perpecahan.
"Pemilu 2019 sudah berlangsung, saya kira kita rekat kembali kalau ada gesekan. Ini masanya untuk bersatu kembali, damai kembali," ujar Ketua PGI Pendeta Henriette Tabita Hutabarat Lebang seperti dalam tayangan Liputan 6 SCTV, Sabtu (20/4/2019).
Sementara itu, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj mengungkapkan kalah atau menang dalam kontestasi Pemilu merupakan hal biasa. Dua kondisi itu memang harus ada dalam setiap proses demokrasi.
"Kita ini saudara, satu bangsa dan Tanah Air, kalah menang biasa. Memang harus ada yang menang dan kalah, itu biasa dalam proses demokrasi," kata Said.
Untuk itu, lanjut dia, jangan hanya karena sesuatu yang tidak terima hasil dari kontestasi, ada pihak lain yang melakukan tindakan yang merugikan keutuhan bangsa. "Kita sayangi, mari rawat bersama," ujar Said.
Dia menyebut sebagai penduduk yang mayoritas muslim, saatnya untuk menunjukkan ke dunia, bahwa Indonesia telah dewasa dalam berdemokrasi.
Tidak Lakukan Anarkis
Hal senada disampaikan Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin. Dia meminta semua pihak untuk tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan bangsa.
"Kita sedang menghadapi agenda demokrasi sudah selesai satu tahapan penting, masih ada tahapan lain. Marilah kita lalui semua dengan berpegang teguh taat konstitusi," ujar Din.
Karena itu, lanjut dia, semua pihak diminta mengendalikan diri dari anarkis, konflik, maupun bentrok yang hanya merugikan semua.
"Kita berharap Pemilu 2019 akhirnya berujung damai. Namun tetap sarankan jangan lupa kejujuran dan keadilan. Ini adalah dua sifat pemilu yang diamanatkan oleh konstitusi," ujar Din.

MUI Desak KPI Lakukan Penghentian Tayangan Quick Count
Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menghentikan penyiaran hasil quick count yang telah menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
"Pengumuman hitung cepat yakni quick count sudah berlangsung, pernyataan MUI tegas meminta untuk dihentikan, sekaligus meminta kepada KPI yang mempunyai kewenangan terhadap penyiaran untuk tidak meyiarkan tayangan quick count lagi," kata ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin di kantor MUI, Jalan Proklamasi Jakarta Pusat, Jumat (19/4/2019) seperti dilansir Antara.
Din Syamsudin beranggapan bahwa langkah ini diambil karena hasil quick count yang dikeluarkan oleh lembaga survei mempunyai efek buruk terhadap proses demokrasi bangsa.
"Terlihat dampak dari penayangan sudah di depan mata dan itu menganggu. Kalau seandainya yang terpengaruh quick count meneruskan euforia di jalan-jalan ini sangat menggangu," jelasnya.
Sementara itu, Ketua BBP Persatuan Umat Islam Nazaruddin mengatakan, quick count telah mengguncang sistem demokrasi bangsa, sehingga quick count ini perlu dipertimbangkan dan kedepannya harus ada akreditasi, karena yang berhak untuk mengumumkan kemenangan itu KPU.
"Kalau lembaga survei membalikan situasi yang menang jadi kalah yang kalah jadi menang maka ini telah menyalahi. Bahkan ini bukan kriminal biasa, tapi ekstrak ordinary craim karena telah menimbulakan mudarat," pungkasnya. (RM)