Pemuda dan Perempuan Rentan Terpapar Radikalisme
https://parstoday.ir/id/news/indonesia-i78954-pemuda_dan_perempuan_rentan_terpapar_radikalisme
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut pemuda dan perempuan rentan terpapar radikalisme. Jika sudah berlebihan, ideologi ini bisa membuat seseorang menjadi teroris.
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Feb 24, 2020 10:40 Asia/Jakarta
  • Suasana di lokasi yang menjadi target serangan teroris di Jakarta pada 2016 lalu.
    Suasana di lokasi yang menjadi target serangan teroris di Jakarta pada 2016 lalu.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut pemuda dan perempuan rentan terpapar radikalisme. Jika sudah berlebihan, ideologi ini bisa membuat seseorang menjadi teroris.

"Hal seperti itu harus menjadi perhatian kita semua,” kata Direktur Pencegahan BNPT Brigadir Jenderal (Brigjen) Hamli dalam keterangan tertulis, Minggu, 23 Februari 2020 seperti dimuat situs Medcom.id.

Menurut dia, terorisme dimulai dari sifat seseorang yang menunjukkan gejala pemikiran radikal negatif. Sementara itu, radikalisme bermula dari intoleransi.

Untuk itu, kata dia, masyarakat harus memahami benar soal terorisme, radikalisme, dan intoleransi. Dengan begitu, mereka dapat mencegah penyebaran pemikiran ini.

“Maka masyarakat juga ikut membantu pemerintah dalam rangka mencegah kejahatan itu, terutama kejahatan terorisme,” ujar alumnus Sekolah Perwira Militer Sukarela (Sepamilsuk) Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) 1989 ini.

Hamli menjelaskan terorisme tidak datang tiba-tiba hingga membuat seseorang menjadi teroris. Ibaratnya gunung es, terorisme ada di puncak, sedangkan bagian bawah diisi intoleransi.

Intoleran, kata dia, yakni sikap seseorang tidak mau menerima orang yang berbeda. Sikap ini menimbulkan pemikiran radikal negatif.

“Nah, ketika itu (pemikiran) mulai mengeras, kemudian bisa naik ‘pangkat’ jadi radikal teror,” kata jebolan teknik kimia Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Jawa Timur, itu.

Penganut pemikiran radikal negatif memiliki ciri-ciri intoleransi, anti-Pancasila, anti-Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka menganggap Indonesia negara kafir atau negara tagut.

Selain itu, lanjut dia, mereka suka mengafirkan orang lain dengan menyebarkan paham takfiri atau suka menyalahkan orang lain. Sejatinya, mengafirkan orang lain itu tidak diperbolehkan di dalam suatu agama.

"Agama apa pun bisa terjadi. Agama A menyalahkan agama B demiklian pula sebaliknya agama B menyalahkan agama A. Jadi, itu indikasinya. Jadi, marilah kita semua meyakini agama Anda masing-masing. Akan tetapi, Anda juga meyakini dan menghormati agama orang lain,” ujar mantan Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan Detasemen Khusus (Densus) 88/Antiteror Polri ini.

Pemulangan Eks ISIS Ancam Keamanan Nasional

Rencana pemulangan 689 eks pendukung Negara Irak dan Suriah (ISIS) dinilai bakal mengancam keamanan Indonesia. Opsi ini rawan agenda terselubung.

“(Pemulangan) menjadi skenario terburuk,” kata analis terorisme Timur Tengah Universitas Indonesia (UI) Stanislaus Riyanta kepada Medcom.id, Minggu, 23 Februari 2020.

Menurut dia, Presiden Joko Widodo harus mencegah eks ISIS kembali ke Indonesia. Pasalnya, ideologi mereka sangat radikal serta sudah menjual aset-aset di Indonesia.

Dia menilai pemulangan eks ISIS memang akomodatif bagi pegiat hak asasi manusia (HAM). Namun, pengembalian mereka bukan perkara mudah dan membutuhkan waktu panjang.

“Mengingat anggota ISIS eks WNI (warga negara Indonesia) sudah membakar dokumen kewarganegaraan,” ujar Stanislaus.

Stanislaus menyarankan pemerintahan Jokowi berkolaborasi dengan intelijen negara lain. Kerja sama informasi ihwal terorisme sangat penting lantaran ada pergerakan aktor radikalisme lintas negara.

“Juga dilakukan dengan organisasi yang menangani pengungsi terutama untuk pendataan dan pemetaan,” imbuh dia. (RM)