Norouz, Tradisi Lestari Bangsa Persia (2)
(last modified Tue, 16 Mar 2021 11:30:29 GMT )
Mar 16, 2021 18:30 Asia/Jakarta
  • penggalan Doa Tahun Baru
    penggalan Doa Tahun Baru

Setelah membahas masalah seputar mitos dan legenda pada bagian pertama, kini di bagian kedua kita akan menyimak pembahasan tentang tata cara penyelenggaraan Norouz di era Sasani dan era Islam.

Silsilah raja-raja Dinasti Sasani berkuasa di Iran antara tahun 224-651 M, dan merupakan kekaisaran terpenting serta paling berpengaruh dalam sejarah Iran kuno. Pada masa itu agama resmi Iran adalah Zoroaster, dan minoritas Kristen serta Yahudi juga hidup di Iran.
 
Norouz di masa Dinasti Sasani menempati kedudukan khusus baik di kalangan rakyat jelata atau pembesar kerajaan, dan di masa itu Norouz dirayakan sangat meriah.
 
Perayaan Norouz di era Sasani dilangsungkan minimal enam hari dan meliputi Norouz kecil, dan Norouz besar. Sebelum acara digelar, ritual-ritual semacam Chaharshanbe Suri (Rabu Merah) dan Khane Tekani atau bersih-bersih rumah, dilakukan terlebih dahulu, dan seminggu setelah itu perayaan Musim Semi bangsa Iran ditutup dengan ritual Sizdah Bedar (13 di Luar Rumah) atau Hari Alam. 
 
Di masa Dinasti Sasani lima hari pertama bulan Farvardin yaitu bulan pertama kalender Iran, dinamakan sebagai Norouz Kecil. Lima hari pertama ini dikhususkan untuk rakyat jelata, dan salah satu keunggulannya rakyat kecil bisa menemui Raja. Kunjungan pada Raja ini dilakukan oleh berbagai lapisan dan kelas sosial masyarakat Iran kala itu mulai dari kalangan petani, rohaniwan Zoroaster atau Mobad, pegawai, tentara dan yang lainnya.
 
Dalam kunjungan ini rakyat jelata menyerahkan hadiah mereka kepada Raja, dan di akhir hari kelima, tibalah Norouz Besar dan hanya berlangsung sehari. Pada acara ini kalangan pembesar masyarakat Iran termasuk pegawai kerajaan mengunjungi Raja, setelah itu Norouz pun secara resmi ditutup.
 
Norouz di masa Dinasti Sasani begitu mendapat perhatian sehingga mempengaruhi musisi dan penyair zaman itu bahkan di masa-masa setelanya. Istilah-istilah semacam Norouz Bozorg, Norouz Khordak, dan Norouz Qabad banyak ditemukan di dalam karya-karya penyair semacam Manochehri dan Nezami.
 
Selain itu dalam buku-buku sejarah karya sejarawan masa lalu, jejak Norouz juga dapat kita temukan. Di dalam buku-buku ini lebih banyak diceritakan tentang kegiatan menghias rumah, atap rumah, dan menerangi jalan-jalan di hari Norouz, dan beraneka makanan, minuman dan pakaian khusus untuk menyambut Norouz.
 
perayaan Hari Norouz

 

Setelah era Dinasti Sasani, masuk ke era Islam di Iran, masa ketika rakyat Iran menerima Islam sebagai agamanya, dan menjadi agama mayoritas. Di masa Islam, Norouz memiliki nuansa baru karena perubahan sosial, politik, dan agama di Iran. Pada masa Bani Umayah berkuasa awalnya Norouz tidak terlalu mendapat perhatian.
 
Di masa kekuasaan Bani Abbasiyah, sejumlah tradisi kuno Iran kembali dihidupkan dan orang-orang Iran mulai masuk ke struktur pemerintahan, dan mereka berhasil memperluas budaya Iran. Salah satu faktor terpenting yang menyebabkan tradisi-tradisi kuno Iran tetap lestari di berbagai pemerintahan adalah dukungan pihak berkuasa.
 
Berkat dukungan mereka, ritual-ritual kuno Iran dapat dilaksanakan dan sejak masa Dinasti Abassiyah ke depan, Norouz mendapat dukungan yang cukup luas. Hari-hari besar bangsa Iran juga diperingati di dalam kerajaan Dinasti Abbasiyah, sehingga menyebabkan sejumlah sejarawan dan sastrawan Islam menceritakan detail Norouz dalam karya mereka. Para penyair menciptakan kasidah-kasidah indah tentang Norouz.
 
Silsilah raja-raja Iran pertama pasca Sasani yang pusat kekuasaannya berada di Khorasan adalah Dinasti Tahiri. Di masa ini perayaan Norouz digelar dengan sangat meriah dan menurut Abu Reyhan Birouni di abad ke-4 Hijriah Qamariah, para penguasa Khorasan menghadiahkan pakaian musim semi dan musim panas kepada para prajurit.
 
Di masa Dinasti Samani, Dinasti Ghaznavi dan penguasa-penguasa setelahnya, menggelar perayaan Norouz dan hari-hari besar Iran lainnya semacam Mehregan dan Sadeh. Akan tetapi setelah serangan Mongol ke Iran, kondisinya berubah drastis. Norouz di masa penyerangan terhadap Iran yang dipenuhi pembunuhan dan perampokan oleh Mongol, kehilangan keagungannya.
 
Akan tetapi perlahan-lahan Norouz bangkit dari keterpurukannya, sampai pada masa silsilah raja-raja Safavi kembali dirayakan meski mengalami perbedaan signifikan, nuansanya lebih reijius dibanding sebelumnya.
 
Di masa ini, Norouz selain memiliki urgensi nasional juga agama. Oleh karena itu, Norouz kembali meriah dan sejak saat itu sampai sekarang selalu dirayakan oleh rakyat Iran. Sejak masa Dinasti Safavi sampai hari ini, rakyat Muslim Iran menganggap Norouz sebagai warisan budaya bernilai.
 
telur, salah satu perlambang Norouz

 

Di masa kini Norouz dirayakan secara meriah di Iran dan beberapa negara lain, hal ini menunjukkan ingatan masa lalu dan harapan masa depan di hadapan Hidangan Haft Sin (Tujuh Sin) Norouz. Hidangan yang sarat atas tanda-tanda Tuhan yang menunjukkan rahmat-Nya kepada seluruh makhluk. Senandung indah yang membuat semua anggota berkumpul dan di dalamnya terdapat banyak tanda nikmat Ilahi.
 
Hidangan Norouz di Iran, dinamakan Haft Sin (tujuh benda yang namanya diawali dengan huruf sin bahasa Farsi), yaitu tunas gandum (sabze) yang merupakan simbol kelahiran kembali alam, apel (sib) yang merupakan simbol buah surga, bawang putih (sir) yang merupakan simbol kesehatan, Samanu yaitu makanan sejenis pasta manis yang terbuat dari daun gandum muda, ia menjadi simbol kesuburan, oleaster (senjed) yang merupakan simbol dari perbuatan yang terukur, dan kencenderungan untuk selalu mengutamakan akal, cuka (serkeh) sebagai simbol berserah diri, dan kerelaan, sumac yang menjadi simbol kesabaran, dan sumber kelahiran kembali makna, dan terakhir mangkuk berisi air yang melambangkan kejernihan dan kesucian.
 
Akan tetapi salah satu fondasi asli dari semua hidangan Norouz adalah Al Quran yang menjadi keberkahan hidangan Tujuh Sin tersebut. Umat Islam di Iran memulai tahun baru mereka dengan nama Tuhan dengan harapan akan menjadi tahun yang penuh keselamatan dan kemuliaan. Akan tetapi orang Iran non-Muslim meletakkan kitab suci mereka dalam jamuan Norouz mereka, sehingga orang Islam meletakkan Al Quran, orang Zoroaster meletakkan Avista, dan orang Yahudi meletakkan Taurat di atas meja jamuan Norouz mereka.
 
Meski Norouz adalah tahun baru, ia merupakan hari kuno beradab-abad lalu. Tradisi tua ini, setiap satu tahun sekali membawa masa muda untuk mensyukuri usia panjang yang dijalani, dan di tengah masa melelahkan ini, beberapa hari waktu bergembira. Di sinilah kemeriahan orang tua dan kegembiraan kaum muda terwujud.
 
Norouz telah melewati berbagai masa, dan ceritanya menjadi mitos, ia menjadi buah bibir, namun sampai sekarang pertempuran masih berlanjut. Para pahlawan sudah menua, kekuatannya melemah, tapi hati dan jiwanya tetap muda. Mereka adalah para pahlawan yang setiap tahun memakaikan pakaian-pakaian berwarna-warni, tapi dari semuanya hanya satu warna yang mencolok, dan itu adalah warna Iran. (Parviz Khanlari)
 
Norouz Iran yang merupakan warisan tradisi ribuan tahun, setiap tahunnya mengingatkan akan jalan panjang yang sudah ditempuh dan menyebabkan persatuan serta solidaritas rakyat Iran. Rakyat yang maryoritas beragama Islam dan tidak akan pernah melupakan budaya mereka, dan melangkah menuju masa depan.
 
Norouz tahun 1400 Hijrian Syamsiah bertepatan dengan salah satu hari besar Syiah yaitu hari raya Syabaniah sehingga membuat Norouz tahun ini membawa ruh baru dan bermakna. Norouz tahun 1400 HS, di dalamnya dirayakan hari kelahiran Imam Mahdi. Dua hari raya besar rakyat Iran ini masing-masing menunjukkan solidaritas nasional dan keagamaan. Solidaritas yang jarang ditemukan di dunia. (HS)