Hari Perlawanan di Ramadhan, Tekad Palestina Melawan Zionis
Serangan tentara Israel terhadap warga Palestina di Masjid al-Aqsa, yang sejauh ini telah melukai puluhan orang, telah memperkuat keinginan warga Palestina untuk melawan kejahatan tersebut.
Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) hari Kamis (14/04/2022) mengeluarkan seruan untuk berpartisipasi lebih luas di Masjid al-Aqsa. Warga Palestina juga sudah bergerak ke Masjid al-Aqsa Kamis pagi.
Pasukan rezim Zionis menyerang halaman Masjid al-Aqsa dan melukai sejumlah besar orang yang shalat di sana.
Pertanyaan pentingnya adalah apa yang meningkatkan level konflik antara Zionis dan Palestina dalam beberapa bulan terakhir?
Pertama, pendekatan dan kebijakan rezim Zionis dan beberapa negara Arab dalam normalisasi hubungan dan mengadakan berbagai pertemuan telah memupus harapan warga Palestina akan dukungan asing. Karenanya, mereka meningkatkan tekadnya untuk melawan sebagai satu-satunya cara untuk menghadapi kejahatan Zionis.
Zionis berharap normalisasi dan pertemuan dengan para pejabat Arab akan memberikan keamanan bagi rezim Zionis dan bahwa masalah Palestina akan dikesampingkan, tetapi operasi mati syahid menunjukkan bahwa masalah Palestina tidak dikesampingkan dan bahwa Palestina sendiri tetap menjaga masalah Palestina di pusat perkembangan kawasan.
Poin kedua adalah bahwa rakyat Palestina tidak lagi memiliki harapan untuk memiliki pemerintahan sendiri. Kepala Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, telah mengutuk operasi mati syahid Palestina dan terus berharap untuk negosiasi dengan rezim Zionis.
Sebaliknya, gerakan Hamas mengeluarkan seruan untuk kehadiran rakyat yang besar dalam mendukung al-Quds dan operasi mati syahid, di mana warga Palestina menyambut seruan tersebut.
Dengan kata lain, rakyat Palestina telah sampai pada kesimpulan bahwa pemerintah tidak mengambil langkah-langkah yang sejalan dengan rakyat. Oleh karena itu, sambil menolak pendekatan pemerintah, mereka telah menunjukkan tekadnya untuk melawan Zionis dalam praktiknya.
Serangan tentara Israel terhadap warga Palestina di Masjid al-Aqsa, yang sejauh ini telah melukai puluhan orang, telah memperkuat keinginan warga Palestina untuk melawan kejahatan tersebut.
Poin ketiga adalah bahwa Palestina percaya bahwa rezim Zionis sangat rentan secara militer dan keamanan, bertentangan dengan propagandanya. Perang 11 hari tahun lalu dan kerentanan militer serta operasi mati syahid juga membuktikan kerentanan intelijen rezim Zionis.
Operasi mati syahid telah menunjukkan ketidakmampuan rezim Zionis dan berbagai dinas intelijen dan keamanannya untuk mencegah operasi semacam itu.
Selain situasi ini, harus ditambahkan juga gejolak politik dan kabinet yang rapuh, terutama dalam beberapa tahun terakhir. Sadar akan kelemahan ini, warga Palestina telah menunjukkan tekad mereka untuk menghadapi kejahatan dan melawan rezim.
Poin keempat adalah bahwa masalah konflik identitas teritorial dan agama warga Palestina, dan negara mana pun yang memiliki identitas nasional tidak akan tinggal diam menghadapi serangan terhadap identitas teritorial dan agamanya.
Orang-orang Palestina, tidak seperti negara-negara kecil Arab yang diciptakan oleh kolonialisme Barat, memiliki akar sejarah dan identitas nasional yang besar.
Rezim Zionis berusaha merampas identitas keagamaan orang Palestina, yaitu Masjid al-Aqsa, dan identitas teritorial mereka, yaitu tanah Palestina, dan ini bukanlah sesuatu yang akan diterima oleh orang Palestina.
Pada dasarnya, ketika tidak ada identitas nasional di dalam Wilayah Pendudukan dan rezim Zionis memiliki komposisi demografis yang heterogen dan tidak sesuai, warga Palestina memiliki komposisi demografis yang homogen dan kohesif yang berada dalam konsensus dan kesatuan dalam mempertahankan identitas nasional mereka.
Poin terakhir adalah bahwa jika masyarakat internasional terus diam dan mendukung kejahatan rezim Zionis, maka tingkat konflik antara Palestina dan Zionis akan meningkat, terutama menjelang Hari Quds Sedunia pada Jumat terakhir bulan suci Ramadhan.(sl)