Okt 30, 2022 18:29 Asia/Jakarta
  • Dewan Keamanan PBB.
    Dewan Keamanan PBB.

Dewan Keamanan PBB menggelar pertemuan mengenai perkembangan terbaru di Palestina dalam dua sesi, pagi dan sore baru-baru ini.

Meskipun pertemuan ini tidak mencapai akhir yang pasti, paling tidak terbuka kesempatan bagi negara-negara anggota untuk mengekspresikan posisi mereka. Posisi-posisi ini mengungkapkan bahwa rezim Zionis Israel telah sepenuhnya melakukan pelanggaran terhadap prinsip dan hukum internasional dan resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB.

Duta Besar dan Wakil Tetap Republik Islam Iran untuk PBB Saeed Iravani menyatakan bahwa menurut berbagai laporan, 2022 telah menjadi tahun paling mematikan bagi rakyat Palestina sejak 2006 hingga sekarang. Dia menekankan perlunya dukungan Dewan Keamanan PBB kepada rakyat Palestina.

Dubes Iran untuk PBB menuturkan, pelanggaran hak asasi manusia , perusakan harta benda warta Palestina, dan pengusiran paksa mereka dari rumah mereka adalah salah satu kejahatan rezim Zionis terhadap rakyat Palestina, yang telah berlangsung selama 74 tahun, dan kejahatan ini melanggar semua hukum dan norma internasional, dan Palestina membutuhkan dukungan Dewan Keamanan.

Menurut pengumuman Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, sejak awal tahun ini, rezim Zionis telah membunuh 118 warga Palestina, termasuk 26 anak-anak dan lima wanita, hanya di wilayah Tepi Barat.

Majid Abdulfattah Abdulaziz, Wakil Liga Arab, mengatakan, mendengarkan laporan dasar PBB, yang menekankan bahwa Israel terus menerapkan kebijakan pembangunan distrik yang bertentangan dengan Resolusi 2334 Dewan Keamanan tahun 2016 dan tidak menghentikan pembunuhan dan penindasan terhadap bangsa Palestina yang tak berdaya, serta Dewan Keamanan juga belum menjatuhkan sanksi apapun untuk memaksa Israel menghormati resolusi dewan ini, adalah tidak logis dan juga tidak sejalan dengan aturan legitimasi internasional.

Dia juga menyinggung kesepakatan ganda rezim Zionis, dan mengatakan, tidak logis bagi Israel untuk mengejar kesempatan dan mengutuk pendudukan Rusia atas Ukraina, sementara ia sendiri telah menduduki semua wilayah Palestina dalam tindakan yang bertentangan dengan Resolusi 181 Dewan Keamanan tahun 1947, yang menyerukan pembentukan dua negara.

Israel tidak hanya menolak untuk datang ke meja negosiasi langsung untuk pembentukan negara Palestina merdeka dengan al-Quds sebagai ibu kotanya, tetapi juga mencoba untuk memaksakan kendalinya atas al-Quds al-Sharif dan melakukan pembunuhan dan kejahatan di kota ini serta pendudukan wilayah Palestina lainnya. Tindakan ini merupakan pelanggaran yang jelas terhadap resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB selama bertahun-tahun, dan anehnya, masalah itu tidak menjadi subjek pertanyaan sedikit pun dalam sidang-sidang dewan tersebut.

Distrik Zionis

Palestina harus dianggap sebagai kuburan dari puluhan resolusi Dewan Keamanan PBB dan Majelis Umum organisasi ini, yang disetujui untuk melindungi hak-hak minimum rakyat Palestina, atau prinsip dan hukum internasional lainnya yang disiapkan untuk menghukum penjajah dan menciptakan pencegahan terhadap imperialis, atau untuk melindungi hak-hak rakyat Palestina.

Jika resolusi-resolusi ini, --yang secara langsung dan tidak langsung menekankan penarikan tanpa syarat rezim Zionis dari wilayah pendudukan tahun 1967, termasuk Tepi Barat dan Jalur Gaza di Palestina dan wilayah Golan di Suriah yang diduduki Israel, serta tidak mengubah konteks geografis dan demografisnya-- dilaksakanan sepenuhnya atau hak untuk membela diri bagi rakyat Palestina, --yang ditentukan dalam Piagam PBB, diakui dan tidak akan diganti dengan kata lain seperti sebagai kekerasan dan terorisme--, maka krisis Palestina tidak akan berlansung seperti sekarang ini dan rezim Zionis tidak menemukan jalan untuk menyalahgunakannya seperti saat ini.

Faktanya, sikap diskriminatif inilah yang menyebabkan berkepanjangannya krisis Palestina dan berlanjutnya pendudukan Zionis dengan kedok pembangunan pemukiman. Dari sudut pandang ini, sebagian besar tanggung jawab atas penindasan pendudukan dan kejahatan Zionis di tanah Palestina diarahkan pada mereka yang menjadi penyebab diskriminasi, yaitu pemerintah Barat, terutama Amerika Serikat (AS). Di sisi lain, lepas tanggung jawab yang dilakukan Dewan Keamanan PBB juga tidak dapat diabaikan.

Dalam catatan PBB, ada tokoh-tokoh seperti almarhum Kofi Annan yang mencoba membawa kinerja organisasi ini lebih dekat ke tujuan dan tanggung jawab yang ditetapkan, tetapi sayangnya, dalam beberapa dekade terakhir, orang-orang yang telah mengambil tanggung jawab untuk memimpin organisasi ini telah menjauhkan dari tujuan tersebut, dan mendekatkannya ke arah kebijakan kekuatan Barat dan AS, sehingga tercipta peluang bagi rezim Zionis untuk mencapai ketamakannya.

Oleh karena itu, agar bisa memenuhi tanggung jawab dan tujuan dari definisi PBB, harus dilaukan reformasi struktural di dalamnya, yang sayangnya belum pernah tercapai selama ini.

Meskipun otoritas Ramallah pasif dan gembira atas kinerja PBB dan institusi lain yang berafiliasi dengannya, namun rakyat Palestina, seperti yang terlihat di Jenin dan Nablus hari ini dan berkembang ke wilayah lain di Tepi Barat, mereka menganggap perlawanan bersenjata sebagai cara untuk menyelamatkan diri dan menghadapi kejahatan rezim Zionis yang berusaha menduduki Tepi Barat secar penuh.

Terkait hal itu, rakyat Palestina lebih memilih untuk mendukung kelompok-kelompok perlawanan baru seperti Arin al-Aswad, dan tidak lagi berharap dan gembira atas dukungan asing, termasuk dukungan dari PBB dan bahkan Liga Arab. (RA)

Tags