Berlanjut, Tren Penurunan Posisi Netanyahu di Palestina Pendudukan
Hasil jajak pendapat terbaru yang dilakukan oleh media-media rezim Zionis menunjukkan bahwa popularitas Benjamin Netanyahu dan partai-partai koalisi kabinetnya terus menurun.
Sejak 2009, Benjamin Netanyahu tidak menjabat sebagai perdana menteri di Palestina Pendudukan hanya selama satu setengah tahun.
Netanyahu, yang memimpin partai Likud, baik melalui aliansi dengan partai sayap kanan, atau aliansi dengan saingannya, dan baru-baru ini melalui aliansi dengan ekstremis agama, telah mengambil alih kembali jabatan perdana menteri dan membentuk kabinet Israel.
Pada tahun 2021, setelah 12 tahun berkuasa, Netanyahu menyerahkan jabatan perdana menteri kepada saingan yang satu-satunya titik kesamaan mereka adalah menentang Netanyahu dan tidak ada kedekatan satu sama lain dalam hal pemikiran dan gerakan.
Sekalipun demikian, perlawanan yang kuat dan gerakan Netanyahu menyebabkan aliansi ini hanya bertahan satu tahun dari persatuan mereka dan dengan runtuhnya kabinet, mereka memilih untuk menyelenggarakan pemilu dini, yang berujung pada kembalinya Netanyahu ke tampuk kekuasaan.
Namun, setelah sekitar 6 bulan berlalu sejak dimulainya kabinet Netanyahu, menurut survei Channel 12 rezim Zionis, partai-partai yang membentuk kabinet koalisi Netanyahu saat ini di Knesset, jika pemiu diadakan hari ini, hanya akan menang 54 dari 120 kursi di Knesset, mereka akan mendapatkan 10 kursi lebih sedikit dari jumlah yang mereka gunakan untuk membentuk kabinet sekarang.
Tren penurunan popularitas Netanyahu dan kabinetnya memiliki berbagai penyebab. Salah satu alasan terpenting pembentukan kabinet ini adalah adanya orang-orang ekstremis dan rasis.
Ekstrimisme dan rasisme beberapa anggota kabinet telah menjadi dasar bagi intensifikasi kekacauan sosial dan politik serta rapuhnya kohesi.
Selain itu, kabinet Netanyahu telah mengambil langkah-langkah untuk melemahkan pemisahan kekuasaan dan sistem peradilan rezim Zionis Israel.
Kabinet ini menyetujui apa yang disebut rencana reformasi peradilan dengan dukungan parlemen.
Hasil jajak pendapat terbaru yang dilakukan oleh media-media rezim Zionis menunjukkan bahwa popularitas Benjamin Netanyahu dan partai-partai koalisi kabinetnya terus menurun.
Dalam rencana ini, kekuasaan sistem peradilan akan dikurangi dan kekuasaan serta kedudukan eksekutif dan legislatif akan diperkuat dalam rezim ini.
Para pemimpin oposisi dan pengunjuk rasa menganggap reformasi yudisial kabinet Netanyahu untuk melemahkan sistem peradilan dan upaya tokoh ini untuk mencegah persidangannya atas tiga kasus korupsi dan penyuapan, dan mereka percaya bahwa tindakan kabinet ini akan menyeret rezim Zionis menuju konflik dan perang saudara, yang akan menyebabkan keruntuhan bertahap.
Para pengunjuk rasa mengatakan rencana reformasi peradilan akan memberikan pukulan telak bagi demokrasi. Karena akan membatasi pengaruh Mahkamah Agung (badan peradilan tertinggi rezim Zionis) pada proses persetujuan undang-undang dasar dan memungkinkan anggota Knesset untuk menunda persetujuannya.
Atas dasar itu, para pengunjuk rasa di Palestina Pendudukan telah menggelar demonstrasi selama 25 minggu berturut-turut, sembari menentang rencana reformasi peradilan, mereka juga menuntut pembubaran kabinet.
Akhirnya, Netanyahu terpaksa menarik rencana reformasi peradilan karena berlanjutnya protes, tetapi demonstrasi warga Zionis tetap tidak berhenti.
Demonstrasi 25 minggu berturut-turut juga menunjukkan intensitas kebencian publik di Palestina Pendudukan terhadap Netanyahu dan kabinetnya.(sl)