Tantangan Pembentukan Fraksi Terbesar di Parlemen Irak
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i180060-tantangan_pembentukan_fraksi_terbesar_di_parlemen_irak
Pars Today - Pemilihan umum parlemen Irak yang keenam akan diselenggarakan pada 11 November 2025 di seluruh wilayah Irak. Setelah proses pemungutan suara selesai, isu penting berikutnya yang akan menjadi fokus utama politik negara itu adalah pembentukan Fraksi Terbesar di parlemen.
(last modified 2025-11-11T03:43:51+00:00 )
Nov 11, 2025 10:41 Asia/Jakarta
  • Pemilu legislatif Irak
    Pemilu legislatif Irak

Pars Today - Pemilihan umum parlemen Irak yang keenam akan diselenggarakan pada 11 November 2025 di seluruh wilayah Irak. Setelah proses pemungutan suara selesai, isu penting berikutnya yang akan menjadi fokus utama politik negara itu adalah pembentukan Fraksi Terbesar di parlemen.

Menurut laporan Pars Today, pemungutan suara khusus telah dilaksanakan pada 9 November dengan partisipasi pasukan keamanan, militer, dan para pengungsi. Berdasarkan data resmi dari Komisi Tinggi Pemilihan Umum Irak, lebih dari 82 persen personel keamanan dan militer serta 73 persen pengungsi turut memberikan suara mereka.

Kini menjelang pemilihan umum nasional, persaingan antarblok politik untuk membentuk fraksi terbesar telah memasuki tahap yang sangat krusial, karena fraksi ini memegang peran utama dalam menentukan perdana menteri berikutnya.

Menurut Konstitusi Irak, hak untuk mengajukan calon perdana menteri berada di tangan Fraksi Terbesar di parlemen. Sejak disahkannya konstitusi pada tahun 2005, definisi dari Fraksi Terbesar selalu menjadi sumber perdebatan di antara kelompok politik.

Sebuah tafsiran penting yang dikeluarkan pada tahun 2010 menegaskan bahwa Fraksi Terbesar tidak harus berarti daftar partai yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan umum, melainkan koalisi parlemen yang terbentuk setelah pemilu melalui penggabungan beberapa daftar politik.

Fraksi terbesar ini tidak harus memiliki mayoritas mutlak (50% + 1 kursi), tapi cukup menjadi fraksi dengan jumlah kursi terbanyak dibandingkan yang lain. Mekanisme inilah yang menjadikan lobi politik pasca-pemilu di Irak sebagai proses yang paling rumit dan menentukan, karena kelompok yang berhasil membentuk Fraksi Terbesar berhak memilih perdana menteri, sosok yang akan menjadi kepala pemerintahan sekaligus panglima tertinggi angkatan bersenjata, serta figur paling berpengaruh dalam sistem politik Irak.

Menjelang pemilu 11 November 2025, kompetisi di antara kelompok Syiah, khususnya di dalam Kerangka Koordinasi, semakin intens untuk merebut posisi ini, mengingat konstitusi Irak mengharuskan perdana menteri berasal dari kalangan Syiah.

Selain Fraksi Terbesar, konsep lain yang berperan penting dalam dinamika parlemen Irak adalah Sepertiga Penjamin, yaitu kekuatan minoritas sebesar sepertiga kursi parlemen yang dapat menghalangi pembentukan pemerintahan atau mengendalikan prosesnya.

Untuk memilih presiden Irak, diperlukan kehadiran dua pertiga anggota parlemen. Jika sepertiga anggota (110 dari 329 kursi) memboikot sidang, maka quorum tidak tercapai dan negara akan menghadapi kebuntuan politik, karena tanpa presiden baru, penunjukan perdana menteri juga tidak dapat dilakukan.

Menjelang pemilihan umum ini, belum ada kesepakatan luas di antara blok-blok politik terkait pembentukan Fraksi Terbesar atau Al-Kutlah Al-Akbar dan pencalonan perdana menteri baru.

Proses negosiasi kemungkinan besar akan memakan waktu panjang. Selain itu, boikot pemilu oleh Muqtada al-Sadr, pemimpin kelompok Sadr, turut mempersulit upaya konsolidasi politik. Pada pemilu tahun 2021, kubu Sadr meraih kemenangan bersejarah dengan 73 kursi, tapi karena perbedaan internal, mereka gagal mencalonkan kandidat perdana menteri dan akhirnya, atas perintah al-Sadr pada musim panas 2022, seluruh anggota fraksi Sadr mengundurkan diri dari parlemen.

Tak lama kemudian, Al-Sadr kembali mengumumkan pengunduran dirinya dari politik, untuk kesepuluh kalinya sejak 2013.(sl)