Akademisi Zionis Israel Masih Terisolasi
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i180318-akademisi_zionis_israel_masih_terisolasi
Pars Today - Meskipun gencatan senjata di Gaza, tapi akademisi Israel masih terisolasi.
(last modified 2025-11-15T04:45:06+00:00 )
Nov 15, 2025 11:42 Asia/Jakarta
  • Boikot Israel
    Boikot Israel

Pars Today - Meskipun gencatan senjata di Gaza, tapi akademisi Israel masih terisolasi.

Menurut  laporan Pars Today, surat kabar New York Times menulis dalam sebuah laporan, Boikot universitas-universitas Israel di Eropa, yang telah meningkat pesat sejak awal perang Gaza, merupakan contoh meningkatnya isolasi Israel di tingkat internasional akibat perilaku buruknya dalam perang Gaza.

Emmanuel Nahshon, kepala kelompok kerja gabungan delapan universitas Israel untuk melawan boikot mengatakan, "Boikot ini akan terus berlanjut karena agenda mereka adalah mendelegitimasi Israel."

Menurut laporan ini, sejauh ini 50 institusi akademik di Eropa telah menjatuhkan total lebih dari 1.000 sanksi terhadap Israel, termasuk pemutusan kerja sama, pembatalan program pertukaran pelajar, dan penolakan hibah penelitian bagi akademisi Israel.

Sehubungan dengan hal ini, Universitas Ghent di Belgia, yang dianggap sebagai pemimpin gerakan Eropa ini, mengumumkan setelah gencatan senjata di Gaza bahwa mereka akan terus memboikot semua universitas Israel. Universitas Amsterdam di Belanda juga menyatakan tidak akan menjalin kerja sama baru dengan institusi akademik Israel karena "perdamaian dan keadilan tidak akan tercapai hanya dengan kesepakatan sesederhana itu".

Boikot akademik rezim Zionis meningkat tiga kali lipat

Sementara itu, sebuah media berbahasa Ibrani mengumumkan bahwa boikot akademik dan universitas terhadap Israel telah meningkat tiga kali lipat selama setahun terakhir.

Koran Haaretz melaporkan hal ini, "Universitas-universitas dan pusat-pusat ilmiah dan akademik rezim Zionis menghadapi krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya akhir-akhir ini dan menyaksikan peningkatan sanksi dan pemutusan kerja sama."

Laporan itu menyatakan, Menurut sebuah laporan yang diterbitkan oleh surat kabar berbahasa Ibrani, Haaretz, universitas-universitas di Wilayah Pendudukan menghadapi krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya setelah boikot akademik terhadap peneliti dan institusi Israel meningkat tiga kali lipat dalam satu tahun dan mencapai hampir 1.000 kasus yang terdokumentasi dalam dua tahun terakhir.

Dalam laporannya, surat kabar Haaretz menggambarkan situasi ini sebagai "situasi paling berbahaya dalam sejarah universitas-universitas Israel".

Surat kabar tersebut mengutip kekhawatiran yang berkembang di kalangan akademisi tentang "kerusakan jangka panjang" yang dapat ditimbulkan terhadap penelitian ilmiah di Wilayah Pendudukan, menyusul meluasnya boikot terhadap universitas-universitas Barat, khususnya di Eropa dan Amerika Serikat, sebagai protes terhadap kebijakan pendudukan dan perang yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.

Para akademisi Zionis terkemuka mengatakan kepada surat kabar ini bahwa penelitian ilmiah di (wilayah pendudukan) "berisiko runtuh", sementara belum ada langkah yang diambil untuk mengatasi krisis tersebut.

Haaretz menjelaskan bahwa universitas-universitas rezim Zionis sedang mencari opsi lain untuk kolaborasi akademis di Eropa Timur dan Asia, di tengah kekhawatiran bahwa "penelitian ilmiah Israel akan terusir dari Eropa" dan bahwa beberapa peneliti akan dipaksa beremigrasi untuk menghindari isolasi akademis.

Rektor Universitas Tel Aviv Ariel Porat mengatakan, "Situasi saat ini adalah yang paling berbahaya dalam dua tahun terakhir," sementara wakilnya, Mellat Shamir, mengatakan bahwa embargo "telah memburuk sejak negosiasi gencatan senjata," seraya mencatat bahwa "situasi di Eropa jauh lebih buruk, dan para peneliti muda adalah korban utamanya."

Di sisi lain, Rektor Universitas Ben-Gurion Daniel Haimovich mengatakan bahwa Israel mungkin "membutuhkan satu dekade penuh untuk memulihkan hubungan akademisnya dengan Eropa".

Sementara itu, David Harel, presiden Akademi Ilmu Pengetahuan Zionis, menyatakan bahwa "embargo tersembunyi ini lebih besar daripada embargo yang diumumkan dan akan memengaruhi pendanaan penelitian ilmiah di tahun-tahun mendatang".

Menurut laporan tersebut, sekitar 40 universitas di seluruh dunia telah mengumumkan penangguhan kerja sama secara penuh atau sebagian dengan universitas-universitas di Wilayah Pendudukan, sementara lebih dari 1.000 tindakan sanksi telah diberlakukan, termasuk penolakan kerja sama, undangan ke konferensi, proyek penelitian bersama, pembatalan program pertukaran pelajar, dan penundaan publikasi penelitian.(sl)