Persetujuan Awal Knesset atas RUU Anti-Palestina
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i37450-persetujuan_awal_knesset_atas_ruu_anti_palestina
Parlemen rezim Zionis Israel (Knesset) memberikan persetujuan awal untuk sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mendefinisikan kembali Israel sebagai "Rumah Nasional Orang-orang Yahudi." RUU ini juga akan menjadikan bahasa Ibrani sebagai bahasa resmi Israel.
(last modified 2025-10-25T09:16:00+00:00 )
May 11, 2017 16:02 Asia/Jakarta

Parlemen rezim Zionis Israel (Knesset) memberikan persetujuan awal untuk sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mendefinisikan kembali Israel sebagai "Rumah Nasional Orang-orang Yahudi." RUU ini juga akan menjadikan bahasa Ibrani sebagai bahasa resmi Israel.

RUU rasis yang diusulkan oleh anggota-anggota Partai Likud tersebut disetujui pada Rabu, 10 Mei 2017 dengan 48 suara setuju dan 41 suara menentang. Dengan demikian, jika RUU tersebut sampai pada finalnya, Israel akan menjadi "Negara Etnis Yahudi."

Jamal Zahalka, dari partai sayap kiri Balad dikeluarkan dari Knesset pada Rabu sore setelah ia merobek salinan RUU itu dan menyebut Avi Dichter, anggota partai Likud yang mengusung RUU tersebut sebagai seorang "fasis" dan "rasis."

Sementara itu, Zehava Gal-On, pemimpin Partai Meretz mengatakan bahwa RUU tersebut adalah sebuah deklarasi perang terhadap warga Arab dan bertentangan dengan Israel sebagai sebuah masyarakat yang diatur "secara demokratis."

Panitia Keadilan Knesset akan mengevaluasi RUU itu dan mengembalikannya ke parlemen untuk tiga putaran pemungutan suara lagi sebelum menjadi sebuah UU. Jika RUU ini mencapai persetujuan akhir, maka Baitul Maqdis akan dijadikan sebagai ibukota rezim Zionis dan bahasa Ibrani menjadi bahasa resmi rezim ilegal dan penjajah ini.

Persetujuan atas RUU yang akan menetapkan Israel sebagai "Negara Etnis Yahudi" merupakan upaya rezim Zionis agar kebijakan-kebijakan rasisnya diakui dan sekaligus menyiapkan kondisi agar masyarakat internasional menerimanya.

Rezim Zionis mengejar beberapa tujuan dari upayanya agar masyarakat internasional menerima Israel sebagai Negara Yahudi. Pengusiran penuh seluruh penduduk Arab-Israel yang merupakan keturunan warga Palestina yang tinggal di berbagai wilayah Palestina pendudukan tahun 1948, di mana jumlahnya mencapai sekitar 1,5 juta orang, adalah tujuan utama dari babak baru langkah agresif itu.

Langkah baru rezim Zionis menunjukkan bahwa warga Palestina di manapun tempatnya, terutama di wilayah Palestina pendudukan (Israel) tidak aman dari kejahatan dan kebijakan rasis rezim penjajah al-Quds itu.

Warga Palestina yang tinggal di berbagai wilayah pendudukan tahun 1948 –dimana mereka tidak bersedia meninggalkan rumah mereka ketika terjadi pendudukan rezim Zionis, dan rezim ini menyebut mereka sebagai ArabIsrael– selalu menjadi korban kebijakan destruktif dan rasis Israel.

Yang pasti, tujuan utama rezim Zionis menyetujui RUU yang mengakui rezim ini sebagai sebuah Negara Yahudi adalah untuk menyiapkan kondisi bagi pengusiran semua warga Palestina dari wilayah pendudukan dan melarang pembentukan Negara Palestina.

Rezim Zionis dengan berbagai cara berusaha memaksa penduduk Palestina keluar dari wilayah pendudukannya. Persetujuan kepada RUU tersebut adalah bagian dari upaya luas Tel Aviv untuk mengusir penduduk Palestina dari tanah air mereka dan memberlakukan kebijakan keras dan diskriminatif terhadap mereka.

Penduduk Palestina yang tinggal di berbagai wilayah pendudukan tahun 1948 pada dasarnya tidak memiliki hak apapun dalam masyarakat Zionis. Mereka selalu menjadi korban tekanan, diskriminasi dan pengusiran dari rumah-rumah mereka.

Rezim rasis Zionis selalu mengagendakan kebijakan pembersihan etnis secara besar-besaran di berbagai wilayah Palestina yang didudukinya sejak tahun 1948, di mana kebijakan ini berdampak pada penurunan drastis jumlah penduduk Palestina.

Babak baru ekspansionisme Isreal menunjukkan bahwa segala bentuk sikap mundur Palestina dalam menghadapi rezim Zionis akan berakibat peningkatan kebijakan ekspansionis rezim ilegal ini di berbagai wilayah Palestina.

Melihat hal itu, Gerakan Muqawama Islam Palestina (Hamas) menegaskan kembali bahwa jika 99 persen dari seluruh wilayah Palestina terbebas dari penjajah, kami tetap tidak akan membiarkan 1 persen sisanya, dan kami tidak akan pernah mengakui Israel di wilayah 1 persen tersebut.

Lambannya masyarakat internasional untuk menyikapi dan menindak rezim Zionis telah menyebabkan rasisme lain dari rezim ini semakin meluas. Tentunya dampak dari kondisi ini bagi masyarakat internasional jauh lebih berbahaya daripada bentuk-bentuk lain dari rasisme, termasuk apartheid, fasisme dan nazisme. Hal ini mengingat rezim Zionis adalah rezim yang tidak mengenal aturan dan hukum serta tidak meyakini nilai-nilai luhur kemanusiaan. (RA)