Kegagalan Proyek AS-Zionis untuk Timur Tengah
Sekjen Hizbullah Lebanon Sayid Hassan Nasrallah dalam sebuah pidato di Beirut pada Kamis (31/8/2017), memuji kemenangan baru-baru ini yang dicapai oleh pejuang Hizbullah dan militer Lebanon dalam perang melawan teroris Daesh. Ia menegaskan wilayah Lebanon telah benar-benar bebas dari keberadaan teroris.
Ia menyebut penyebaran teroris di timur laut Lebanon, Suriah, Irak, pembantaian di Yaman, dan perang di Suriah sebagai skenario Amerika-Zionis-Takfiri dengan tujuan menjarah kekayaan negara-negara Timur Tengah termasuk minyak dan gas.
Pidato sekjen Hizbullah Lebanon semakin menyadarkan opini publik bahwa kekuatan-kekuatan Barat pimpinan AS telah menyusun sebuah skenario busuk untuk Timur Tengah. Tujuan utama konspirasi ini menghancurkan segala hal termasuk kekuatan militer dan elemen-elemen pertahanan dan infrastruktur negara-negara Timur Tengah.
Rezim Zionis Israel dan gerakan Takfiri – salah satu yang terbesar Daesh – adalah dua unsur utama untuk menjalankan skenario Amerika di kawasan. Timur Tengah selain menyaksikan kejahatan Israel selama tujuh dekade lalu, juga berada di bawah serangan dan ancaman kelompok-kelompok teroris Takfiri dalam beberapa tahun terakhir.
Kedua monster ciptaan Barat itu merupakan dua sisi mata uang yang mengejar satu tujuan yaitu; mendestabilisasi kawasan dan mengontrol negara-negara regional serta merampas sumber-sumber minyak dan air mereka.
Para pejabat AS memiliki berbagai trik demi memajukan kebijakan hegemoninya di Timur Tengah. AS menggulirkan proyek Timur Tengah Baru dengan cara memecah negara-negara kawasan atas dasar sekte dan etnis sehingga mereka menjadi lemah dan sekaligus memperkuat posisi Israel.
Namun, kekalahan rezim Zionis dalam agresinya ke Lebanon pada tahun 2006 praktis telah menggagalkan konspirasi Washington-Tel Aviv yang disebut Timur Tengah Baru.
Pada masa itu, para pejabat Washington termasuk Menlu AS waktu itu, Condoleezza Rice secara tegas mengatakan bahwa Lebanon akan menjadi garis start proyek Timur Tengah Baru, dan Israel sengaja mengobarkan perang 33 hari dengan tujuan merealisasikan proyek tersebut di Lebanon.
Akan tetapi, reaksi tepat kelompok-kelompok pejuang Lebanon yang dikomandoi Hizbullah telah memaksa rezim Zionis menelan kekalahan pahit dan membuat proyek Amerika layu sebelum berkembang.
Menghadapi realita itu, para pejabat Amerika berusaha membajak aksi protes dan kebangkitan bangsa-bangsa di kawasan dalam beberapa tahun terakhir demi mencapai misinya serta mendorong gerakan-gerakan Takfiri untuk mengacaukan negara-negara regional.
Namun, persatuan dan perlawanan bangsa-bangsa regional membuat gerakan teroris Takfiri gagal dalam mewujudkan mimpi Amerika-Zionis di Timur Tengah. (RM)