Mengapa Kelompok Palestina Menilai Pertemuan Sharm El-Sheikh Tidak Efektif?
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i178292-mengapa_kelompok_palestina_menilai_pertemuan_sharm_el_sheikh_tidak_efektif
Pars Today - Gerakan Hamas, dalam sebuah pernyataan, mengabaikan konferensi Sharm El-Sheikh dan menekankan perlunya mewujudkan hak-hak sah rakyat Palestina.
(last modified 2025-10-14T07:49:15+00:00 )
Okt 14, 2025 17:47 Asia/Jakarta
  • Pertemuan Sharm El-Sheikh
    Pertemuan Sharm El-Sheikh

Pars Today - Gerakan Hamas, dalam sebuah pernyataan, mengabaikan konferensi Sharm El-Sheikh dan menekankan perlunya mewujudkan hak-hak sah rakyat Palestina.

Dalam sebuah pernyataan, Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) mengucapkan selamat atas pembebasan tahanan Palestina dari penjara rezim Zionis, dan menganggapnya sebagai pencapaian nasional yang bersejarah lalu mengumumkan, Perlawanan dan kepatuhan terhadap hak-hak nasional Palestina adalah satu-satunya cara untuk membebaskan tanah Palestina dari pendudukan Zionis, memulangkan para pengungsi, dan mendirikan negara Palestina yang merdeka.

Hamas memperingatkan bahwa para pejabat rezim Zionis, terutama Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan anggota Kabinet Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich, tidak dapat menghalangi rakyat Palestina untuk bersukacita atas pencapaian perlawanan.

Pada konferensi Sharm El-Sheikh, yang diadakan di Mesir pada hari Senin, 13 Oktober, menurut para pejabat Amerika, tujuan utamanya adalah mencapai kesepakatan gencatan senjata dan mengakhiri perang Gaza, sementara gerakan perlawanan Palestina seperti Hamas dan Jihad Islam tidak berpartisipasi dalam pertemuan itu.

Perlawanan Palestina menganggap pertemuan Sharm El-Sheikh tidak sah dan tidak efektif dalam mewujudkan hak-hak sejati rakyat Palestina, dan karena kurangnya partisipasi langsung dalam negosiasi, mereka mengejar prioritasnya secara independen dari proses diplomatik.

Ketidakpercayaan terhadap peran AS sebagai mediator, terutama mengingat persenjataan dan dukungan politik Washington terhadap rezim Zionis, telah membuat perlawanan Palestina menganggap pertemuan itu  bukan upaya perdamaian yang sesungguhnya, melainkan pertunjukan politik.

Husam Badran, anggota Biro Politik Hamas memperingatkan bahwa jika rezim Zionis melanggar gencatan senjata, perlawanan akan merespons dan bahwa tidak ada kesepakatan yang boleh dianggap sebagai kemunduran dari prinsip-prinsip perlawanan. Perlawanan Palestina percaya bahwa kesepakatan tanpa jaminan implementasi dan tanpa kehadiran langsung pihak-pihak yang bertikai tidak akan berkelanjutan.

Perlawanan Palestina menganggap pertemuan Sharm El-Sheikh sebagai bagian dari proses yang lebih mementingkan kepentingan negara-negara besar dan rezim Zionis daripada hak-hak sejati rakyat Palestina. Kelompok perlawanan Palestina menekankan hak kembalinya pengungsi, diakhirinya pendudukan, penghentian pembangunan permukiman, dan pembebasan tahanan, serta memprioritaskan isu-isu ini, bahkan jika isu-isu tersebut tidak diangkat dalam negosiasi resmi.

Pemerintah AS mengklaim sebagai mediator, padahal sebenarnya merupakan pendukung militer dan politik utama rezim Zionis. Hal ini menyebabkan perlawanan Palestina memandang peran Washington bias dan tidak adil.

Perlawanan Palestina, terutama kelompok-kelompok seperti Hamas dan Jihad Islam, tidak mempercayai pertemuan seperti Sharm El-Sheikh karena mereka memandang pertemuan-pertemuan tersebut sebagai bagian dari proses politik yang bertujuan mengkonsolidasikan pendudukan dan kepentingan rezim Zionis serta kekuatan-kekuatan Barat, alih-alih mewujudkan hak-hak rakyat Palestina.

Hamas dan Jihad Islam juga memandang pertemuan-pertemuan seperti Sharm El-Sheikh sebagai pertemuan yang tidak sah, tidak konklusif, dan bertentangan dengan aspirasi rakyat Palestina. Mereka lebih memilih untuk mengejar prioritas mereka melalui perlawanan di lapangan dan negosiasi informal dengan mediator regional.

Selama pertemuan-pertemuan seperti Sharm El-Sheikh diselenggarakan tanpa kehadiran dan partisipasi nyata dari pihak-pihak utama, tanpa memperhatikan hak-hak dasar rakyat Palestina, dan dengan kekuatan-kekuatan Barat sebagai pusatnya, pertemuan-pertemuan tersebut tidak akan dapat mewujudkan hak-hak Palestina.

Hamas dan Jihad Islam memandang perlawanan bukan sekadar respons terhadap agresi, melainkan sebagai strategi jangka panjang untuk mewujudkan hak-hak rakyat Palestina. Kelompok-kelompok ini meyakini bahwa tanpa tekanan di lapangan dan perjuangan berkelanjutan, tidak ada mekanisme diplomatik yang akan mampu memenuhi tuntutan rakyat Palestina.

Dari perspektif perlawanan, pertemuan-pertemuan seperti di Sharm El-Sheikh diselenggarakan di bawah pengaruh Amerika Serikat dan sekutu Baratnya, yang seringkali berupaya menstabilkan pendudukan dan menormalisasi hubungan dengan rezim Zionis. Ketidakpercayaan ini berakar pada pengalaman historis perjanjian-perjanjian sebelumnya atau gencatan senjata sementara yang dirancang untuk menguntungkan rezim Zionis, sementara hak-hak sah rakyat Palestina diabaikan.

Berdasarkan pengalaman historis, analisis struktur politik pertemuan-pertemuan tersebut, dan penekanan pada prinsip-prinsip perlawanan, Hamas dan Jihad Islam menyimpulkan bahwa hanya melalui perlawanan di lapangan dan tekanan berkelanjutan, hak-hak rakyat Palestina dapat dipulihkan, dan bahwa pertemuan-pertemuan seperti di Sharm El-Sheikh bukanlah jalan menuju keadilan bagi rakyat Palestina, melainkan alat untuk manajemen krisis dan stabilisasi pendudukan.(sl)