Windfall Profits Bikin AS dan Eropa Ribut dan Berseteru
Perusahaan raksasa minyak dan gas (migas) multinasional Amerika Serikat, ExxonMobil, menggugat Uni Eropa sebagai upaya memaksa Uni ini menghapus pajak keuntungan tak terduga atau windfall profits yang dikenakan pada perusahaan-perusahan migas.
Pajak "rejeki nomplok" atau windfall profits dikenakan pada perusahaan yang mendapat manfaat dari sesuatu yang bukan tanggung jawab mereka. Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen pada September mengumumkan rencana pengenaan pembayaran "kontribusi krisis" terhadap perusahaan besar migas dan batu bara atas peningkatan keuntungan mereka pada tahun 2022.
Pajak baru ini akan mulai berlaku pada 31 Desember 2022 dan akan setara dengan setidaknya 33 persen dari setiap laba yang meliputi pajak semua perusahaan minyak pada 2022 dan 2023, yaitu 20 persen lebih tinggi dari rata-rata laba antara 2018 dan 2021 (lebih dari 20% lebih besar dari rata-rata untuk tiga tahun sebelumnya).
Exxon menuduh Brussel telah melampaui otoritas hukumnya dengan mengenakan pajak yang menurut rencana akan terkumpul hingga 25 miliar euro. Menurut Exxon, pihaknya akan menuntut Uni Eropa guna memaksanya menghapus windfall profits yang dikenakan terhadap kelompok-kelompok minyak.
Gugatan tersebut diajukan pada hari Rabu (28/12/2022) oleh anak perusahaan Jerman dan Belanda di Pengadilan Umum Eropa di Luxembourg. Gugatan ini merupakan tindakan paling signifikan yang diambil oleh pemerintah Eropa terhadap pajak industri minyak, yang terjadi di tengah kenaikan harga energi setelah serangan militer Rusia ke Ukraina.
Gugatan itu mengancam kemungkinan pemungutan pajak yang diumumkan oleh Komisi Eropa bahwa pengumpulan hasil pajak 25 miliar euro itu akan digunakan untuk membantu mengurangi tagihan energi warga di negara-negara anggota.
Terlepas dari harapan pada era kepresidenan Joe Biden di bidang konvergensi transatlantik dan penyambungan kembali Eropa dan AS, namun perselisihan dan kesenjangan antara kedua sisi Samudera Atlantik ini telah muncul di bidang ekonomi dan komersial. Masalah ini menyebabkan eskalasi perselisihan antara Brussels dan Washington.
Kali ini, perdebatannya adalah pada tindakan Eropa untuk mengkompensasi sebagian kerugian yang disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar dan tagihan listrik dan gas warga negara Eropa, yang terjadi sebagai dampak dari kerja sama Eropa dengan AS dalam memberlakukan dan menerapkan sanksi ekstensif terhadap Rusia di bidang pengangkut energi.
Dengan membabi buta mengikuti AS dan tanpa mempertimbangkan kepentingan jangka panjang dan risiko yang ditimbulkan oleh tindakan anti-Rusia, Eropa meluncurkan sanksi besar terhadap Rusia.
Sanksi ini langsung ditanggapi balik oleh Moskow dan menyebabkan penurunan tajam dalam ekspor minyak dan gas ke Eropa. Selain itu, respons balik Rusia juga menyebabkan peningkatan inflasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan permulaan resesi ekonomi di banyak negara Eropa, termasuk Jerman, Prancis, dan Inggris Raya.
Sekarang Uni Eropa mencoba membuat AS berpartisipasi dalam penyelesaian peningkatan biaya yang disebabkan oleh kebijakan dan tindakan Barat terhadap Rusia dengan mengenakan pajak pada perusahaan-perusahan minyak negara itu.
Komisi Eropa menekankan dalam hal ini bahwa menerima pajak atas pendapatan (keuntungan) tak terduga sepenuhnya sejalan dengan undang-undang Uni Eropa. Menurut komisi itu, kemitraan dan solidaritas (antara sektor produsen dan konsumen energi) akan memastikan bahwa seluruh sektor energi membayar bagiannya pada masa-masa sulit ini.
Di sisi lain, perusahaan minyak Exxon mengklaim bahwa meskipun biaya energi yang tinggi memberikan banyak tekanan pada keluarga dan bisnis di negara-negara Uni Eropa, namun mereka berpendapat bahwa pajak keuntungan tak terduga tidak produktif dan mematahkan semangat investor serta melemahkan investasi serta membuat bergantung pada impor.
Juru bicara Exxon Casey Norton mengatakan, Exxon telah menghabiskan $3 miliar untuk proyek penyulingan di Eropa selama 10 tahun terakhir, dan telah meningkatkan produksinya pada saat Eropa berjuang untuk mengurangi impor energi dari Rusia.
Para kepala dan pejabat senior Eropa baru-baru ini memperingatkan tentang risiko perang dagang dengan AS karena adopsi Undang-Undang Pengurangan Inflasi (IRA) dan mengancam akan mengadu ke Organisasi Perdagangan Dunia jika Washington terus mengabaikan kritik dari Uni Eropa.
Gedung Putih memuji IRA sebagai upaya inovatif untuk menghidupkan kembali manufaktur Amerika dan mempromosikan teknologi terbarukan, tetapi negara-negara Uni Eropa meyakini bahwa AS telah mengobarkan perang dagang dengan Eropa dengan mensubsidi sektor ekonomi hijau, dan pada saat yang sama, pengenaan pajak atas produk perusahaan Eropa akan menghilangkan kesempatan mereka untuk bersaing secara adil dengan pesaing-pesaing Amerika. (RA)