Partai Berkuasa Jepang Menolak Kepatuhan Mutlak atas Semua Keputusan AS
Akira Amari, mantan Menteri Perdagangan Jepang dan anggota Partai Demokrat Liberal yang berkuasa di parlemen, menentang kepatuhan penuh negara tersebut terhadap kebijakan Amerika Serikat untuk mengembargo Cina.
Sementara itu, elit politik, budaya, dan ekonomi Jepang, yang memiliki suara dan pendapat di majelis sipil, menentang kepatuhan buta Tokyo terhadap kebijakan Washington.
Sekarang tampaknya penolakan semakin meningkat dan menyebar ke tingkat parlemen juga.
Persoalan ini patut diperhatikan dan dipikirkan dalam dimensi yang berbeda, terutama terkait kerja sama pemerintah Jepang dengan Amerika Serikat melawan Cina.
Ali Khazaei, seorang ahli masalah politik, mengatakan:
"Ada keprihatinan yang mendalam di masyarakat Jepang bahwa jika terjadi krisis serupa dengan yang terjadi di Ukraina yang disebabkan oleh Amerika Serikat, maka krisis di Selat Taiwan juga akan meningkat, dalam hal ini Jepang yang akan paling menderita. Oleh karena itu, para elit Jepang percaya bahwa pemerintah negara ini harus mengambil langkah-langkah untuk membantu menyelesaikan ketegangan antara kedua negara, bukan hanya mengikuti kebijakan anti-Cina dari Amerika Serikat."
Amerika Serikat, Belanda, dan Jepang baru-baru ini menyepakati sanksi baru terhadap Cina. Sanksi itu akan menghentikan ekspor peralatan tertentu ke Cina untuk pembuatan microchip canggih. Itu berarti bahwa Jepang berada di seluruh arena permainan Amerika melawan Cina.
Sementara Jepang dianggap sebagai tetangga regional Cina, rakyat dan elit Cina mengharapkan pemerintah Tokyo untuk mengadopsi kebijakan yang sejalan dengan kepentingan nasional dan menstabilkan perdamaian dan keamanan di wilayah tersebut.
Oleh karena itu, pertanyaan penting ini diajukan oleh perwakilan Partai Demokrat Liberal Jepang yang berkuasa, berapa harga dan biaya yang harus dibayar pemerintah Tokyo untuk mengikuti kebijakan Amerika?
Abolfazl Zohrehvand, seorang ahli masalah internasional, mengatakan tentang hal ini:
Akira Amari, mantan Menteri Perdagangan Jepang dan anggota Partai Demokrat Liberal yang berkuasa di parlemen, menentang kepatuhan penuh negara tersebut terhadap kebijakan Amerika Serikat untuk mengembargo Cina.
"Mengenai posisi geografis Amerika Serikat, jika terjadi krisis dan konflik di Asia Timur, negara-negara di kawasan ini, terutama Jepang dan Korea Selatan yang akan sangat dirugikan, dan Amerika tidak akan dirugikan. Sementara konflik dan kerusakan ini tidak akan menguntungkan negara-negara di kawasan tersebut, termasuk Jepang. Untuk alasan ini, penentangan meningkat di Jepang terkait kepatuhan mutlak pemerintah Tokyo dengan Washington melawan Cina."
Bagaimanapun, Washington bermaksud menghentikan upaya Beijing untuk mendominasi produksi microchip dan mencegah negara ini memperoleh semikonduktor yang dapat meningkatkan kekuatan militernya.
Ini terlepas dari kenyataan bahwa bagian penting dari ekspor Jepang adalah teknologi semacam itu, dan menjatuhkan sanksi terhadap Cina dalam hal ini tidak dapat menguntungkan ekonomi Jepang yang berorientasi ekspor.
Pada saat yang sama, para elit di Jepang juga percaya bahwa Partai Demokrat Liberal yang berkuasa secara membabi buta mengikuti kebijakan Amerika, terutama terkait Cina, dapat mendistorsi kemandirian Jepang dalam pengambilan keputusan.
Sementara itu, Jepang memiliki pemerintahan mandiri dengan kebijakan luar negeri berdasarkan kepentingan nasional, dan distorsi proses ini bukan hanya mengkhawatirkan masyarakat elit tetapi juga perwakilan dari partai yang berkuasa.
Mengingat Partai Liberal Demokrat yang berkuasa membutuhkan suara rakyat dalam setiap pemilu, maka sentimen masyarakat yang semakin intensif tidak menguntungkan partai tersebut.
Apalagi mengingat kejahatan AS di Jepang, sentimen anti-Amerika sangat tinggi di negara itu, dan partai oposisi dapat menungganginya. Gelombang sentimen anti-Amerika dari rakyat akan memusingkan partai yang berkuasa di setiap pemilu.(sl)