Amerika Tinjauan dari Dalam, 4 Maret 2023
-
AS kembali Jatuhkan sanksi terhadap Iran
Perkembangan di dalam negeri Amerika selama sepekan lalu diwarnai sejumlah isu penting, di antaranya; AS Jatuhkan Sanksi Baru terhadap Iran.
Selain itu, masih ada isu lainnya seperti;
- Pesawat AS Masuk Taiwan, Pasukan Cina Siaga Penuh
- Riset: Dua Bulan, Enam Ribu Lebih Korban Jiwa Senpi di AS
- Trump: Kinerja Pemerintahan Biden Sebabkan Cina dan Rusia Bersatu
- Fox News Bongkar AS Gunakan Balon Mata-Mata Bertahun-Tahun
- AS Khawatir Negara-Negara Dunia Tak Hiraukan Sanksi Rusia
- Nikki Haley Dukung Pencalonan Trump di Pilpres Mendatang
- Tik Tok Dilarang, Amerika Khawatirkan Pengaruh Media Cina
- AS umumkan bantuan senjata tambahan senilai Rp6 triliun untuk Ukraina
AS Jatuhkan Sanksi Baru terhadap Iran
Amerika Serikat dilaporkan menjatuhkan sanksi baru terhadap sejumlah perusahaan dan kapal sebagai kelanjutan dari pendekatan ganda dan kebijakan tekanan maksimum terhadap Iran.

Pemerintah Amerika demi tujuan permusuhannya terhadap Republik Islam Iran dan untuk memajukan perang hibrida serta ekonomi terhadap bangsa Iran, menjatuhkan berbagai sanksi dengan berbagai alasan dan perusahaan Amerika dan perusahaan di negara ketiga diharuskan untuk mematuhinya.
Pejabat pemerintah Joe Biden berulang kali mengakui kegagalan kebijakan represi maksimum terhadap Iran, tapi dalam prakteknya mereka masih menerapkan kebijakan ini, karena sanksi di kebijakan AS senantiasa menjadi alat untuk memajukan ambisi sepihaknya.
IRNA melaporkan, Departemen Keuangan AS Kamis (2/3/2023) menjatuhkan sanksi kepada enam perusahaan di Iran, Uni Emirat Arab (UEA), Cina dan Vietnam, serta 20 kapal dengan alasan memiliki hubungan dengan Iran.
Amerika Serikat dianggap sebagai negara embargo terbesar di dunia, yang sejalan dengan tujuan dan kepentingannya memiliki sejarah paling banyak dalam menerapkan segala jenis sanksi terhadap negara lain.
Pesawat AS Masuk Taiwan, Pasukan Cina Siaga Penuh
Setelah pesawat mata-mata Amerika Serikat terdeteksi memasuki Selat Taiwan, Angkatan Bersenjata Cina segera disiagakan penuh.
Dikutip stasiun televisi Russia Today, Selasa (28/2/2023), pesawat patroli mata-mata anti-kapal selam AS, P-8A Poseidon pada hari Senin terlacak terbang di langit Selat Taiwan yang memisahkan daratan Cina dengan Taiwan.
Merespon aksi provokasi AS tersebut, pemerintah Cina menerbangkan sebuah jet tempur Sukhoi Su-27, untuk mengawasi pergerakan pesawat mata-mata AS itu.
Juru bicara Komando Wilayah Timur Tentara Pembebasan Rakyat Cina, PLA mengumumkan, pertunjukan AS ini sengaja dilakukan untuk merusak situasi kawasan, dan mengancam perdamaian serta stabilitas di kawasan.
Angkatan Bersenjata AS mengakui manuver ini, dan Komando Armada ke-7 mengatakan, AS akan terus melanjutkan penerbangan, pelayaran, dan operasinya di mana pun hukum internasional mengizinkan, termasuk di Selat Taiwan.
Menurut Russia Today, Kementerian Pertahanan Nasional Taiwan juga mengaku mengetahui penerbangan pesawat mata-mata Poseidon AS di wilayahnya.
Riset: Dua Bulan, Enam Ribu Lebih Korban Jiwa Senpi di AS
Sebuah lembaga di Amerika Serikat mengungkapkan lebih dari 6.000 orang terbunuh dalam penggunaan senjata api sejak awal tahun ini.

Berdasarkan riset yang dilakukan sebuah organisasi di Swiss yang dirilis hari Minggu (26/2/2023) mengumumkan bahwa Amerika Serikat adalah satu-satunya negara di dunia dengan jumlah senjata lebih besar dari jumlah orangnya.
Berdasarkan laporan ini, sebanyak 120 pucuk senjata per 100 orang dewasa Amerika.
Data yang dikeluarkan lembaga Arsip Kekerasan Bersenjata menunjukkan lebih dari enam ribu orang telah tewas di seluruh Amerika Serikat akibat senjata api dalam kurang dari dua bulan.
Berdasarkan data ini, rata-rata 116 orang terbunuh akibat penggunaan senjata api dalam sehari.
Menurut laporan itu, dari Januari hingga Februari tahun ini, 84 kasus penembakan massal telah terjadi di Amerika Serikat, dengan korban setidaknya empat tewas dan terluka.
Perbandingan statistik senjata antara AS dan negara-negara lain di dunia menunjukkan Amerika Serikat sebagai negara yang terbesar dalam kejahatan penggunaan senjata api.
Meskipun Amerika Serikat menyumbang sekitar lima persen dari populasi dunia, tapi hampir 31 persen kasus pembunuhan massal dengan senjata terjadi di negara ini.
Investigasi menunjukkan bahwa jumlah kasus kematian akibat penggunaan senjata api di AS telah mencapai level tertinggi dalam tiga puluh tahun terakhir.
Trump: Kinerja Pemerintahan Biden Sebabkan Cina dan Rusia Bersatu
Donald Trump menilai kinerja pemerintah Amerika Serikat saat ini telah mendekatkan hubungan antara Cina dan Rusia, yang menjadi masalah paling berbahaya bagi Amerika Serikat.
Mantan Presiden AS, Donald Trump dalam sebuah wawancara hari Minggu (26/2/2023) mengatakan, "Pemerintahan Joe Biden "memaksa" Cina dan Rusia untuk bersatu satu sama lain, yang seharusnya dihindari dengan cara apa pun,".

"Ketika saya masih menjadi mahasiswa muda yang mempelajari sejarah, saya belajar bahwa kita tidak boleh membiarkan Cina dan Rusia bersatu. Tetapi sekarang, negara kita telah memaksa mereka untuk bersatu, dan ini menjadi masalah paling berbahaya yang menimpa negara ini," ujar Trump.
Mengenai insiden ledakan di pipa transmisi gas Nord Stream oleh Amerika Serikat, Trump menjelaskan, "Insiden ini mungkin dilakukan oleh kita, mungkin dilakukan oleh Ukraina, mungkin juga dilakukan oleh negara ketiga yang menginginkan masalah. Satu-satunya yang tidak bisa disalahkan adalah Rusia,".
Trump baru-baru ini juga mengkritik kunjungan Biden ke Ukraina menjelang peringatan setahun perang Ukraina, dengan mengatakan bahwa dunia sekarang berada di ambang Perang Dunia Ketiga, karena Biden dan kumpulan "tawanan" dalam pemerintahannya.
Fox News Bongkar AS Gunakan Balon Mata-Mata Bertahun-Tahun
Media AS mengatakan pemerintah AS telah menggunakan balon mata -mata selama beberapa dekade.
Media AS melaporkan bahwa militer negaranya telah menembak jatuh balon Cina.
Amerika Serikat mengklaim bahwa balon itu diluncurkan untuk aksi spionase dan mengumpulkan informasi, tapi Cina membantahnya, dengan mengatakan untuk penyelidikan iklim dan secara acak masuk ke wilayah udara AS.
Fox News hari Jumat (24/2/2023) melaporkan, sejak Perang Dunia I, Lockheed Martin mengembangkan balon kecil yang disebut Aerostat yang dapat dilengkapi dengan radar, kamera inframerah dan peralatan lainnya.
Lockheed Martin menguji balon mata -mata yang lebih kecil di tahun 2015, tetapi tidak mengungkapkan peralatan yang digunakannya.
Menurut laporan itu, versi yang lebih kecil dari aerostat digunakan oleh militer AS di Asia Barat untuk memantau jet tempur musuh dalam kerangka program pemantauan yang disebut sistem pertahanan terhadap ancaman berkelanjutan.
AS Khawatir Negara-Negara Dunia Tak Hiraukan Sanksi Rusia
Pemerintah Amerika Serikat bermaksud menggulirkan program baru untuk menekan negara-negara dunia, dan individu-individu yang membantu Rusia melawan "hukuman ekonomi" Barat.
Financial Times, Jumat (3/3/2023) melaporkan, pemerintah AS saat ini tengah mengkhawatirkan bantuan Uni Emirat Arab, dan Turki terhadap Rusia, untuk menghindari sanksi.

Menurut Financial Times, detail program baru AS ini disusun oleh Departemen Keuangan, Departemen Perdagangan, dan Departemen Kehakiman AS.
Pada saat yang sama, sekutu-sekutu AS meyakini bahwa Turki dan UEA bersama negara-negara Asia Tengah, dan Kaukasus tidak berminat untuk mengucilkan Rusia baik dari sisi ekonomi, maupun militer.
Pemerintah AS mengatakan, siapa pun yang berusaha membantu mesin perang Rusia lari dari sanksi, dan larangan ekspor Washington, maka mereka akan menerima hukuman.
Asisten Menteri Keuangan AS, Elizabeth Rosenberg dalam sebuah pertemuan tertutup mengatakan, "UEA juga termasuk dari negara-negara yang berada di bawah pengawasan AS."
Menurut Rosenberg, perusahaan-perusahaan UEA antara bulan Juli hingga November 2022, mengirim komoditas ke perusahaan-perusahaan Rusia yang disanksi, senilai lebih dari 18 juta dolar.
Ia menambahkan, lima juta dolar dari komoditas yang dikirim ke perusahaan-perusahaan Rusia itu adalah produk AS, dan mencakup barang-barang yang dilarang untuk diekspor.
Nikki Haley Dukung Pencalonan Trump di Pilpres Mendatang
Nikki Haley, mantan dubes AS di PBB di masa mantan presiden Donald Trump berjanji akan mendukung Trump dalam pemilihan presiden AS pada tahun 2024.
Haley mengungkapkan janji ini dalam sebuah wawancara podcast "Honestly". Demikian dilaporkan IRNA mengutip Washington Post Kamis (2/3/2023) malam.

Statemen Haley ini dirilis beberapa hari setelah Ketua Komisi Nasional Republik, Ronna McDaniel di progam "Situasi Negara" di televisi CNN mengatakan, calon dari Partai Republik untuk Gedung Putih pada tahun 2024 harus berjanji untuk mendukung calon presiden dari partai tersebut. Ia mengatakan, jika tidak, maka mereka akan terancam dicekat di babak debat.
Kubu Republik khawatir bahwa Trump tidak akan menyetujui komitmen ini.
Trump di bulan lalu mengatakan bahwa dukungannya terhadap calon Partai Republik tergantung pada siapa kandidat tersebut.
Ia menolak berjanji untuk menghadiri seluruh fase debat. Penolakan Trump tersebut membuat citranya di antara kubu Republik semakin pudar, karena ia terus mengumbar kebohongan bahwa dirinya kalah di pemilu 2020 karena terjadi kecurangan besar-besaran.
Tik Tok Dilarang, Amerika Khawatirkan Pengaruh Media Cina
Di tengah eskalasi ketegangan antara Cina dan Amerika Serikat, Komisi Hubungan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat AS berusaha untuk mengeluarkan aturan larangan nasional penggunaan media sosial Cina, Tik Tok.
Komisi Hubungan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat AS hari Rabu (1/3/2023) menyetujui rancangan undang-undang yang jika disetujui oleh Presiden AS Joe Biden akan memungkinkan pelarangan penggunaan perangkat lunak media sosial Cina, Tik Tok, yang memiliki pengguna lebih dari 100 juta orang di AS.
Komisi Hubungan Luar Negeri AS mengadakan pertemuan pada hari Selasa untuk membahas rancangan undang-undang yang diusulkan oleh Partai Republik.

Komisi Hubungan Luar Negeri Dewan AS hari Rabu (1/3/2023) menyetujui rancangan undang-undang larangan Tik Tok di negara yang disetujui oleh 24 suara, dengan 16 suara menentang.
Tujuan pengesahan rancangan undang-undang ini untuk mengupayakan transparansi pada layanan non-implementatif, dan larangan berbagi data pribadi yang sensitif di bawah Undang -Undang Ekonomi Darurat AS.
RUU itu sekarang akan dikirim ke Dewan Perwakilan Rakyat AS untuk mendapatkan persetujuan.
Larangan nasional di media sosial harus mendapatkan persetujuan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat AS, kemudian dilakukan pemungutan suara di Kongres AS, dan jika presiden AS menyetujui, maka dapat diubah menjadi undang-undang.
AS umumkan bantuan senjata tambahan senilai Rp6 triliun untuk Ukraina
Amerika Serikat (AS) pada Sabtu mengumumkan paket bantuan keamanan militer terbaru untuk Ukraina senilai 400 juta dolar AS (sekitar Rp6 triliun).
Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken mengatakan bahwa paket bantuan terbaru itu didanai oleh Presidential Drawdown Authority, yang memungkinkan pengiriman barang dan jasa dari Departemen Pertahanan AS untuk dikirimkan tanpa persetujuan Kongres dalam menanggapi situasi darurat.
Paket bantuan militer tersebut mencakup lebih banyak amunisi untuk Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi atau peluncur rudal (HIMARS) dan howitzer, kata Blinken dalam pernyataan tertulis di situs web Departemen Luar Negeri AS yang dipantau ANTARA pada Sabtu.

Selain itu, dalam paket bantuan pertahanan dari AS untuk Ukraina tersebut, ada juga amunisi untuk Kendaraan Tempur Infanteri Bradley, jembatan peluncuran kendaraan lapis baja, peralatan dan perlengkapan penghancuran, serta pelatihan.
"Rusia dapat mengakhiri perangnya hari ini. Sampai Rusia melakukannya, kami akan bersatu dengan Ukraina dan memperkuat militernya di medan perang selama diperlukan sehingga Ukraina akan berada di posisi terkuat di meja perundingan," kata Blinken.
Blinken menambahkan bahwa AS terus menggalang dukungan dunia untuk Ukraina dan dia memuji dukungan lebih dari 50 negara yang bersatu dalam solidaritas bersama Ukraina untuk mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayahnya.
Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022, AS telah mengirimkan bantuan peralatan militer senilai lebih dari 30 miliar dolar AS (sekitar Rp458 triliun) ke Ukraina, menurut Pentagon.
Ini merupakan yang ke-33 kalinya pemerintahan Presiden AS Joe Biden mengesahkan bantuan untuk Ukraina dengan menggunakan wewenang Presidential Drawdown Authority.