PBB, Taliban dan Larangan Perempuan Afghanistan Bekerja
(last modified Fri, 07 Apr 2023 07:35:00 GMT )
Apr 07, 2023 14:35 Asia/Jakarta

Setelah Taliban tidak mengizinkan wanita Afghanistan bekerja di kantor PBB di provinsi Nangarhar, organisasi internasional ini menutup semua kantornya di Afghanistan selama 48 jam.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres menanggapi larangan perempuan Afghanistan bekerja di kantor PBB di Provinsi Nangarhar, dengan mengutuk keputusan pemerintah Taliban tersebut, dengan mengatakan, "Jika keputusan ini tidak dibatalkan, maka kemampuan PBB untuk membantu kelompok masyarakat yang rentan akan berkurang,".

Reporter Khusus Urusan HAM di Afghanistan, Richard Bennett dalam sebuah pesan di akun Twitternya mengungkapkan bahwa keputusan Taliban melarang perempuan Afghanistan bekerja di lembaga-lembaga PBB adalah pelanggaran mendasar dan bertentangan dengan piagam PBB, yang berdampak negatif terhadap proses bantuan kemanusiaan.

 

 

Peringatan PBB untuk menghentikan kegiatan kantor-kantornya di Afghanistan, jika Taliban tidak mempertimbangkan kembali keputusannya yang melarang perempuan Afghanistan bekerja di lembaga-lembaga yang berafiliasi dengan organisasi ini lebih jauh dapat meningkatkan kesenjangan antara masyarakat dan organisasi internasional dengan pemerintah Taliban.

Di bawah pemerintahan Taliban, wanita Afghanistan dilarang bekerja di lambaga-lembaga PBB yang menambah daftar panjang persoalan yang menimpa rakyat Afghanistan, terutama perempuan setelah mereka dilarang mengeyam pendidikan di atas kelas enam dan menempuh pendidikan di universitas.

 

 

Sejak berkuasa pada Agustus 2021, Pemerintah Taliban melarang kelanjutan pendidikan dan pekerjaan perempuan yang menyulut protes domestik dan internasional yang meluas.

Tahun lalu, sejumlah wanita Afghanistan berulang kali melancarkan protes di Kabul dan beberapa kota lain untuk memrotes larangan dan pembatasan ini. Tapi aksi damai mereka dihadapi secara represif oleh pasukan keamanan Taliban.

Mohammad Zahir Halimi, seorang profesor di Universitas Ibn Sina di Kabul, mengatakan, "Larangan pendidikan anak perempuan telah menciptakan kekecewaan nasional dalam masyarakat Afghanistan untuk masa depannya, yang akan menjadikan keterbelakangan publik bagi masyarakat Afghanistan,".

Meskipun ada peringatan berulangkali yang disampaikan berbagai pihak dari dalam dan luar negeri terhadap Taliban tentang konsekuensi politik dan ekonomi dari larangan dan pembatasan terhadap komunitas wanita Afghanistan, tapi hingga kini Taliban tidak pernah meninjau keputusannya tersebut.

Uni Eropa telah memperingatkan pemerintah Taliban beberapa bulan yang lalu bahwa larangan bekerja dan belajar terhadap wanita Afghanistan akan membuat organisasi internasional ini lebih bertekad dalam kelanjutan sanksi dan penolakan terhadap kedaulatannya di negara itu.

Menanggapi keputusan Taliban melarang perempuan Afghanistan bekerja di lembaga-lembaga afiliasi PBB di negara ini, maka tantangan yang akan dihadapi Taliban akan semakin meningkat dari sebelumnya.

Ancaman PBB ini akan menyebabkan masalah baru bagi masyarakat Afghanistan yang saat ini menghadapi masalah serius, di tengah keterbatasan bahan makanan, kemiskinan dan pendidikan yang rendah di negara ini.(PH)