Harapan dan Tuntutan Cina dan AS serta Prospek Hubungan Kedua Negara
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken dalam kunjungannya ke Beijing bertemu dengan sejawatnya dari Cina serta membahas penurunan tensi.
Selain itu, menlu AS juga membicarakan hubungan bilateral dan isu-isu penting internasional serta regional yang diminati kedua pihak dengan Qin Gang. Kunjungan ini digelar ketika hubungan Cina dan Washington berada di level terendah, dan diperkirakan hubungan kedua negara tidak akan cepat normal dengan kunjungan menlu AS ke Cina, karena Beijing dan Washington saat ini di kancah internasional menganggap sebagai dua kekuatan dan rival serius yang setara, serta masing-masing memiliki harapan dan tuntutan yang sangat membayangi hubungan kedua pihak. Dalam hal ini, sepertinya harapan dan tuntutan Cina dari Amerika sangat penting bagi Beijing, di mana yang paling terpenting adalah Amerika tidak campur tangan di urusan internal Cina.
Zhi Feng, pakar internasional terkait hal ini mengatakan, "Salah satu titik kelam dan sensitif dalam hubungan Cina dan Amerika adalah isu kepulauan Taiwan, dan intervensi AS di urusan kepulauan ini, khususnya dukungan terhadap kelompok separatis yang senantiasa menuai protes Cina. Selain itu, kehadiran terus menerus armada laut AS di Laut Cina Selatan beberapa kali mendorong kedua pihak ke arah konfrontasi. Cina menganggap AS tengah membatasi dan memblokade Cina di wilayah perairannya."
Baru-baru ini penjualan senjata canggih Amerika kepada Taiwan semakin membuat geram Cina. Bahkan membuat menhan Cina menolak permintaan menhan Amerika untuk bertemu. Meski AS menuding Cina mencuri teknologi Amerika, tapi faktanya adalah Amerika sangat mengkhawatirkan kemajuan cepat Cina di berbagai bidang, khususnya kecerdasan buatan luar angkasa dan tekologi informasi (IT), di mana saat ini Beijing berhasil menyalip Washington.
Selain itu, Amerika Serikat khawatir akan membahayakan hegemoni internasionalnya, terutama nilai dolar global, karena Cina baru-baru ini meningkatkan kesepakatan perdagangannya dengan Yuan, mata uang nasionalnya, yang mendestabilisasi posisi global dolar. Pada saat yang sama, keinginan lebih dari seratus negara di dunia untuk berbisnis dengan Cina berdasarkan Yuan lebih besar daripada dengan Amerika Serikat, membuat Washington semakin khawatir akan penurunan posisi globalnya.
Henry Kissinger, pakar senior AS terkait hal ini mengatakan, "Mengabaikan garis merah Cina, terutama terkait Taiwan, oleh AS bisa berbahaya. Upaya Amerika untuk mengabaikan atau mempermalukan Cina dapat menyebabkan konfrontasi antara kedua belah pihak. Karena Cina dalam praktiknya telah menunjukkan tidak mau berkompromi dengan posisinya, terutama terkait Taiwan. Posisi yang tidak terlalu ingin diperhatikan oleh Amerika."
Bagaimanapun, Menteri Luar Negeri AS melakukan perjalanan ke Cina sementara Cina saat ini secara fundamental berbeda dari Cina bertahun-tahun yang lalu dan sekarang berdiri sebagai kekuatan yang setara di depan Washington dan mengajukan tuntutannya. Meski AS membentuk aliansi militer dengan negara-negara tetangga Cina untuk menekan lebih besar terhadap Beijing, tapi negara-negara kawasan khususnya ASEAN masih mengejar kebijakan memperluas hubungan dengan Beijing, dan ini dapat dikatakan sebagai sebuah kekalahan besar bagi Washington.
Oleh karena itu, kunjungan Blinken ke Cina dilakukan ketika dalam hubungan regional, Cina unggul dan dengan berlanjutnya pendekatan damai, Beijing berhasil menjinakkan kebijakan ofensif Amerika terhadap Cina. Oleh karena itu, melihat posisi para pejabat Cina dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri AS jelas menunjukkan bahwa Cina berbicara kepada Washington dari posisi kekuasaan yang menuntut dan berpengaruh, yang juga dapat menjadi bentuk penghinaan terhadap Gedung Putih, bahwa jangan memandang negara lain dari gedung kaca dan dari atas. (MF)