Washington Bersikeras Militer AS Hadir Secara Permanen di Asia Barat
(last modified Sun, 27 Aug 2023 03:37:26 GMT )
Aug 27, 2023 10:37 Asia/Jakarta

Mark Milley, Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata AS menyatakan dalam sebuah wawancara bahwa militer negaranya tidak akan pernah menarik diri dari Asia Barat.

Pejabat tinggi militer Amerika ini mengatakan, Timur Tengah sangat penting bagi Amerika, dan tidak mungkin membayangkan Amerika akan meninggalkan kawasan itu, hal ini tidak akan pernah terjadi.

Menurut Mark Milley, Jumlah pasukan Amerika di Asia Barat akan bertambah atau berkurang tergantung pada “volume ancaman”.

Mark Milley, Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata AS

Kemudian, seperti pejabat Amerika lainnya, ia mengumumkan terorisme dan Daesh (ISIS) sebagai alasan kehadiran militer di Irak dan Suriah dan mengatakan, Meskipun kekhalifahan telah berakhir, Daesh dan ideologinya belum hilang, dan masih ada beberapa teroris yang berkeliaran di gurun Suriah dan sampai batas tertentu di Irak. Dan ini merupakan ancaman bagi Yordania.

"Jika tentara Amerika segera menarik diri dari wilayah tersebut, para teroris akan pulih dan menjadi lebih berdaya," tambah Milley.

Pernyataan Mark Milley tentang peningkatan aktivitas Daaesh di Suriah muncul pada saat banyak sumber militer dan keamanan Rusia dan Suriah percaya bahwa AS memperlengkapi dan melatih Daesh di gurun tengah dan timur Suriah.

Penekanan pejabat tertinggi militer Amerika Serikat terhadap kehadiran permanen militer AS di Asia Barat, mengingat perkembangan beberapa tahun terakhir di kawasan ini, dan keraguan sekutu regional Washington terkait keberlanjutan Amerika Serikat dalam komitmen pertahanannya.

Penarikan diri yang membawa bencana, yang sebenarnya adalah militer AS lari dari Afghanistan telah meninggalkan dampak yang sangat negatif terhadap sekutu regional Washington dan menyebabkan mereka semakin curiga, terutama beberapa negara di selatan Teluk Persia, seperti Arab Saudi dan UEA, tentang komitmen AS terhadap keamanan negara-negara tersebut.

Hal ini menyebabkan Arab Saudi dan UEA beralih ke pesaing global Amerika Serikat, khususnya Cina, dan langkah-langkah seperti keanggotaan kedua negara dalam kelompok BRICS telah diambil sejalan dengan kebijakan ini.

Pada saat yang sama, normalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Iran, dengan mediasi Cina, telah memberikan peringatan bagi Washington akan hilangnya pengaruh regionalnya.

Oleh karena itu, kini pemerintahan Biden terpaksa mengirimkan pejabat seniornya ke Arab Saudi untuk terus meyakinkan para pejabat senior Riyadh tentang berlanjutnya dukungan Washington terhadap negara tersebut.

Sejak dimulainya kembali hubungan antara Iran dan Arab Saudi, para pejabat Amerika, termasuk Direktur CIA William Burns dan Penasihat Keamanan Nasional Amerika Jake Sullivan, telah melakukan perjalanan ke Arab Saudi berkali-kali baik secara diam-diam dan terbuka.

Mark Milley, Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata AS menyatakan dalam sebuah wawancara bahwa militer negaranya tidak akan pernah menarik diri dari Asia Barat.

Selain itu, Washington telah mengintensifkan aktivitas politiknya dengan Riyadh dan setelah pertemuan Menteri Luar Negeri Iran dengan Mohammed bin Salman, Putra Mahkota Arab Saudi, Presiden AS Joe Biden juga berupaya untuk bertemu dengannya.

Pada awal Agustus 2023, surat kabar Amerika Wall Street Journal menulis dalam sebuah laporan, Menurut para pejabat AS, Amerika Serikat dan Arab Saudi sepakat bahwa Washington akan menjamin keamanan Arab Saudi dan memberikan bantuan nuklir sipil di bawah persyaratan umum yang luas, di mana Arab Saudi mengakui Israel dengan imbalan beberapa konsesi kepada Palestina.

Masalah ini menunjukkan bahwa Washington berupaya mencapai perjanjian pertahanan dengan Riyadh.

Alasan utama Amerika untuk terus mengerahkan pasukan militernya di Asia Barat adalah klaim ancaman yang ditimbulkan oleh Iran dan sekutunya di kawasan terhadap mitra regional Amerika.

Isu ini telah lama berada dalam kerangka konsep bernama Iranophobia yang menjadi pembenaran utama Washington untuk membenarkan kehadiran militernya di Asia Barat, khususnya di Teluk Persia, dan penjualan senjata senilai miliaran dolar ke negara-negara di kawasan.

Menurut Institut Internasional Penelitian Perdamaian Stockholm, Amerika Serikat adalah eksportir senjata terbesar ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

Faktanya, kehadiran militer Amerika di Teluk Persia dan tindakan provokatifnya di kawasan merupakan sumber ancaman keamanan terbesar di Teluk Persia.

Sementara itu, sekutu regional Washington terus melakukan aksi destabilisasi di Asia Barat. Antara lain, rezim Zionis melakukan banyak serangan terhadap Suriah, dan pada saat yang sama, terus-menerus mengancam akan menyerang fasilitas nuklir Iran melalui udara.

Sistem anti udara Suriah mengintersep serangan udara Zionis Israel

Pada saat yang sama, pernyataan para pejabat Amerika, termasuk Mark Milley, tentang kehadiran militer di Asia Barat semakin disuarakan ketika Washington praktis mengurangi perhatiannya ke wilayah lain di dunia, termasuk Asia Barat, dan fokus pada kawasan luas Indo-Pasifik dan dianggap sebagai lingkaran politik dan ekonomi global di abad ke-21, sebagai akibat persaingannya dengan Cina.(sl)