PM Libya Menolak Normalisasi Hubungan dengan Rezim Zionis
(last modified Sat, 02 Sep 2023 04:27:56 GMT )
Sep 02, 2023 11:27 Asia/Jakarta

Setelah meluasnya protes rakyat Libya yang mengecam pertemuan menteri luar negeri negara ini dengan rekan Zionisnya, Perdana Menteri Pemerintah Persatuan Nasional Libya Abdul Hamid Dbeibah pada hari Kamis (31/08/2023) sekali lagi menekankan dukungan negaranya terhadap Palestina dan perjuangan rakyat negeri ini melawan rezim Zionis.

Dengan menyatakan bahwa kami bertanggung jawab atas identitas dan prinsip-prinsip bangsa Libya, Perdana Menteri Libya menjelaskan, Tanggung jawab penuh kabinet ada pada saya. Terlepas dari kesalahan yang dibuat, kami menyatakan dukungan penuh kami untuk bangsa Palestina dan perjuangan adil negara ini. Kami sepenuhnya menentang normalisasi apa pun [hubungan dengan rezim Zionis].

Perdana Menteri Pemerintah Persatuan Nasional Libya Abdul Hamid Dbeibah

Pada hari Minggu, 27 Agustus, media-media Zionis Israel memberitakan pertemuan rahasia antara Menteri Luar Negeri Zionis Eli Cohen dan Menteri Luar Negeri Libya Najla Al-Manghoush di Roma, Italia, yang langkah pertamanya adalah membahas hubungan rezim Zionis dan Libya.

Setelah pertemuan ini diungkapkan oleh media Zionis, banyak demonstrasi diadakan di kota-kota Libya sebagai protes terhadap hal ini, dan para demonstran membakar bendera Israel dan memblokir jalan-jalan di beberapa kota di Libya.

Setelah protes yang meluas ini, Dbeibah mengeluarkan perintah pada hari Senin (28/8) untuk secara resmi memberhentikan Menteri Luar Negeri Libya Najla Al-Manghoush dan menyerahkannya untuk diselidiki terkait pertemuan tersebut.

Menurut laporan media, menteri luar negeri yang dipecat pertama kali melarikan diri ke Turki dan dari sana ke London.

Penekanan Perdana Menteri Libya dalam mendukung perjuangan Palestina dan menentang normalisasi hubungan dengan rezim Zionis menunjukkan luasnya dukungan rakyat Libya terhadap Palestina di satu sisi dan permusuhan terbuka mereka dengan rezim Zionis, di sisi lain.

Dengan cara ini, setiap langkah yang diambil menuju normalisasi hubungan dengan Israel akan mendapat tentangan keras dari mereka, seperti yang ditunjukkan oleh demonstrasi protes rakyat Libya.

Gagasan bahwa pertemuan Menteri Luar Negeri Libya dengan Menteri Luar Negeri Israel terjadi tanpa koordinasi dengan otoritas yang lebih tinggi di Libya adalah hal yang tidak masuk akal.

Setelah meluasnya protes rakyat Libya yang mengecam pertemuan menteri luar negeri negara ini dengan rekan Zionisnya, Perdana Menteri Pemerintah Persatuan Nasional Libya Abdul Hamid Dbeibah pada hari Kamis (31/08/2023) sekali lagi menekankan dukungan negaranya terhadap Palestina dan perjuangan rakyat negeri ini melawan rezim Zionis.

Oleh karena itu, reaksi keras masyarakat Libya terkait hal ini merupakan peringatan bagi para negarawan senior negara ini, termasuk Dbeibah, bahwa setiap tindakan berkomunikasi dengan rezim Zionis akan ditentang oleh mereka.

Upaya rezim Zionis di bidang normalisasi hubungan dengan Libya ini dilakukan sejalan dengan rencana besar Presiden AS saat itu, Donald Trump, yang dikenal dengan Kesepakatan Abraham, untuk menormalisasi hubungan antara Zionis Israel dan negara-negara Arab.

Meskipun rencana Abraham praktis memudar setelah kepergian Trump, Tel Aviv secara sepihak melakukan upaya ekstensif untuk melanjutkan proses normalisasi hubungan dengan negara-negara Arab di Asia Barat, Afrika, dan bahkan Asia Timur.

Namun, karena kebijakan dan tindakan anti-kemanusiaan serta kejahatan besar-besaran rezim Zionis terhadap Palestina, serta berlanjutnya permukiman di Tepi Barat dan Al-Quds yang diduduki, gelombang global telah terbentuk untuk menentang tindakan ilegal tersebut.

Pada saat yang sama, gelombang besar perlawanan terhadap Israel telah terbentuk di benua Afrika. Simbol dari hal ini adalah pengusiran delegasi rezim Zionis dari pertemuan Uni Afrika di Addis Ababa, serta resolusi organisasi ini dan permintaannya kepada anggotanya untuk memutuskan hubungan dengan rezim Zionis.

Dalam resolusi tersebut dinyatakan, Negara-negara anggota tidak boleh mengakui status ilegal Israel, yang telah diciptakan di wilayah Palestina Pendudukan dan teritori Arab, termasuk kota Quds Timur, dan menyebabkan terciptanya rezim kolonialis dan sistem rasis.

Mantan Menteri Luar Negeri Libya Najla Al-Manghoush

Selain itu, dalam pernyataan ini, negara-negara anggota diminta untuk menghentikan semua pertukaran budaya, ilmu pengetahuan, perdagangan dan langsung dan tidak langsung dengan Israel.

Hal ini menunjukkan bahwa sebuah gerakan besar telah diluncurkan di Afrika untuk menentang rezim Zionis, yang bukan hanya menginginkan tidak diakuinya Israel, tetapi juga ingin menghentikan semua pertukaran budaya, ilmu pengetahuan, perdagangan dan langsung dan tidak langsung dengan rezim Zionis.(sl)