Aug 29, 2023 12:05 Asia/Jakarta

Menyusul terungkapnya pertemuan rahasia pekan lalu antara Menteri Luar Negeri Pemerintah Persatuan Nasional Libya Najla Mangoush dan Menteri Luar Negeri Zionis Eli Cohen di Italia, ribuan warga Libya mengungkapkan kemarahannya dengan melakukan demonstrasi di berbagai kota di negara ini dan membakar bendera Zionis Israel.

Setelah seminggu berlalu sejak pertemuan rahasia Menteri Luar Negeri Libya dan Zionis, kini terungkapnya pertemuan tersebut menimbulkan gelombang protes di kalangan masyarakat Libya dan beberapa pejabat politik negara ini.

Kementerian Luar Negeri Libya mengeluarkan pernyataan mengenai pertemuan kontroversial tersebut, dan mengklaim bahwa apa yang terjadi di Roma adalah pertemuan informal yang tidak direncanakan sebelumnya.

Menlu Libya Najla Mangoush diskors dari jabatannya

Namun kemarahan masyarakat Libya menyebabkan Perdana Menteri Libya Abdul Hamid Dbeibah mencopot Najla Manqoush dari jabatannya.

Banyak masyarakat Libya dan politisi negara ini menuntut agar Najla Al-Manghoush, Menteri Luar Negeri Pemerintah Libya diadili. Banyak tokoh politik dan parlemen negara ini juga menuntut penjelasan tentang pertemuan ini, seraya menyebut pemerintah Libya harus bertanggung jawab.

Seperti yang ditekankan oleh Partai Keadilan dan Pembangunan Libya (JCP), Tindakan yang menghina perasaan seluruh rakyat Libya ini memerlukan penjelasan yang memadai karena telah dipublikasikan di berbagai media.

Khaled Al-Meshri, mantan Ketua Dewan Menteri Libya mengutuk pertemuan ini dan mengatakan, Pemerintahan Dbeibah telah melanggar semua batasan agama, nasional dan hukum yang dilarang setelah pertemuan ini.

Kantor Ketua Parlemen Libya menuduh Al-Mangoush melakukan pengkhianatan besar dan menuntut sidang darurat di negara ini.

Menormalkan dan menjalin hubungan dengan rezim pendudukan Al-Quds adalah garis merah di banyak negara Islam dan Arab, dan terlepas dari segala upaya Zionis Israel dan sekutunya, negara-negara ini tidak ingin menjalin hubungan politik dan ekonomi apa pun dengan rezim Zionis ini.

Itulah mengapa negara seperti Sudan dan Maroko, yang menerima normalisasi hubungan dengan Zionis karena janji ekonomi Amerika dan sekutunya, masih menghadapi protes rakyat.

Hal ini terjadi ketika Tel Aviv, menyusul kegagalan politiknya di dalam dan luar negeri, kini menekankan perluasan cakupan normalisasi hubungan, terutama dengan negara-negara Arab di kawasan dan negara-negara Afrika.

Menyusul terungkapnya pertemuan rahasia pekan lalu antara Menteri Luar Negeri Pemerintah Persatuan Nasional Libya Najla Mangoush dan Menteri Luar Negeri Zionis Eli Cohen di Italia, ribuan warga Libya mengungkapkan kemarahannya dengan melakukan demonstrasi di berbagai kota di negara ini dan membakar bendera Zionis Israel.

Masalah ini semakin meningkat dalam beberapa bulan terakhir dengan berulangnya kegagalan politik kabinet Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Rezim Zionis, dan protes internal dan eksternal terhadap kebijakannya.

Bahkan, kini rezim Zionis nampaknya berusaha menutupi krisis internal yang muncul pasca disahkannya RUU kontroversial tentang reformasi peradilan di negeri ini dengan bermanuver pada isu normalisasi hubungan dengan beberapa negara Islam dan Arab.

Namun terlepas dari semua upaya yang dilakukan rezim Zionis, negara-negara Arab dan Islam masih sangat kritis terhadap kebijakan agresif Israel terhadap Palestina, dan terlepas dari semua janji Israel, sebagian besar dari mereka belum setuju untuk menormalisasi hubungan.

Bahkan negara-negara Afrika, di mana Israel kini berusaha mengambil keuntungan dari kelemahan ekonomi dan politik mereka, tidak bersedia mengikuti kebijakan rezim ini.

Belum lama ini, Moussa Kharfi, Wakil Ketua Parlemen Aljazair menegaskan bahwa hubungan dengan rezim Zionis tidak akan normal, bahkan jika tidak berkompromi dengan rezim ini akan memakan banyak biaya.

Sebelumnya, Presiden Tunisia, Kais Saied menganggap normalisasi hubungan dengan Israel sebagai kejahatan dan pengkhianatan besar serta menyatakan siapa pun yang berinteraksi dan bekerja sama dengan rezim yang telah menggusur seluruh rakyat Palestina selama lebih dari satu abad adalah pengkhianat.

Presiden Tunisia, Kais Saied

Kini, upaya untuk menjalin hubungan dengan Libya sekali lagi mengingatkan otoritas Tel Aviv bahwa kebijakan Israel yang merampas hak asasi manusia dan pelanggaran terhadap hak-hak warga Palestina tidak akan pernah bisa diabaikan oleh banyak warga Muslim dan Arab.

Mereka tidak akan melakukan hubungan apa pun dengan rezim ini, bahkan jika mereka berada dalam krisis politik dan ekonomi.(sl)

Tags