Amerika Tinjauan dari Dalam, 20 Januari 2024
Perkembangan di Amerika Serikat selama sepekan lalu diwarnai sejumlah isu penting, seperti; Pentagon: Kami Tak Ingin Berperang dengan Iran dan Yaman.
Selain itu, masih ada isu-isu lain dari Amerika Serikat, di antaranya;
- Presiden AS: Serangan-Serangan Kami Gagal Bendung Yaman
- The National Interest: Serangan AS dan Sekutunya ke Yaman, Sia-Sia
- AS: Kami Tahu Yaman akan Membalas, Tapi Kami Tak Mau Perang
- Markas Mossad dan ISIS Dihantam Rudal Iran, Begini Reaksi AS
- AS tak ingin melihat eskalasi kekerasan antara Iran dan Pakistan
Pentagon: Kami Tak Ingin Berperang dengan Iran dan Yaman
Seorang juru bicara Departemen Pertahanan Amerika Serikat, Pentagon, menegaskan bahwa negaranya tidak ingin berperang dengan Iran atau Yaman.
Jubir Pentagon, Kamis (18/1/2024) mengumumkan, "Kami tidak ingin berperang dengan Iran atau Houthi Yaman, dan tujuan kami adalah menjaga keamanan lalu lintas pelayaran laut."
Beberapa jam sebelumnya Presiden AS Joe Biden, mengakui bahwa serangan-serangan ke Yaman, tidak berhasil menghentikan negara itu, tapi serangan tersebut akan dilanjutkan.
Biden, Kamis seperti dikutip CNN ditanya salah seorang wartawan di Gedung Putih, apakah serangan-serangan ke Houthi, berhasil menghentikan mereka? Ia menjawab, tidak.
Kemudian wartawan tersebut melanjutkan pertanyaannya, apakah serangan-serangan militer Amerika Serikat, ke Houthi, akan dilanjutkan? Biden menjawab, iya.
Sebelumnya Juru bicara Angkatan Bersenjata Yaman, Brigjen Yahya Saree, mengumumkan, Angkatan Laut Yaman, menembakkan sejumlah rudal ke salah satu kapal AS di Teluk Aden, dan mengenai sasaran.
"Operasi kami dalam menargetkan kapal-kapal Israel atau kapal-kapal yang menuju Wilayah pendudukan, tidak akan pernah berhenti selama agresi dan blokade terhadap rakyat Palestina, di Gaza, belum dihentikan," tegasnya
Presiden AS: Serangan-Serangan Kami Gagal Bendung Yaman
Presiden Amerika Serikat, mengakui serangan-serangan militer negara ini ke Yaman, tidak mampu menghentikan serangan Yaman di Laut Merah, tapi tetap akan dilanjutkan.
Joe Biden, Kamis (18/1/2024) seperti dikutip CNN ditanya salah seorang wartawan di Gedung Putih, apakah serangan-serangan ke Houthi, berhasil menghentikan mereka? Ia menjawab, tidak.
Kemudian wartawan tersebut melanjutkan pertanyaannya, apakah serangan-serangan militer Amerika Serikat, ke Houthi, akan dilanjutkan? Biden menjawab, iya.
Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan, serangan kelima AS, terhadap aset Houthi, dalam seminggu terakhir menargetkan sejumlah kecil rudal anti-kapal yang dipersiapkan Yaman, untuk menyerang kapal-kapal Israel.
"Sebaliknya Houthi (Ansarullah Yaman) menembakkan dua rudal balistik anti-kapal ke kapal dagang milik AS, Chem Ranger, kapal tanker berbendera Marshall Islands, pada hari Kamis, sekitar pukul 13," kata CENTCOM.
Menurut Pusat Komando Militer AS di Timur Tengah, CENTCOM, ini merupakan kapal ketiga milik AS, yang menjadi sasaran serangan kelompok Houthi, minggu ini.
Sebelumnya Juru bicara Angkatan Bersenjata Yaman, Brigjen Yahya Saree, mengumumkan, Angkatan Laut Yaman, menembakkan sejumlah rudal ke salah satu kapal AS di Teluk Aden, dan mengenai sasaran.
The National Interest: Serangan AS dan Sekutunya ke Yaman, Sia-Sia
Majalah dwibulanan Amerika Serikat, yang khusus membahas hubungan internasional menyebut serangan militer AS dan sekutu-sekutunya ke Yaman, tidak berguna dan sia-sia.
The National Interest, Senin (15/1/2024) dalam artikel yang ditulis Dianne Pfundstein Chamberlain, pakar kebijakan luar negeri, dan keamanan internasional, mengatakan AS memiliki keunggulan besar di bidang militer dan ekonomi, tapi tidak bisa menghalangi kelompok semacam Ansarullah Yaman.
"Serangan-serangan AS dan Inggris, ke Yaman, alih-alih memaksa Sanaa untuk menghentikan aksinya, justru memicu demonstrasi luas pendukung Palestina, di negara ini," katanya.
The National Interest menambahkan, "AS yang mengklaim memiliki Angkatan Bersenjata terkuat di dunia, tidak mampu memaksa orang-orang Yaman, untuk menghentikan serangan ke kapal-kapal Israel, di Laut Merah."
Menurut majalah AS, setiap strategi atau opsi yang mempermudah penggunaan kekerasan atau dari sisi politik berbiaya lebih rendah, akan memperlemah efektivitas ancaman-ancaman AS.
Pada kenyataannya, kata The National Interest, John Kirby, saat menjawab pertanyaan apakah Presiden AS bermaksud mengerahkan angkatan darat ke Yaman, menuturkan, "Kami tidak bermaksud berperang dengan Yaman."
Selain itu, peringatan AS, yang dikeluarkan pada 3 Januari lalu ke Yaman, tidak berhasil memaksa Yaman mundur, maka dari itu serangan-serangan lebih besar AS, juga akan gagal.
AS: Kami Tahu Yaman akan Membalas, Tapi Kami Tak Mau Perang
Juru bicara Gedung Putih, dalam jumpa persnya mengatakan orang-orang Yaman, pasti akan membalas, tapi Amerika Serikat tidak ingin berperang.
John Kirby, Selasa (16/1/2024) malam mengatakan bahwa Amerika Serikat, tidak ingin terjun berperang dengan orang-orang Houthi, Yaman.
"Kami tidak ingin memperluas konflik. Houthi harus menentukan pilihan, dan mereka masih punya waktu untuk menentukan pilihan yang benar, yaitu menghentikan serangan-serangan serampangan ini," katanya.
Kirby mengklaim AS, tidak pernah mengatakan bahwa serangan-serangan yang dilakukan pasukan negara ini akan berujung dengan hancurnya kekuatan agresi Houthi.
Pada saat yang sama, Jubir Gedung Putih, juga mengklaim bahwa AS hari Selasa, dalam serangan lain, telah menghancurkan rudal-rudal yang siap ditembakkan Yaman.
John Kirby, juga menyinggung masalah warga Amerika Serikat, yang diduga masih ditawan oleh Hamas, di Gaza. Ia menjelaskan upaya AS, untuk mewujudkan kesepakatan antara Hamas dan Rezim Zionis Israel, terkait masalah pertukaran tawanan.
Menurut John Kirby, AS melakukan negosiasi-negosiasi sangat serius, dan padat di Qatar, sehubungan dengan kemungkinan dicapainya kesepakatan pertukaran tawanan yang baru.
"Brett McGurk, Deputi Asisten Presiden AS, untuk Timur Tengah, memusatkan perhatiannya pada pembebasan enam warga AS, yang diduga masih ditawan Hamas," pungkasnya.
Markas Mossad dan ISIS Dihantam Rudal Iran, Begini Reaksi AS
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, dalam pernyataannya mengecam serangan rudal Korps Garda Revolusi Islam Iran, IRGC, ke markas Mossad, di Erbil Wilayah Kurdistan Irak.
Juru bicara Deplu AS, Matthew Miller, Selasa (16/1/2024) mengecam serangan rudal IRGC yang dilakukan secara bersamaan ke markas Mossad, dan teroris, terutama ISIS, pada Senin malam.
Miller mengumumkan penentangan AS, atas serangan yang dilakukan IRGC tersebut, dan mengklaim serangan anti-teroris Iran, melemahkan stabilitas nasional Irak.
Sebelumnya Jubir Dewan Keamanan Nasional AS, John Kirby, Selasa dinihari mengaku telah menerima laporan-laporan terkait serangan rudal ke utara Irak, dan Suriah, dan sedang mengkajinya.
Jubir Dewan Keamanan Nasional AS lainnya, Adrienne Watson mengatakan, "Tidak ada satu pun personel atau fasilitas Amerika, yang terkena serangan rudal Iran, dan kami sudah mengontak pejabat tinggi Irak, dan Wilayah Kurdistan."
Sementara itu Jubir Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani, menegaskan bahwa Iran, selalu mendukung perdamaian, stabilitas dan keamanan kawasan, dan berkomitmen menghormati kedaulatan serta integritas teritorial negara lain.
Ia menegaskan, "Pada saat yang sama Iran, tidak akan ragu menggunakan hak legalnya untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap sumber-sumber ancaman keamanan nasional, dan untuk melindungi keamanan warganya, serta menghukum para penjahat."
AS tak ingin melihat eskalasi kekerasan antara Iran dan Pakistan
Amerika Serikat menyatakan tidak ingin melihat eskalasi kekerasan antara Iran dan Pakistan, setelah kedua negara itu terlibat dalam serangkaian kekerasan di wilayah masing-masing.
"Kami memantau hal ini dengan sangat, sangat cermat. Kami tidak ingin melihat eskalasi dengan jelas di Asia Selatan dan Tengah. Dan kami berhubungan dengan mitra-mitra kami di Pakistan seperti yang diharapkan," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby kepada wartawan di pesawat Air Force One, Kamis (18/1/2024).
“Ini adalah dua negara yang memiliki persenjataan lengkap dan, sekali lagi, kami tidak ingin melihat peningkatan konflik bersenjata di kawasan ini, khususnya antara kedua negara,” ujar Kirby, menambahkan.
Pada Kamis, Pakistan mengatakan telah melancarkan serangan tepat terhadap kelompok separatis di provinsi Sistan-Baluchestan, Iran, dua hari setelah Teheran menyerang apa yang mereka sebut sebagai basis kelompok militan Jaish al-Adl di kota perbatasan Panjgur di Provinsi Balochistan, Pakistan.
Islamabad sebelumnya telah memanggil kembali duta besarnya dan menangguhkan kunjungan tingkat tinggi ke Teheran setelah serangan Iran pada Selasa (16/1/2024).
Pakistan mengatakan serangan-serangannya ke Iran adalah “wujud tekad Pakistan yang teguh untuk melindungi dan mempertahankan keamanan nasionalnya dari segala ancaman.”
“Satu-satunya tujuan dari tindakan hari ini adalah untuk mencapai keamanan dan kepentingan nasional Pakistan sendiri, yang merupakan hal terpenting dan tidak dapat dikompromikan,” kata Kementerian Luar Negeri Pakistan.
“Pakistan sepenuhnya menghormati kedaulatan dan integritas wilayah Republik Islam Iran.”
Pada konferensi pers di Islamabad, juru bicara Kementerian Luar Negeri Mumtaz Zahra Baloch mengatakan Pakistan “tidak tertarik untuk memperburuk situasi apa pun.”
Tehran yang membenarkan serangan itu, mengajukan protes dan meminta “penjelasan segera” dari Islamabad.
Sementara itu, China telah menawarkan diri untuk menjadi perantara guna membantu meredakan ketegangan antara kedua negara bertetangga tersebut.
Mengomentari ketidakstabilan yang sedang berlangsung, Presiden AS Joe Biden mengatakan AS sedang berusaha menentukan langkah selanjutnya dalam konflik yang baru terjadi ini.