Di Balik Perubahan Sikap Sekjen NATO dalam Perang Ukraina
Jens Stoltenberg, Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dalam pidatonya di Konferensi Keamanan Munich mengungkapkan adanya masalah serius dalam organisasi militer Barat ini.
Stoltenberg mengatakan,"Kami sekarang memberikan banyak perhatian pada masalah peningkatan produksi militer. Pabrik-pabrik baru sedang dibangun dan produksi meningkat, tetapi tindakan lebih lanjut perlu segera diambil,".
Sekretaris Jenderal NATO mengangkat masalah ini sementara media dan pejabat Barat menyuarakan bahwa peningkatan kekalahan Ukraina di medan perang dengan Rusia dan ambiguitas persetujuan akhir bantuan puluhan miliar dolar yang diminta oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden untuk Kyiv di Kongres AS nasih belum menentu.
Statemen terbaru Sekjen NATO tentang adanya masalah serius dalam aliansi militer Barat ini telah diungkapkan, padahal ia sebelumnya selalu menekankan kekuatan organisasi militer ini dalam menghadapi ancaman dan tantangan yang dihadapinya.
Apalagi sejak dimulainya perang Rusia-Ukraina pada akhir Februari 2022, Stoltenberg telah berbicara tentang kesiapan NATO untuk menghadapi Rusia. Pada saat yang sama, ia memiliki keinginan besar untuk memperbesar dugaan ancaman Moskow terhadap negara-negara NATO, terutama negara-negara seperti Polandia dan tiga negara kawasan Baltik.
Namun, menjelang tahun ketiga perang di Ukraina, yang ditandai dengan kemenangan berturut-turut Rusia dan kegagalan Ukraina, terutama kegagalan tentara Ukraina dalam serangan balik terhadap pasukan Rusia dan berkurangnya bantuan Barat ke Kyiv secara signifikan, Sekretaris Jenderal NATO telah mengambil posisi yang berbeda.
Dalam hal ini, Jens Stoltenberg dalam pidatonya di hadapan pertemuan para menteri pertahanan NATO di Brussels mengakui bahwa aliansi tersebut tidak melihat adanya ancaman militer langsung terhadap negara-negara anggotanya dari Rusia.
“Kami melihat tidak ada ancaman militer langsung terhadap negara-negara sekutu mana pun.Tetapi selalu ada risiko serangan hibrida, termasuk serangan siber dan tindakan lain yang bersifat hibrida terhadap sekutu,” papar Stoltenberg.
Poin pentingnya adalah Moskow telah berulang kali menekankan ketidakakuratan ancaman Rusia terhadap negara-negara anggota NATO yang dilakukan oleh pejabat senior NATO dan Barat.
Dalam sikap terbarunya mengenai hal ini, Presiden Rusia Vladimir Putin, dalam sebuah wawancara dengan Tucker Carlson, seorang jurnalis Amerika, menekankan bahwa Moskow tidak akan menyerang negara-negara NATO, dan ini tidak berarti apa-apa bagi rakyat Rusia.
Menurut Putin, para politisi negara-negara Barat menakut-nakuti rakyat mereka sendiri dengan ancaman imajiner mengenai serangan dari Rusia.
Tentu saja pernyataan baru Sekretaris Jenderal NATO tentang adanya permasalahan di organisasi militer Barat ini memiliki dimensi yang berbeda. Di antara kasus-kasus tersebut, perlu disebutkan permasalahan militer di bidang penyediaan senjata dan amunisi, serta permasalahan yang berkaitan dengan pemeliharaan alutsista.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg pada konferensi keamanan Munich mengatakan, “Kami secara militer lebih kuat dari Rusia. Namun pada saat yang sama, perang di Ukraina telah menunjukkan bahwa kami memiliki kesenjangan yang serius. Misalnya, dalam hal penyimpanan senjata, kami memiliki sistem yang modern. Tapi kami memerlukan suku cadang, perawatan, dan amunisi. Pada awal perang kami menghadapi kekurangan sumber daya, sekarang jumlahnya sangat sedikit. Sekarang kami perlu fokus pada cara meningkatkan produksi amunisi."
Dengan cara ini, jelas bahwa ini bertentangan dengan pernyataan yang dilebih-lebihkan dari para pemimpin NATO pada awal perang Ukraina tentang kesiapan penuh organisasi militer ini, Sebab saat ini NATO dan negara-negara anggotanya tidak menghadapi tantangan militer yang serius dalam beberapa dekade terakhir. Oleh karena itu, dalam praktiknya, kesiapan militer berada pada tingkat yang rendah untuk memasuki kemungkinan perang dengan Rusia.
Para pejabat senior NATO telah menyadari hal ini dan peringatan telah dibunyikan oleh Sekretaris Jenderal NATO mengenai hal tersebut. Dalam hal ini, kita dapat menyebutkan terungkapnya ketidakefektifan beberapa senjata Barat dalam perang di Ukraina, termasuk tank dan kendaraan lapis baja. Dalam hal ini, ada banyak laporan tentang kerusakan dan seringnya kebutuhan pemeliharaan tank Leopard Jerman, yang menjadi andalan tank barat.
Isu ini menjadi perhatian para pejabat senior Rusia. Sergey Chamezov, Direktur perusahaan negara Rusia, Rostec mengatakan apa yang disebut keunggulan teknologi Barat di bidang militer hanyalah mitos belaka.
Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu juga percaya bahwa dalam banyak kasus, bahkan peralatan buatan Uni Soviet melebihi model Barat dalam hal kualitas tempur, dan tidak ada yang unik tentang senjata buatan Barat yang dipasok ke Ukraina karena di medan perang tidak berarati bagi Rusia.(PH)