May 09, 2024 15:35 Asia/Jakarta
  • Mahasiswa AS
    Mahasiswa AS

Sejarah mengajarkan kita bahwa Holocaust terjadi karena orang-orang mengikuti perintah dan dengan sengaja menutup mata atas kejahatan, di mana mereka juga berperan.

Michael Schwalbe, dosen sosiologi di North Carolina State University di Chapel Hill, mengatakan dalam sebuah artikel,

“Melanjutkan proses penanganan para pengunjuk rasa kejahatan Israel dapat menempatkan Amerika sebagai sebuah bangsa pada jalur untuk menjadi salah satu pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan.”

Sebagian dari teks catatan yang diterbitkan oleh akademisi ini sebagai berikut:

“35 ribu warga Palestina terbunuh, kebanyakan anak-anak dan warga sipil. Setelah penghancuran semua universitas di Gaza dan pemboman rumah sakit di Gaza, dan sementara lebih dari satu juta orang di Gaza menghadapi kelaparan dan kematian, para pelajar yang memprotes kejahatan di Gaza ditangkap di Amerika.”

Para mahasiswa mendirikan tenda dan meminta diskusi tentang bagaimana universitas mereka mungkin terlibat dalam genosida.

Dengan mengusir paksa dan menangkap pengunjuk rasa di kampus, ada pesan jelas yang disampaikan kepada manusia lain yang bersolidaritas, tutup mulut, terima apa adanya, jangan keluar jalur atau kamu akan berisiko juga.

Kami tahu bahwa tidak perlu menangkap semua orang. Kebanyakan orang takut akan penangkapan dan konsekuensi yang mungkin timbul sehingga mereka cenderung tidak melakukan protes, bahkan lebih kecil kemungkinannya untuk bersuara, sehingga menghindari pertanyaan penting mengenai apakah universitas, yang seharusnya merupakan lembaga penjaga nilai-nilai kemanusiaan masyarakat, bagaimana mereka bisa terlibat dalam kekerasan.

Konflik antara kebebasan berpendapat dan penumpasan dengan kekerasan terhadap protes mengharuskan pihak universitas untuk memberikan pembenaran yang bertentangan dengan akal sehat dan bukti yang dapat diamati.

Pejabat Universitas North Carolina mengklaim dalam sebuah pernyataan bahwa mereka terpaksa mengirim polisi karena pengunjuk rasa mengganggu operasional kampus, mengancam dan mengintimidasi mahasiswa serta melakukan perusakan.

Klaim ini dibantah oleh saksi langsung dan jurnalis. Seorang pembawa berita TV lokal mengatakan bahwa kami telah menyaksikan protes ini selama lima hari dan ini adalah pertama kalinya kami melihat kekerasan. Pembawa berita lain juga menyampaikan pengamatan serupa mengenai protes tersebut.

Pejabat Universitas North Carolina juga menyatakan dalam pernyataannya bahwa mereka prihatin dengan “meningkatnya laporan pidato anti-Semit” yang terkait dengan protes tersebut, dengan menggunakan taktik propaganda besar yang telah lama digunakan untuk mendiskreditkan kritik terhadap penindasan Israel terhadap rakyat Palestina.

Seperti yang telah didokumentasikan oleh para jurnalis dan pihak lain, klaim bahwa anti-Semitisme merajalela di kampus-kampus AS sebagian besar didasarkan pada persepsi kritik terhadap perilaku Israel sebagai anti-Semit. Tentu saja, terkadang para pejabat Israel ceroboh dan secara terbuka mengakui bahwa ini adalah taktik untuk mengatasi protes.

Taktik lainnya adalah menggunakan polisi untuk mengubah protes damai menjadi kerusuhan dan kemudian menyatakan bahwa kebrutalan polisi diperlukan untuk memulihkan ketertiban. Mereka yang tidak mengikuti rangkaian kejadian dengan cermat mungkin akan salah mengira bahwa kebrutalan polisi bermula dari para pengunjuk rasa.

Sejarah mengajarkan kita bahwa Holocaust terjadi karena orang-orang mengikuti perintah yang tidak manusiawi dan dengan sengaja menutup mata terhadap kejahatan yang lebih besar, di mana mereka juga punya peran. Konformitas berbahaya antara rakyat dan penguasa inilah yang dapat mengganggu kebebasan berekspresi. Inilah yang coba dipatahkan oleh protes mahasiswa dan demonstrasi solidaritas anti-genosida.

Kelanjutan dari proses ini dapat menempatkan kita sebagai bangsa Amerika pada jalur untuk menjadi salah satu pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan - maksud saya seperti dukungan rakyat terhadap Hitler di Nazi Jerman.(sl)

Tags