Apa Dampak Tindakan AS Halangi Keadilan bagi Delegasi Palestina di PBB?
https://parstoday.ir/id/news/world-i176446-apa_dampak_tindakan_as_halangi_keadilan_bagi_delegasi_palestina_di_pbb
Pemerintah Amerika Serikat dalam sebuah tindakan yang jarang terjadi telah membatalkan atau menolak visa sekitar 80 pejabat Palestina, termasuk Mahmoud Abbas, Presiden Otoritas Palestina.
(last modified 2025-09-01T03:57:25+00:00 )
Sep 01, 2025 10:21 Asia/Jakarta
  • Apa Dampak Tindakan AS Halangi Keadilan bagi Delegasi Palestina di PBB?

Pemerintah Amerika Serikat dalam sebuah tindakan yang jarang terjadi telah membatalkan atau menolak visa sekitar 80 pejabat Palestina, termasuk Mahmoud Abbas, Presiden Otoritas Palestina.

Keputusan pemerintah Amerika Serikat untuk mencabut visa para pejabat Palestina, yang secara langsung memengaruhi kehadiran delegasi Palestina di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, dianggap sebagai penghalangan terang-terangan terhadap hak-hak diplomatik Palestina.

Palestina, sebagai negara pengamat non-anggota di PBB, sejak tahun 2012 memiliki hak untuk menghadiri sidang Majelis Umum PBB. Namun, tindakan terbaru Amerika ini mengganggu kehadiran para pemimpin kunci Palestina dalam pertemuan penting, termasuk pertemuan yang berfokus pada solusi dua negara yang diupayakan oleh Prancis dan Arab Saudi.

Langkah ini tidak hanya menjadi simbol kebijakan sepihak Amerika terkait isu Palestina, tetapi juga merupakan tanda pelanggaran nyata terhadap kewajiban hukum Amerika Serikat sebagai tuan rumah markas besar PBB.

Pemerintah Amerika mengklaim bahwa keputusan tersebut diambil atas dasar kepentingan keamanan nasional, dengan dalih bahwa Otoritas Palestina dan Organisasi Pembebasan Palestina telah melanggar kewajiban mereka.

Dalam pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat disebutkan: sebelum Otoritas Palestina dan Organisasi Pembebasan Palestina dapat dianggap sebagai mitra perdamaian, mereka harus secara konsisten mengutuk terorisme—termasuk peristiwa 7 Oktober—dan mengakhiri penghasutan terhadap terorisme dalam pendidikan.

Selain itu, Amerika menuduh Otoritas Palestina berupaya menggugat rezim Zionis di Mahkamah Pidana Internasional dan Mahkamah Internasional. Upaya Otoritas Palestina untuk mendorong pengakuan negara Palestina juga dijadikan alasan berikutnya bagi pemerintah Amerika untuk menolak penerbitan visa bagi delegasi Palestina dalam sidang Majelis Umum PBB tahun ini.

Padahal, Amerika Serikat sebagai tuan rumah markas besar PBB di New York, berdasarkan “Perjanjian Markas Besar PBB” (UN Headquarters Agreement) tahun 1947, memiliki kewajiban hukum yang mengikat.

Perjanjian tersebut, yang merupakan bagian dari hukum federal Amerika, secara tegas menetapkan bahwa Amerika harus menyediakan akses bebas dan tanpa hambatan ke markas besar PBB bagi para wakil semua negara dan pengamat, tanpa memandang hubungan yang ada antara negara-negara tersebut dengan Amerika.

Palestina, sebagai “negara pengamat non-anggota” sejak 2012, berhak atas ketentuan ini, dan Pasal 21 perjanjian tersebut mengatur bahwa setiap perselisihan harus diselesaikan melalui arbitrase, bukan melalui tindakan sepihak.

Selain itu, Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik yang telah diratifikasi oleh Amerika menjamin kekebalan diplomatik dan kebebasan bergerak. Undang-Undang Hubungan Diplomatik Amerika juga menegaskan bahwa negara tuan rumah harus mengeluarkan visa secara tepat waktu dan tanpa penundaan yang tidak beralasan.

Tindakan terbaru Amerika untuk mencegah partisipasi delegasi Palestina dalam sidang tahunan Majelis Umum PBB akan membawa dampak luas di bidang diplomatik, hukum, dan kemanusiaan.

PBB mungkin akan mengaktifkan mekanisme arbitrase untuk menyelesaikan masalah ini, yang dapat merugikan kredibilitas Amerika sebagai tuan rumah. Preseden pada tahun 1988 menunjukkan bahwa sidang dapat dipindahkan ke lokasi lain, yang berbiaya besar dan bersifat memalukan.

Tindakan ini menyoroti kemungkinan pelanggaran terhadap kekebalan diplomatik dan dapat menimbulkan tantangan hukum di Mahkamah Internasional.

Selain itu, ketika Gaza menghadapi pembantaian, genosida, dan kelaparan oleh Zionis, Amerika berusaha membungkam suara rakyat Palestina di forum internasional; sebuah langkah yang berdasarkan pengalaman, kegagalannya sudah dapat diperkirakan sejak sekarang.

Oleh karena itu dapat dikatakan, bahkan tanpa kehadiran kemungkinan delegasi Palestina dalam sidang Majelis Umum PBB tahun ini, rakyat Palestina dengan cara lain tetap akan menyuarakan hak-hak sah mereka serta mengekspos Israel dan pendukung utamanya, yaitu Amerika Serikat.(PH)