Kelanjutan Kehadiran Perusahaan Italia di Rusia; Realisme Ekonomi Menghadapi Kebijakan Sanksi
https://parstoday.ir/id/news/world-i180144-kelanjutan_kehadiran_perusahaan_italia_di_rusia_realisme_ekonomi_menghadapi_kebijakan_sanksi
Meskipun sanksi berat Barat terhadap Rusia diberlakukan sejak dimulainya perang Ukraina, perusahaan-perusahaan Italia masih mempertahankan kehadiran yang kuat di pasar Rusia.
(last modified 2025-11-12T04:17:21+00:00 )
Nov 12, 2025 11:11 Asia/Jakarta
  • Kelanjutan Kehadiran Perusahaan Italia di Rusia; Realisme Ekonomi Menghadapi Kebijakan Sanksi

Meskipun sanksi berat Barat terhadap Rusia diberlakukan sejak dimulainya perang Ukraina, perusahaan-perusahaan Italia masih mempertahankan kehadiran yang kuat di pasar Rusia.

Data ekonomi menunjukkan bahwa kepentingan finansial dan pertimbangan komersial telah mengungguli keputusan politik dalam bidang ekonomi, dan bahwa realisme ekonomi kini menentukan arah perusahaan-perusahaan Eropa di Rusia.

Lebih dari tiga tahun telah berlalu sejak dimulainya perang Ukraina dan penerapan sanksi berlapis oleh Eropa dan Amerika Serikat terhadap Moskow. Namun, data terbaru dari inisiatif “Leave Russia” yang berafiliasi dengan Sekolah Ekonomi Kyiv menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan Italia tidak hanya belum meninggalkan pasar Rusia, tetapi bahkan telah membayar lebih dari satu miliar euro pajak kepada pemerintah Rusia.

Jumlah tersebut setara dengan pembayaran tahunan sekitar 346 juta euro, yang menunjukkan kelanjutan hubungan ekonomi antara kedua negara di tengah tekanan sanksi.

Saat ini terdapat 146 perusahaan Italia yang beroperasi di Rusia. Meskipun 30 perusahaan telah mengumumkan rencana untuk hengkang, puluhan lainnya masih menjalankan kegiatan resmi. Sebagai perbandingan, Amerika Serikat memiliki 810 perusahaan, Jerman 459 perusahaan, dan Inggris lebih dari 290 perusahaan yang tetap beroperasi di Rusia — suatu indikasi bahwa kepentingan ekonomi secara nyata telah mengungguli kebijakan sanksi.

Para analis menyatakan bahwa sebagian besar aktivitas tersebut berlangsung di “wilayah abu-abu perdagangan,” yakni perusahaan yang secara formal mengumumkan keluar dari Rusia, tetapi tetap menyalurkan barang dan jasa melalui negara-negara pihak ketiga.

Pakar seperti Carolina Stefano dari Universitas Luiss, Roma, berpendapat bahwa kerumitan peraturan keluar, beban pajak tinggi (hingga 35 persen), serta kebutuhan akan izin pemerintah Kremlin telah membuat proses keluar dari pasar Rusia menjadi mahal dan berisiko tinggi.

Pada akhirnya, keberlanjutan kehadiran perusahaan-perusahaan Eropa di Rusia menunjukkan bahwa ekonomi internasional lebih tunduk pada logika keuntungan dan kelangsungan hidup ketimbang pada kebijakan politik — logika yang bahkan di tengah rezim sanksi pun tetap menemukan jalannya.(PH)