Nov 09, 2020 16:30 Asia/Jakarta
  • Gerakan Boikot Produk Prancis
    Gerakan Boikot Produk Prancis

Sikap anti-Islam penguasa Prancis telah membuat marah umat Islam dunia, sedemikian rupa sehingga banyak negara Muslim di dunia tidak hanya mengutuknya, tetapi juga mengungkapkan kemarahan mereka dengan meluncurkan gerakan untuk memboikot produk Prancis.

Sehingga pihak berwenang Prancis tidak hanya mundur dari sikap anti-Islam mereka, tetapi juga tampaknya berusaha untuk menenangkannya, seperti yang dikatakan Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian: "Dia sangat menghormati Islam."

Le Drian, yang melakukan perjalanan ke Mesir untuk menenangkan krisis yang disebabkan oleh publikasi kartun yang menghina tentang Nabi Muhammad Saw, menekankan rasa hormatnya yang dalam terhadap Islam dalam sebuah pertemuan dengan para pejabat Mesir dan berkata: "Terorisme adalah apa yang kami lawan.Terorisme sebenarnya adalah penculikan agama, ini ekstrimisme.”

Le Drian di Mesir

Kunjungan Menteri Luar Negeri Prancis ke Mesir terjadi di tengah publikasi kartun yang menghina tentang Nabi Muhammad (SAW) di surat kabar Prancis Charlie Hebdo dalam beberapa pekan terakhir, diikuti dengan dukungan Presiden Emmanuel Macron atas tindakan anti Islam ini dengan dalih kebebasan berekspresi. Hal ini telah memprovokasi kemarahan umat Islam di seluruh dunia. Di banyak negara Islam, bendera Prancis dan gambar Macron telah dibakar atau unjuk rasa telah diadakan di depan kedutaan Prancis dan Muslim telah menuntut permintaan maaf resmi dari otoritas Paris.

Sekaitan dengan ini, produk-produk Prancis di berbagai negara Islam juga diboikot.

Penulis dan penyair Prancis, Murad Bial mengatakan statemen dan sikap Presiden Macron tentang Islam adalah kesalahan besar di mana dampaknya harus dibayar oleh mereka yang tidak bersalah.

Mengacu pada aksi boikot yang dilakukan sebagian Muslim terhadap produk Prancis, Bial menuturkan pernyataan Macron menyebabkan kerugian ekonomi bagi Prancis karena sebagian orang memboikot barang-barang Prancis.

Dalam beberapa pekan terakhir, presiden Prancis telah menggunakan kebebasan berbicara dan kebebasan berpendapat sebagai dalih untuk membela serangannya terhadap Islam, mengklaim bahwa ada kebebasan di negara itu.

Dalam hal ini sekelimpok pemikir dan pakar internasional di pernyataannya kepada seluruh rakyat dunia, terutama rakyat Perancis, menegaskan bahwa demokrasi tidak sesuai dengan standar ganda kekerasan terhadap satu populasi dan toleransi terhadap populasi manusia lainnya.

Pernyataan itu menambahkan bahwa Prancis telah memberlakukan undang-undang yang melindungi hak asasi manusia, termasuk perang melawan rasisme, kebencian dan diskriminasi, dalam kasus hukumnya, yang menjadi dasar kuat untuk mengutuk penistaan ​​agama.

Sementara itu, negara-negara Islam di responnya menunjukkan kemarahan dan kebenciannya atas kinerja petinggi Prancis. Menurut Muslim, pandangan seperti ini telah memberi peluang kepada kelompok radikal dan ekstrim untuk menyalahgunakan nama Islam untuk melakukan radikalisme dan mempersulit kondisi kehidupan umat Muslim.

Di kondisi seperti ini, petinggi Prancis bangkit untuk menghibur umat Islam dan berusaha meredam kemarahan dunia Islam melalui statemen kontradiktif. Mereka juga khawatir atas aksi Muslim memboikot produk Prancis di tengah-tengah krisis ekonomi saat ini yang dapat menjadi pukulan telak bagi perekonomian Paris.

Meski ada upaya petinggi Prancis ini, sepertinya dunia Islam tidak akan melupakan sikap seperti ini. (MF)

 

Tags