Mar 05, 2021 21:47 Asia/Jakarta
  • Amerika Tinjauan dari Dalam 6 Maret 2021

Dinamika Amerika Serikat selama beberapa hari terakhir diwarnai berbagai isu di antaranya mengenai gelombang kritik terhadap langkah Biden menginstruksikan serangan udara di Suriah.

Selain itu, AS memprotes langkah ICC yang memulai investigasi kejahatan perang Israel, AS menjatuhkan sanksi terhadap belasan perusahaan Rusia, Pelapor PBB mengkritik sikap pemerintah AS terhadap putera mahkota Saudi, AS mengakui kelemahannya menghadapi serangan siber, dan sepertiga personel militer AS menolak vaksin Covid-19.

 

Joe Biden

 

Instruksi Biden Lancarkan Serangan Udara di Suriah Picu Kritik Keras

Keputusan Presiden AS, Joe Biden memerintahkan serangan udara di Suriah yang dilakukan tanpa berkonsultasi dengan Kongres negara ini memicu gelombang kecaman dari partai Demokrat.

Situs Amerika Politico melaporkan, para senator Demokrat tidak puas dengan logika Gedung Putih mengambil langkah melancarkan serangan udara di Suriah tanpa mempertimbangkan masukan dari Kongres AS.

Pentagon mengatakan militer AS telah membom posisi milik kelompok perlawanan di wilayah timur Suriah atas perintah Joe Biden.

Setelah terjadi serangan udara AS di beberapa posisi kelompok perlawanan, banyak pejabat dan berbagai institusi di AS menyampaikan reaksinya.

Sejumlah senator Demokrat dan Republik menuntut penjelasan mengapa mereka tidak diberitahu mengenai serangan itu.

"Saya masih belum yakin ada presiden yang memiliki otoritas yang diperlukan untuk melakukan serangan balasan, terutama di luar Irak, " ujar Chris Murphy, senator dari partai Demokrat.

Senator Bob Menendez, ketua Komisi Hubungan Luar Negeri Senat AS juga mengkritik fakta bahwa tidak ada briefing yang diadakan dengan para senator sebelum Biden mengeluarkan instruksi serangan udara di Suriah.

Di sisi lain, Joe Biden mengklaim bahwa niatnya menyerang sasaran di wilayah timur Suriah hanyalah untuk mencegah berlanjutnya serangan terhadap pasukan AS dan sekutunya di Irak.

Partai Republik, terutama pendukung mantan Presiden AS Donald Trump mendukung langkah yang diambil Joe Biden tersebut.

 

ICC

 

ICC Mulai Investigasi Kejahatan Perang Israel, AS Protes

Pemerintah Amerika Serikat menentang dan menyesalkan keputusan Mahkamah Pidana Internasional, ICC untuk memulai investigasi atas kejahatan perang yang dilakukan rezim Zionis Israel terhadap rakyat Palestina.

Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika, Ned Price seperti dikutip situs The Hill (3/3/2021) mengatakan, ICC tidak punya yurisdiksi atas masalah ini, dan menyerang sebuah Negara Yahudi secara tidak adil.

"Israel bukan bagian dari ICC, dan Israel belum menyetujui yurisdiksi ICC, kami menaruh perhatian serius atas upaya ICC untuk menerapkan yurisdiksinya pada Israel," imbuhnya.

Kepala Jaksa Penyidik Mahkamah Pidana Internasional, Fatou Bensouda hari Rabu mengumumkan dimulainya investigasi kejahatan perang Israel terhadap rakyat Palestina.

 

 

AS Jatuhkan Sanksi terhadap Belasan Perusahaan Rusia

Direktorat Perdagangan dan Industri Departemen Perdagangan AS Selasa (2/3/2021) memasukkan 14 perusahaan yang berbasis di Rusia, Jerman dan Swiss ke dalam daftar sanksi atas alasan kegiatan mereka yang mendukung program senjata pemusnah massal dan senjata kimia Rusia.

Langkah itu dilakukan setelah lima badan pemerintah Rusia masuk daftar sanksi pada Agustus 2020.

Daftar sanksi ini membatasi ekspor dan pemindahan barang yang diberlakukan kepada individu dan badan hukum.

Menurut pernyataan dari Departemen Perdagangan AS, penggunaan senjata kimia oleh pemerintah Rusia bertentangan dengan keamanan nasional dan kepentingan kebijakan luar negeri AS, serta hukum internasional.

Departemen Perdagangan AS juga berkomitmen untuk mencegah Rusia mendapatkan akses ke teknologi sensitif AS, termasuk program kimia yang merusak dan senjata pemusnah massal lainnya.

Langkah senada juga dilakukan Departemen Keuangan AS yang menjatuhkan sanksi kepada tujuh pejabat senior negara ini yang terlibat kasus peracunan Alexei Navalny, pemimpin oposisi Rusia.

Amerika Serikat dan Uni Eropa sangat mendukung Alexei Navalny, dan menggunakan setiap alasan dan insiden untuk menekan Rusia.

 

 

Pelapor PBB Kritik Sikap Pemerintah AS terhadap Putera Mahkota Saudi

Pelapor Khusus PBB urusan HAM Agnes Callamard mengkritik laporan terbaru pemerintah AS tentang kasus pembunuhan seorang jurnalis Saudi, Jamal Khashoggi yang tewas mengenaskan.

Reuters melaporkan, Callamard hari Senin (1/3/2021) menanggapi laporan pembunuhan Khashoggi dengan mengatakan, "Meskipun Washington telah mengakui tanggung jawab Muhammad bin Salman [dalam kasus pembunuhan Khashoggi], tapi mereka tidak mengambil tindakan apa pun terhadapnya,".

"Apa yang diumumkan sangat terbatas dan ini mengkhawatirkan. Bukti lebih konkret diharapkan akan dirilis," tegas Callamard dalam jumpa pers di Jenewa.

Pelapor Khusus PBB urusan HAM ini kembali menyerukan sanksi terhadap aset Mohammed bin Salman yang telah mengakui tanggung jawabnya dalam kasus pembunuhan Jamal Khashoggi di Konsulat Arab Saudi di Istanbul.

Jumat lalu, pemerintah Biden mengumumkan laporan intelijen tentang kasus pembunuhan Khashoggi yang menyatakan bahwa Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman telah secara langsung memerintahkan pembunuhan Jamal Khashoggi.

Pada saat yang sama, Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken mengumumkan pembatasan visa bagi 76 warga negara Saudi yang terlibat pelecehan terhadap jurnalis dan aktivis masyarakat sipil. Namun, pemerintah Biden tidak mengambil tindakan apapun terhadap Muhammad bin Salman.

 

 

Begini Pengakuan AS atas Kelemahannya Hadapi Serangan Siber

Komisi Keamanan Nasional AS dalam laporan terbarunya mengakui bahwa pemerintah federal tidak siap untuk melindungi negara dari ancaman baru serangan siber yang ditimbulkan oleh peningkatan penggunaan teknologi kecerdasan buatan.

Surat kabar AS, The Hill Selasa pagi mengutip laporan Komisi Keamanan Nasional AS tentang ancaman siber yang ditimbulkan kemajuan kecerdasan buatan.

"Amerika Serikat harus mengambil perubahan signifikan untuk melakukan sinkronisasi dengan negara-negara seperti Cina dan Rusia di bidang kecerdasan buatan demi mengatasi masalah keamanan nasional," tulis Komisi Keamanan Nasional AS dalam laporan terbarunya.

"Amerika Serikat sekarang harus berinvestasi dalam menggunakan sistem dan inovasi kecerdasan buatan untuk menjaga keamanan, kemajuan, dan masa depan demokrasi," tegasnya.

Laporan Komisi Keamanan Nasional AS menekankan bahwa Amerika Serikat tertinggal dalam melindungi negara dari ancaman serangan siber yang dipicu penggunaan kecerdasan buatan oleh kekuatan asing.

Komisi Keamanan Nasional dibentuk sebagai bagian dari Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional AS pada 2019, dan sebagian besar anggotanya ditunjuk oleh Kongres AS.

 

 

Sepertiga Personel Militer AS Menolak Vaksin Covid

Para pejabat militer AS memberitahu Kongres bahwa sekitar sepertiga pasukan yang bertugas aktif menolak untuk diberikan vaksin Corona.

Seperti dilansir The New York Times, Minggu (28/2/2021), para pejabat militer AS mengatakan sepertiga personel militer menolak divaksin dan di pangkalan militer Fort Bragg di Carolina Utara, tingkat penerimaan vaksin Covid-19 di bawah 50 persen.

Keengganan menerima vaksin di lingkungan militer merupakan cerminan dari masyarakat Amerika yang lebih luas, di mana mereka menolak suntikan vaksin karena berbagai alasan.

Perusahaan farmasi Amerika, Pfizer dan Moderna telah mendistribusikan jutaan dosis vaksin ke seluruh Amerika dan negara-negara lain termasuk Inggris, tetapi sekitar 60 orang di AS meninggal setelah menerima vaksin Pfizer atau Moderna dan ratusan orang merasakan efek samping yang mengerikan.

AS saat ini menduduki posisi pertama dunia dari segi jumlah orang yang terinfeksi virus Corona dan juga angka kematian akibat Covid-19.

Para ahli kesehatan AS percaya bahwa kinerja pemerintahan Donald Trump telah menyebabkan krisis Corona di negara itu.(PH)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tags