Ketika Pompeo Mengakui Kegagalan Tekanan Maksimum terhadap Iran
(last modified Mon, 15 Mar 2021 11:15:00 GMT )
Mar 15, 2021 18:15 Asia/Jakarta
  • Mike Pompeo, mantan Menterli Luar Negeri AS
    Mike Pompeo, mantan Menterli Luar Negeri AS

Presiden AS Donald Trump telah memberlakukan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Iran dalam sejarah sebagai bagian dari kampanye tekanan maksimum sejak menarik diri dari kesepakatan nuklir JCPOA pada Mei 2018. Tujuan pemerintahan Trump adalah untuk memaksa Tehran menerima tuntutan Washington, tapi kebijakan pemerintahan Trump terhadap Iran gagal total.

Ini adalah masalah yang sekarang diakui oleh anggota paling radikal dari pemerintahan Trump, mantan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo. Pejabat yang memainkan peran kunci dalam meningkatkan tekanan dan permusuhan AS selama era Trump terhadap Iran. Pompeo mengakui pada hari Minggu (14/03/2021) bahwa pemerintah sebelumnya tidak mampu memaksa Iran untuk mundur dan duduk di meja perundingan.

"Kami tidak mencapai semua yang kami harapkan untuk memaksa Iran mundur dan memasuki kesepakatan yang benar-benar akan mencegahnya memperoleh senjata nuklir, tapi kami mencapai banyak kemajuan," kata Pompeo.

Mike Pompeo, mantan Menterli Luar Negeri AS

Pengakuan yang terlambat ini menunjukkan bahwa klaim Pompeo sebelumnya bahwa tekanan sanksi AS terhadap Iran berpengaruh hanyalah ucapan kosong. Trump dan Pompeo telah berjanji bahwa dengan penarikan AS dari Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA), Iran akan dipaksa untuk merundingkan apa yang disebutnya "kesepakatan yang lebih baik". Namun kampanye tekanan maksimum AS terhadap Iran, yang telah berlangsung selama lebih dari dua setengah tahun, gagal dan tidak memenuhi tujuan yang dimaksudkan Washington.

Hal ini menimbulkan banyak kritik terhadap Trump di tahun terakhir masa jabatannya. Para kritikus menuduh Trump kurang strategi untuk Iran, meningkatkan ketegangan yang tidak perlu di kawasan, dan memisahkan Amerika Serikat dari sekutunya. Kegagalan kebijakan Trump terhadap Iran telah berulang kali dikritik tidak hanya oleh saingan AS dan mitra asing, tetapi juga oleh pejabat dan analis AS.

“Ada banyak indikasi yang membuat para pengamat yakin bahwa upaya pemerintahan Trump untuk meningkatkan tekanan agar Iran menyerah telah berujung pada kegagalan, ketika bahkan para pendukung strategi ini juga mengakui kegagalannya,” ujar Paul Pillar, pakar politik Amerika.

Ini bisa menjadi pelajaran besar bagi Presiden Joe Biden saat ini dan pemerintahannya untuk belajar dari tidak mengulangi pengalaman berulang pemerintahan Trump. Sebelum menjadi presiden, Biden telah mengklaim bahwa jika dia memasuki Gedung Putih, dirinya akan meninggalkan kebijakan Trump terhadap Iran dan kembali ke kesepakatan nuklir JCPOA.

Namun, sekitar dua bulan setelah Biden tinggal di Gedung Putih, kebijakan pemerintahan Biden terhadap Iran sama dengan kebijakan pemerintahan Trump. Washington terus bersikeras untuk melanjutkan sanksi, bahkan telah mengumumkan sanksi pertama terhadap Iran beberapa hari yang lalu.

Menurut pakar politik Kaitlin Johnstone, Biden sebenarnya melanjutkan kebijakan Trump terhadap Iran.

Bendera AS

Tentu saja, mengambil pendekatan ini hanya akan membawa kegagalan bagi Amerika Serikat. Pada saat yang sama, Iran telah mampu mengatasi banyak kesulitan yang ditimbulkan oleh sanksi AS dalam kerangka kebijakan perlawanan maksimal.

Dengan demikian, kelanjutan kampanye tekanan maksimal tidak bisa memaksa Tehran menerima tuntutan irasional Washington, termasuk kembali memenuhi kewajibannya tanpa tindakan AS untuk mencabut sanksi.