Pemilu Mendatang di Turki dan Peningkatan Angka Kemiskinan
Pemilu presiden ke-13 di Turki kurang dari tiga pekan lagi akan digelar. Mengingat perkembangan dalam negeri, kawasan dan bahkan dunia, para pengamat menilai pilpres di Turki kali ini sangat penting dan berpengaruh sejak pembentukan negara ini tahun 1923.
Seiring dengan intervensi negara-negara Barat pimpinan Amerika Serikat, bukan tidak mungkin pemilihan presiden ke-13 di Turki akan mengakhiri dua dekade pemerintahan "sistem presidensial" di negara ini.
Referendum reformasi konstitusi Turki diadakan pada April 2017. Referendum ini mencakup 18 item, antara lain mengganti sistem parlementer dengan sistem presidensial, menghilangkan kursi perdana menteri, menambah jumlah kursi di parlemen dari 550 menjadi 600 kursi, dan melakukan reformasi di Dewan Tertinggi Hakim dan Jaksa Penuntut Umum yang disetujui dan dilaksanakan tanpa masalah tertentu. Dengan penghapusan sistem parlementer, "Recep Tayyip Erdogan" disebut sebagai presiden Turki yang tak terbantahkan.
Dekade pertama berkuasanya Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) disertai dengan banyak keberhasilan. Tetapi tindakan pemerintah Erdogan selama lebih dari satu dekade, terutama di bidang kebijakan dalam dan luar negeri, dan terutama perilaku yang tidak pantas dan tidak bersahabat dengan tetangga, menjadi alasan ketidakpuasan bagian tradisional masyarakat Turki.
Bagaimana pun juga, pengambilan kebijakan keliru oleh Erdogan telah membuka peluang runtuhnya anasir ideologi efektif dari kepala dan badan partai berkuasa Turki, di mana yang paling terpenting adalah tokoh seperti Abdullah Gul, Ahmet Davutoglu, Abdüllatif Şener, Ali Babacan dan elit politik serta pengacara terkenal Turki yakni Bülent Arınç.
Pada dekade kedua pemerintahan Recep Tayyip Erdoğan, ratusan ribu pakar terkemuka dan anggota Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa pindah ke partai paralel lainnya. Hal ini menciptakan kondisi munculnya masalah bagi partai yang berkuasa di Turki.
Sehubungan dengan itu, analis Turki terkenal "Taha Akyol ", yang pernah menjadi anggota aktif partai berkuasa Turki di media negara ini dan selama beberapa tahun terakhir cenderung bekerja sama dengan partai paralel, menekankan, "Periode pemerintahan Recep Tayyip Erdoğan dan para pemimpin seperti dia telah berakhir di Turki, dan orang-orang di negara ini sekarang memiliki harapan dan model kepemimpinan yang berbeda dalam pikiran mereka."
Faktanya, selama dekade kedua periode kepemimpinan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pimpinan Erdogan, para pemimpin Ankara bukan saja gagal menunaikan janjinya kepada rakyat, bahkan mereka meratifikasi dan menjalankan kebijakan kontradiktif dan keliru.
Hasil dari keputusan keliru ini selain memunculkan beragam tantangan Turki dengan negara-negara tetangga, juga menciptakan krisis ekonomi di dalam negeri dan berbagai tantangan kehidupan bagi rakyat negara ini.
Dengan kata lain, Partai AKP dan Erdogan yang di dekade pertama kepemimpinanya secara independen mengangkap pejabat yang mereka inginkan di pemerintah dan parlemen, di awal dekade kedua terpaksa membentuk koalisi (Aliansi Rakyat) dengan partai Gerakan Nasional pimpinan Devlet Bahçeli yang memiliki nama buruk.
Erdoğan, yang pernah berhasil merebut kekuasaan pertama dan tak terbantahkan di arena politik Turki dengan mengubah sistem politik Turki, menghadapi banyak masalah domestik, regional, dan bahkan internasional dengan mengadopsi kebijakan yang salah. Kesalahan ini telah menyebabkan banyak analis Turki mengaitkan kemampuan Turki pada dekade pertama Partai Keadilan dan Pembangunan yang berkuasa dengan orang-orang yang secara pribadi diusir oleh Erdogan dari partai yang berkuasa dan pemerintah Ankara pada dekade kedua pemerintahannya.
Bagaimanapun, harus dikatakan, meskipun banyak pasang surut, lonceng berdentang dalam kontes pemilihan politisi Turki dan bukti menunjukkan bahwa jika pejabat partai yang berkuasa di Turki berniat untuk tetap berkuasa, mereka harus menambah partai koalisi mereka.
Faktanya, "Aliansi Rakyat" seharusnya ditambah dari dua partai menjadi lima partai. Padahal partai dan politisi Turki tidak menunjukkan keinginan untuk bekerja sama dengan pemerintah Erdogan dan Partai Keadilan dan Pembangunan yang berkuasa.
Misalnya, Fatih Erbakan, putra perdana menteri pro Islam pertama Turki dan pendiri Partai Kesejahteraan Baru (Yeniden Refah Partisi), menolak bekerja sama dengan pemerintahan Erdogan. Ini hanyalah salah satu contoh penentangan partai-partai Turki terhadap Partai Keadilan dan Pembangunan yang berkuasa. Inilah alasan mengapa Partai Keadilan dan Pembangunan tidak berjalan dengan baik akhir-akhir ini.
Survei terbaru dari lembaga ORC menunjukkan bahwa jika kondisi sedikit berubah menguntungkan Kemal Kılıçdaroğlu, politisi Turki ini dapat dengan mudah memenangkan putaran pertama persaingan dengan Erdoğan sendiri. Kemal Kilicdaroglu, saingan utama Erdogan dalam pemilihan presiden Turki periode ke-13, telah membuat janji-janji tertentu kepada rakyat Turki di bidang ekonomi.
Di antara janji-janji tersebut, dimungkinkan untuk mengakhiri kemewahan dan foya-foya di istana kepresidenan dan lembaga pemerintah, dan mengarahkan anggaran dan kredit pemerintah dengan benar, memperkuat sektor swasta dengan mengakhiri distribusi sewa di antara perusahaan yang berafiliasi dengan pemerintah, akan menarik setidaknya 50 miliar dolar modal asing dengan mereformasi kebijakan luar negerinya, mengurangi biaya pertahanan dengan mengakhiri petualangan militer di kawasan dan dunia, termasuk penarikan pasukan militer dari Suriah dan Libya dan kawasan lain, serta mengurangi inflasi dengan memulihkan stabilitas dan kedamaian ke pasar.
Semua kasus ini dibahas di media dan masyarakat Turki. Namun, pemerintah Erdogan belum mundur dalam hal ini. Dalam hal ini, menjelang pemilihan presiden dan parlemen pada 14 Mei, rekor baru dipecahkan setiap hari di pasar mata uang dan emas, dan krisis ekonomi menjadi semakin kritis.
Kondisi kehidupan berbagai lapisan masyarakat Turki semakin buruk setiap hari. Dalam situasi ini, alih-alih menyelesaikan masalah ekonomi dan mata pencaharian, koalisi Erdogan dan Bahçeli mengatakan kepada rakyat: "Jika Anda mempercayai kami lagi dan memilih, Turki akan mencapai puncak kejayaan, prestise, dan kemakmuran".
Tetapi Kemal Kılıçdaroğlu, sebagai saingan utama Erdogan dan kandidat bersama oposisi dalam Aliansi Bangsa, menanggapi permintaan Aliansi Rakyat dan mengatakan, "Jika mereka memikirkan rakyat, situasi Turki tidak akan telah mencapai titik ini. Tidak jauh kita untuk meraih hari baik dan indah. Dengan upaya dan partisipasi Anda, cukup untuk menyingkirkan Erdogan dan membangun kembali negara. Kita harus menyelamatkan negara ini dari kemiskinan dan kelaparan."
Dalam tuduhan terbaru terhadap Kemal Kılıçdaroğlu, Erdogan berkata tanpa memberikan bukti yang jelas, "Tuan Kemal setuju makan riba dari London dan New York dan akan mengambil tiga ratus miliar dolar dari mereka!" Tuduhan semacam itu jelas tidak bisa melenyapkan lawan politik yang sengit.
Namun, dengan kenaikan harga pangan di Turki, garis kemiskinan dan kelaparan absolut telah mencapai 10.000 lira, dan jutaan rumah tangga hidup dalam kondisi yang sangat sulit. Garis kemiskinan absolut dan ambang kelaparan, yang merupakan biaya bulanan untuk diet sehat dan seimbang untuk keluarga beranggotakan empat orang, telah meningkat dari 9.234 lira pada Februari menjadi 9.752 lira pada Maret tahun ini.
Selain itu, garis kemiskinan pada bulan Maret telah mencapai 33.754 lira dengan peningkatan sebesar 1815 lira dibandingkan bulan sebelumnya, yang merupakan angka yang tinggi dan persentase rumah tangga yang memperoleh angka tersebut pada bulan tersebut kecil. Garis kemiskinan mencakup semua pengeluaran bulanan keluarga seperti sewa rumah, pembayaran berbagai tagihan, biaya transportasi, pendidikan, kesehatan dan sandang, pada bulan Februari menjadi 31.939 lira, namun angka ini menjadi 33.754 lira pada tahun Maret 754 lira dan ini belum pernah terjadi sebelumnya di Turki.
Hal ini tentu saja menunjukkan kondisi ekonomi yang parah di Turki dan belum pernah terjadi sebelumnya. Faktanya, krisis ekonomi di Turki masih terus berlanjut, dan angka inflasi yang belum pernah terjadi di negara ini mempengaruhi seluruh dimensi kehidupan warga. Benar, di kondisi seperti ini ketika partai politik Turki terlibat persaingan ketat, mereka tengah menghitung hari untuk berpartisipasi di pemilu. Sejatinya, krisis ekonomi membayangi pilpres ke-13 Turki dan memainkan peran menentukan.