Hari Lanjut Usia Internasional
(last modified Mon, 30 Sep 2019 10:51:32 GMT )
Sep 30, 2019 17:51 Asia/Jakarta
  • Ilustrasi lansia Iran dan kerabatnya.
    Ilustrasi lansia Iran dan kerabatnya.

Pertumbuhan jumlah orang lanjut usia (lansia) di dunia telah menjadi salah satu fokus dunia modern. Fenomena ini menghadirkan sebuah kabar gembira sekaligus sebuah tantangan sosial.

Populasi global lansia mencapai lebih dari 900 juta orang pada tahun 2015, naik menjadi 1,4 miliar pada 2030, dan akan mencapai 2,1 miliar orang pada 2050. Populasi lansia pada akhirnya akan mendekati jumlah anak-anak di bawah usia 15 tahun.

Pertumbuhan populasi lansia merupakan sebuah perkembangan sosial modern, yang memunculkan masalah baru bagi seluruh masyarakat dan menuntut penyelesaian terhadap isu-isu khusus yang berhubungan dengan kelompok lansia.

Isu ini telah menyita perhatian masyarakat internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk Dewan Dunia Lansia pada tahun 1982 dan pada tahun itu pula memperkenalkan sebuah prakarsa mengenai penetapan hari lanjut usia. Akhirnya pada 1990, dewan tersebut menetapkan tanggal 1 Oktober sebagai Hari Lanjut Usia Internasional (International Day of Older Persons).

Lansia adalah fase akhir dari roda kehidupan manusia dan sebutan ini diberikan kepada orang-orang di atas usia 60 tahun. Badan Kesehatan Dunia (WHO) membagi lansia ke dalam tiga kelompok usia. Pertama, lansia muda antara 60-74 tahun, kedua lansia menengah antara 74-90 tahun, dan ketiga lansia tua dengan usia di atas 90 tahun.

Kehidupan manusia pada periode lansia umumnya disertai dengan penurunan kemampuan fisik, intelektual, dan sosial. Akibat perubahan kondisi fisik, para lansia mudah jatuh sakit dibandingkan anak muda dan lama untuk bisa sembuh.

Dari segi sosial, para lansia menghadapi banyak perubahan dalam kehidupannya. Di antara masalah yang mengancam kesehatan dan kemandirian mereka adalah status pensiun, pemindahan ke panti jompo oleh anaknya, kematian pasangan, dan ketergantungan pada orang sekitar. Kondisi ini membuat mereka kesepian dan merasa tidak bernilai dalam berinteraksi dengan orang lain.

Seiring dengan meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan, fenomena lansia mencatat pertumbuhan yang cepat di banyak negara dunia. Berdasarkan laporan PBB, saat ini lansia membentuk struktur populasi di banyak negara maju, sebagian negara berkembang juga sedang memasuki fase penuaan masyarakat, dan banyak negara dengan populasi yang sangat muda sedang memasuki fase tersebut dengan cepat.

Menurut statistik, negara-negara berkembang mencatat pertumbuhan signifikan populasi lansia dalam beberapa dekade terakhir.

Saat ini hampir setengah dari populasi lansia dunia hidup di Benua Asia, 177 juta lansia tinggal di Eropa, 75 juta di Amerika Utara, 71 juta di Amerika Selatan dan Kepulauan Karibia, 64 juta di Afrika, dan 6 juta lansia di Oceania. Dengan kata lain, penuaan populasi merupakan sebuah fenomena umum yang ditemukan di semua negara dengan kuantitas yang berbeda.

Para lansia telah tumbuh di zaman yang berbeda dan dalam lingkungan yang berbeda pula, dan mereka juga memegang tradisinya. Oleh karena itu, mereka tidak menerima ketidakpedulian generasi baru terhadap tradisi-tradisi masa lalu. Sementara generasi milenial dibesarkan di lingkungan baru dan dipengaruhi oleh faktor-faktor baru. Dengan orientasi dan pemahaman baru, generasi milenial kadang bangkit melawan tradisi.

Jadi, tradisionalisme dan modernisme ini menciptakan ruang bagi munculnya krisis di tengah keluarga dan masyarakat, yang kadang-kadang mengancam hak-hak para lansia.

Para lansia adalah salah satu komunitas yang paling rentan di masyarakat, dan karena kondisi fisik dan mental, mereka biasanya tidak mendapatkan hak-hak dan kebebasannya. Hak-hak dan kebebasan mereka sering dirampas baik secara sengaja maupun tidak.

Padahal, berdasarkan prinsip martabat, persamaan, dan prinsip non-diskriminasi yang diakui dalam sistem HAM internasional, tidak boleh ada diskriminasi antara lansia dan orang lain dalam menikmati hak dan kebebasan. Semua individu memiliki martabat, sama kedudukannya di mata hukum, dan tidak boleh ada praktek diskriminasi terhadap mereka. Namun, hak-hak tersebut secara praktis dirampas dari lansia dan ini bisa disaksikan dari kondisi yang mereka hadapi.

Di banyak masyarakat, akses lansia terhadap pekerjaan, pinjaman bank, dan layanan dasar dibatasi. Padahal, hasil riset menunjukkan bahwa pengucilan lansia membawa banyak dampak buruk, dan ini akan tampak jelas ketika mereka menjadi korban eksploitasi.

Studi WHO mencatat bahwa seperenam populasi lansia dunia pernah disakiti dan dieksploitasi setidaknya satu kali dalam hidup mereka. Gangguan semacam ini diperkirakan akan meningkat di tahun-tahun mendatang.

Studi WHO itu dilakukan dengan melibatkan Lancet Global Health dan mereka melakukan 52 penelitian di 18 negara dari berbagai benua termasuk 12 negara dengan pendapatan rendah dan sedang. Hasil studi WHO- Lancet Global Health menemukan bahwa hampir 16 persen orang berusia 60 tahun dan lebih tua mengalami pelecehan psikologis (11,6%), pelecehan finansial (6,8%), tidak diperhatikan (4,2%), pelecehan fisik (2,6%) atau pelecehan seksual (0,9%).

Penelitian ini menggunakan bukti terbaik yang tersedia dari 52 studi di 28 negara dari berbagai daerah, termasuk 12 negara berpenghasilan rendah dan menengah.

"Penyalahgunaan lansia sedang meningkat dan tindakan ini memiliki biaya individu dan sosial yang banyak," kata Alana Officer, penasihat senior untuk masalah kesehatan lansia di WHO. "Kita harus berbuat lebih banyak untuk mencegah dan menanggapi meningkatnya frekuensi berbagai bentuk pelecehan," tambahnya.

Oleh karena itu, langkah-langkah hukum yang lebih efektif perlu diambil untuk mencegah penyiksaan terhadap lansia dan menjamin mereka menikmati hak-hak dan kebebasannya.

PBB telah mengangkat isu untuk memperkuat hak asasi manusia lansia dan mengapresiasi para pembela hak-hak lansia sebagai slogan peringatan Hari Lanjut Usia Internasional tahun lalu. Semua negara diharapkan untuk meningkatkan perhatiannya dalam menjaga hak-hak lansia serta menghormati dan memuliakan mereka.

Masalah ini ditekankan oleh agama-agama Samawi sejak awal kemunculannya, seperti ajaran Islam tentang menghormati lansia. Islam sangat memuliakan lansia dan menghormati mereka.

"… Hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (QS. Al-Isra': 23)

Rasulullah Saw bersabda, "Menghormati orang-orang tua dari umatku, sama seperti menghormatiku."

Republik Islam Iran mengundang-undangkan masalah menghormati dan memuliakan lansia. Langkah ini mengikuti ajaran Islam dan juga menjalankan prinsip-prinsip resolusi PBB tentang lansia. Pasal 2 ayat 6 Konstitusi Iran mengakui prinsip kemuliaan dan nilai-nilai luhur manusia.

Pasal 29 Konstitusi Iran menyebutkan bahwa merupakan hak universal untuk menikmati jaminan sosial dan menerima manfaat sehubungan dengan pensiun, pengangguran, usia lanjut, tidak mampu bekerja, tidak memiliki pemelihara, dan orang miskin. Dalam kasus kecelakaan dan keadaan darurat, setiap orang berhak atas perawatan kesehatan dan medis melalui asuransi atau cara lain.

Sejalan dengan ini, pemerintah Iran sejak awal telah mengambil langkah khusus, termasuk pembentukan sebuah lembaga yang disebut Dewan Nasional Lansia di bawah struktur Lembaga Kesejahteraan Negara.

Dewan ini bertugas untuk memastikan kelanjutan kehadiran lansia di masyarakat, menekankan pemeliharaan kedudukan lansia di tengah keluarga, menyediakan kebutuhan dasar para lansia miskin, menekankan penghormatan terhadap martabat dan wibawa lansia, serta melibatkan masyarakat, lembaga, dan organisasi non-pemerintah dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan lansia.

Dunia modern harus mengakui bahwa para lansia adalah harta karun yang kaya akan pengalaman berharga. Jika pemerintah menyusun program-program untuk keterlibatan lansia di masyarakat, maka mereka tidak akan termaginalkan lagi.

Negara-negara dunia perlu mengidentifikasi kapasitas di bidang lansia dan bekerja untuk mencegah gangguan sosial, serta meningkatkan kegembiraan sosial, dan identitas budaya lansia. Negara harus menghembuskan semangat baru kepada lansia untuk meneruskan kehidupan mereka. (RM)