Lintasan Sejarah 10 Agustus 2021
1 Muharram, Awal Tahun Baru Hijriah Qamariah
Tanggal 1 Muharam diperingati sebagai awal tahun baru Hijriah Qamariah.
Penanggalan Hijriah Qamariah dilakukan berdasarkan perputaran bulan mengelilingi bumi dan digunakan oleh umat Islam di banyak negara Islam sebagai tanggalan Islam. Sesuai dengan penanggalan ini, umat Islam menentukan kewajiban Islamnya seperti berpuasa, haji dan bulan-bulan haram.
Kalender Hijriah Qamariah disusun dan ditetapkan di masa kekhalifahan Umar bin Khatthab lewat rekomendasi Ali bin Abi Thalib as dengan menjadikan hijrah Nabi Saw sebagai awal penanggalan.
Sebelum kalender Masehi resmi digunakan di banyak negara-negara Islam dan begitupula penggunaan Hijriah Syamsiah di Iran dan Afghanistan, penanggalan Hijriah Qamariah menjadi penanggalan resmi di negara-negara Islam. Bahkan pelbagai peristiwa yang terjadi dicatat dengan penanggalan Hijriah Qamariah.
Awal penanggalan Hijriah Qamariah sama dengan Hijriah Syamsiah ditetapkan sesuai dengan hijrah Nabi Saw dari Mekah ke Madinah pada 622 Masehi. Awal hijrah Nabi Saw dari Mekah pada hari Senin, 1 Rabiul Awal yang bertepatan dengan 16 September 622. Sementara Nabi Saw tiba di Madinah pada 8 Rabiul Awal di tahun yang sama.
Penanggalan pertama Hijriah Qamarian jatuh pada hari Jumat, 1 Muharram tahun pertama Hijriah Qamariah yang bertepatan dengan tanggal 19 Juli 622.
Tim Pemantau PBB Tiba di Iran
33 tahun yang lalu, tanggal 19 Mordad 1367 HS, pasukan penjaga perdamaian PBB memasuki Tehran dan Baghdad setelah Iran menerima resolusi Dewan Keamanan PBB no. 598.
Iran dan Irak melakukan gencatan senjata pada 29 Mordad 1367 Hs.
Kemudian, Dewan Keamanan PBB meratifikasi resolusi no.619 pada 18 Mordad 1367 Hs. Berdasarkan ketentuan ini, PBB mengirimkan pasukan penjaga perdamaian di perbatasan Iran dan Irak yang berjumlah sekitar 400 orang dari 25 negara dunia.
Salah satu alasan yang dijadikan dalih oleh rezim Baath untuk menyerang Iran mengenai sengketa perbatasan yang telah ditetapkan pada perjanjian Aljazair tahun 1975.
Dalam perang yang tidak seimbang selama delapan tahun, rezim Baath yang merasa terancam eksistensinya meminta bantuan AS dan sekutunya. Lalu, Dewan Keamanan PBB turun tangan menyerukan supaya Irak dan Irak melakukan gencatan senjata dan berdamai.
Imam Khomeini dengan mempertimbangkan kemaslahatan umat Islam dan konspirasi Barat terutama AS untuk menumbangkan Republik Islam dan menghancurkan rakyat Iran, setelah melakukan konsultasi dengan panglima tinggi militer dan pemerintah akhirnya bersedia menerima resolusi Dewan Keamanan PBB no.598.
Republik Islam Iran setelah mempertimbangkan isi resolusi terutama mengenai poin pembayaran ganti rugi akibat perang oleh Irak bersedia menerima resolusi tersebut. Namun meski secara resmi telah menandatangani perjanjian gencatan senjata pada Agustus 1988, namun tetap saja rezim Baath melanjutkan penyerangan terhadap Iran.
Pangeran Billah Jadi Putra Mahkota
23 tahun yang lalu, tanggal 10 Agustus 1998, Pangeran Billah ialah putra pertama sekaligus ahli waris Sultan Brunei.
Pangeran Billah putra Hassanal Bolkiah dan Ratu Saleha. Pangeran Billah lulus dari Magdalen College di Universitas Oxford pada 1997. Ia lulus dengan gelar dalam studi Islam. Di luar tugas resmi kerajaan, Pangeran Billah penggemar biliar dan snooker.
Pada 9 September 2004, di usia 30 tahun, ia menikahi Sarah Pengiran Salleh di Istana Nurul Iman di Bandar Seri Begawan. Sang mempelai wanita ketika itu masih berusia 17 tahun. Pernikahan mereka dirayakan dalam sebuah pesta besar-besaran. Pernikahan tersebut diperkirakan menghabiskan biaya US$5 juta. Sang ayah memerintah Brunei Darussalam sejak 5 Oktober 1967. Pada 10 Agustus 1998, Pangeran Billah resmi diangkat menjadi putra mahkota ayahnya.