Pertama Kali, DK-PBB Menuntut Gencatan Senjata ‘Segera’ di Gaza, AS Abstain
Setelah lebih dari 170 hari perang di Gaza, 14 dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB memberikan suara mendukung resolusi yang diajukan oleh anggota tidak tetap Dewan Keamanan untuk segera melakukan gencatan senjata di Gaza, dengan Amerika Serikat sebagai salah satu pihak yang tetap abstain dan dengan demikian resolusi untuk mengadakan gencatan senjata di Gaza disetujui.
Resolusi tersebut, yang menuntut “gencatan senjata segera” selama bulan suci Ramadan yang mengarah pada gencatan senjata “langgeng”, disetujui, dan 14 anggota Dewan Keamanan lainnya memilih ya.
Resolusi tersebut menyerukan gencatan senjata segera pada bulan puasa Ramadan, yang akan berakhir dua minggu lagi, dan juga menuntut pembebasan semua sandera yang ditangkap dalam operasi Badai Al-Aqsa pada 7 Oktober.
“Pertumpahan darah telah berlangsung terlalu lama,” kata Amar Bendjama, Duta Besar Aljazair untuk PBB, yang saat ini menjadi anggota Dewan Keamanan Blok Arab dan salah satu sponsor resolusi tersebut.
Menurutnya, Pada akhirnya, Dewan Keamanan memikul tanggung jawabnya.
AS telah berulang kali memblokir resolusi Dewan Keamanan yang memberikan kesempatan pada Israel untuk melakukan kejahatan lebih luas, tapi semakin menunjukkan rasa frustrasi terhadap sekutunya ketika korban sipil meningkat dan PBB memperingatkan akan terjadinya kelaparan di Gaza.
Ada tepuk tangan meriah di ruang dewan setelah pemungutan suara pada hari Senin.
Pihak Hamas sendiri menyambut seruan Dewan Keamanan PBB hari Senin untuk segera melakukan gencatan senjata di Gaza. Mereka menekankan perlunya mencapai gencatan senjata permanen yang akan mengarah pada penarikan seluruh pasukan Zionis dari Jalur Gaza dan kembalinya para pengungsi ke rumah mereka.
Di sisi lain, pengesahan resolusi tersebut membuat Israel terisolasi karena Dewan Keamanan PBB menuntut gencatan senjata segera di Gaza.
Namun Gedung Putih mengatakan resolusi akhir tidak mengandung bahasa yang dianggap penting oleh AS dan sikap abstainnya tidak mewakili perubahan kebijakan.
Sementara kantor Perdana Menteri Rezim Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kegagalan AS untuk memveto resolusi tersebut merupakan “kemunduran yang jelas” dari posisi sebelumnya dan akan merugikan upaya perang melawan Hamas serta upaya untuk membebaskan tawanan Israel yang ditahan di Gaza.