Jan 26, 2019 19:28 Asia/Jakarta
  • Mausoleum Mulla Kashefi
    Mausoleum Mulla Kashefi

Kamaloddin Hossein bin Ali Sabzavari yang lebih dikenal dengan sebutan Molana Hossein Vaez Kashefi adalah penulis prolifik, matematikawan, astronom sekaligus ulama terkemuka di era dinasti Timurid. Kashefi dilahirkan di Baihagh, Sabzavar, Iran.

Mulla Kashefi dikenal sebagai orang yang produktif menghasilkan berbagai karya dalam bahasa Farsi dan Arab. Berbagai karyanya antara lain: Akhlagh Mohseni, Raudhah Al-Syuhada, Futut Nameh Soltani, Asrar Qasimi, tafsir Al-Quran, Jawahir Al-Tafsir dan lainnya.

Karya-karya beliau beragam dan dikenal menarik bagi para pembaca. Sebagian dari karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Turki di era imperium Ottoman. Selain itu, karya beliau yang membahas masalah imamah dan wilayah tersebar luas di berbagai kawasan berbahasa Farsi, tidak hanya di Iran, tapi juga negara lain yang menggunakan bahasa tersebut.

Meskipun sebagian peneliti masih menempatkan beliau sebagai seorang ulama Sunni, tapi karya Mulla Kashefi, kitab Raudhah Al-Syuhada lebih kentara warna kesyiahannya. Kitab ini dimulai dengan sejarah umum para Nabi, kemudian menjelaskan kehidupan Rasulullah Saw, lalu kehidupan para Imam. Di buku ini dijelaskan tentang peristiwa Karbala yang merupakan tujuan utama Mulla Kashefi menulis buku tersebut dengan proporsi yang lebih besar dibandingkan pembahasan lainnya.

Mulla Kashefi

Kitab Raudhah Al-Syuhada merupakan buku teks terpenting yang biasa dipergunakan di majelis duka, terutama di bulan Muharram. Pengaruh buku ini menyebar luas melalui orang-orang yang membacakan narasi dalam buku ini kepada khalayak di majelis-majelis duka. Secara partisipatif orang-orang memperbanyak buku ini dan menyebarkannya hingga terkumpul ribuan naskah.

Kitab Raudhah Al-Syuhada membahas salah satu masalah penting dalam sejarah Islam yaitu peristiwa Karbala. Saking pentingnya kitab Mulla Kashefi ini, penamaan majelis duka dengan sebutan Raudhah diambil dari nama kitab Raudhah Al-Syuhada.

Situasi politik dan keagamaan di era Timurid ketika kitab Raudhah Al-Syuhada disusun memberikan banyak pengaruh terhadap karya Mulla Kashefi itu. Dengan mengkaji secara singkat periode Timurid, ketika raja Timur berkuasa, ia berupaya menarik dukungan dari orang-orang Syiah demi melanggengkan kekuasaannya.

Para peneliti dan sejarawan meyakini dukungan tersebut bukan berasal dari ketulusan dinasti Timurid terhadap Syiah, tapi untuk menjaga keutuhan kekuasaannya. Spirit perlawanan terhadap kezaliman yang dimiliki orang-orang Syiah Iran menjadi faktor utama perhatian dinasti Timurid terhadap Syiah.

Pada awal masuknya Timurid ke Iran, orang-orang Syiah, terutama yang berada di daerah Gilan dan Mazandaran melakukan perlawanan terhadap mereka. Melihat kekuatan Syiah yang semakin besar, mereka memberikan dukungan terhadap orang-orang Syiah.

Sejak itu, dinasti Timurid mencurahkan perhatian kepada para sayid dan ulama Syiah demi meredam perlawanan rakyat terhadap penguasa. Saking besarnya pengaruh Syiah di era Timurid, di dalam koin emas disematkan nama Imam Ahlul Bait dan orang-orang Syiah banyak yang diangkat menjadi pejabat, bahkan setingkat menteri.

Di era Sultan Baighara yang bertepatan dengan masa kehidupan Mulla Kashefi, pusat kekuasaan Timurid berada di Herat, yang saat ini masuk wilayah Afghanistan. Sejumlah sejarawan berkeyakinan bahwa Sultan Baighara berupaya menjadikan Syiah sebagai mazhab resmi, tapi mendapat penentangan keras dari para pembesar ketika itu. Akhirnya niat tersebut diurungkan oleh sultan.

Periode akhir dinasti Timurid menunjukkan dukungan pemerintah terhadap mazhab Syiah. Bersamaan dengan itu perkembangan seni dan sastra juga meningkat pesat dengan warna yang dipengaruhi oleh mazhab Syiah.

Kitab Raudhah Al-Syuhada termasuk karya terpenting di bidang sastra dan sejarah di akhir dinasti Timurid. Karya Mulla Kashefi ini terkenal di kalangan masyarakat Iran dan para penulis setelahnya, terutama di era dinasti Safavid hingga Qajar.

Sebagian sejarawan mengungkapkan bahwa kitab Raudhah Al-Syuhada ditulis oleh Mulla Kashefi atas permintaan salah seorang Sayid dan pembesar Herat bernama Murshid Al-Daulah yang dikenal dengan sebutan Sayid Mirza. Tujuannya sebagai teks di majelis-majelis duka memperingati kesyahidan Imam Husein.

Setelah menjelaskan pentingnya menangisi kesyahidan Imam Husein, kemudian mengungkapkan kecintaan terhadap Ahlul Bait Rasulullah saw. Lalu menceritakan musibah yang dialami para Syuhada Karbala. Penuturannya yang memilukan membuat orang-orang yang membacanya larut dalam kesedihan mengenang perjuangan dan kesyahidan Imam Husein di Karbala.

 

Makam Imam Husein di Karbala

Salah satu faktor yang membuat kitab Raudhah Al-Syuhada begitu terkenal di zamannya dan periode setelahnya adalah metafora indah yang dipergunakannya. Mulla Kashefi menulis karyanya di masa tua dengan tingkat kematangan yang tinggi.

Mengenai masalah ini Rasol Jafarian menulis, "Pilihan diksi indah yang dipergunakan dalam buku ini termasuk pekerjaan sulit. Sebab di manapun dipakai terasa lebih indah dan tepat. Pilihan diksi terbaik yang paling mengiris hati menyebabkan buku ini lebih bisa diterima,".

Kashefi menggunakan metode puisi dalam karya Golestan Saadi. Ia juga mengikuti masja Saadi. Kalimat ritmis yang dibuatnya memiliki irama khusus yang khas. Oleh karena itu, salah satu daya tarik terbesar kitab Raudhah Al-Syuhada kalimat-kalimat puitis serta ritme irama khas yang disajikan dalam bentuk cerita memukau dan indah.

Dari aspek ini, kitab Raudhah Al-Syuhada masuk dalam kategori karya sastra dan seni yang tinggi di zamannya, bahkan periode setelahnya. Pendekatan historis dipergunakan dalam kitab Mulla Kashefi ini dengan model historis-mitologis.

Ia tidak hanya mengutip riwayat-riwayat yang berserakan, tapi juga mengurai penuturan sejarah secara utuh. Bahkan dalam beberapa bagian dari kitab ini, Mulla Kashefi menjelaskan secara rinci dan dalam mengenai situasi yang terjadi ketika itu. Model penuturannya melampaui gaya sejarawan dan dokumenter sejarah.

Kitab Raudhah Al-Syuhada karya Mulla Kashefi

Narasi yang diceritakan dalam bukunya tidak hanya menggedor akal, tapi juga mengetuk pintu hati orang-orang yang membacanya. Kashefi menggambarkan peristiwa Karbala dengan cara yang menawan dan indah.

Beliau mengunakan konsepsi heroisme dalam narasinya. Tingginya penggunaan istilah Syahid dan syahadah dalam kitab Raudhah Al-Syuhada sulit ditemukan dalam karya-karya lain berbahasa Farsi.   

Para peneliti memandang Mulla Kashefi menulis kitab Raudhah Al-Syuhada dari kacamata seorang sufi dan sejarawan. Terlepas dari perbedaan pandangan di kalangan para ahli apakah beliau penganut Syiah ataukah Sunni, tapi yang jelas Mulla Kashefi adalah pecinta Ahlul Bait Rasulullah Saw.(PH)

 

Tags