Perkembangan Iptek di Iran dan Dunia (87)
-
perkembangan teknologi Iran
Para peneliti pusat riset Royan Iran dengan kerja sama Max Planck Institute Jerman berhasil memproduksi jantung berdetak dari cardiac precursor cells (CPCs) pada jantung sel-sel tikus gurun yang sudah dipisahkan.
Jantung adalah salah satu organ vital tubuh, setiap tahun sejumlah banyak penderita gangguan jantung meninggal dunia karena minimnya donor.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah penggunaan sel-sel Cardiac Precursors Cells (CPCs) yang diperoleh dari pemisahan sel-sel punca janin dari sebuah media alami seperti sebuah jantung sel yang dipisahkan dan hingga kini sudah banyak dilakukan upaya terkait cara tersebut.
Para peneliti dengan maksud untuk memulihkan kondisi jantung, merancang sebuah proyek penelitian yang di dalamnya jantung sel yang dipisahkan dari seekor tikus gurun lewat sel-sel CPCs yang diambil dari sel-sel punca janin, diupayakan agar dapat kembali berdetak.
Dalam penelitian ini, sel-sel punca janin manusia dalam skala besar dan bioreaktor, ditanam dan dipisahkan, dan secara bertahap (60 juta sel dalam 3 tahap, 20 juta sel dengan rentang waktu 1-5 jam) ditransplantasi ke jantung sel-sel tikus gurun yang dipisahkan dengan metode rekayasa biomedis di berbagai tingkatan sehingga menjadi faktor pertumbuhan Fibroblast Growth Factors, atau FGFs.
FGFs adalah keluarga Growth Factor yang terlibat dalam angiogenesis, penyembuhan luka, dan perkembangan embrio.
Hasil penelitian menunjukkan, dengan metode ini eksistensi dan pemisahan sel-sel CPCs ke sel-sel jantung, otot halus dan sel-sel Endotelium (sel yang melapisi permukaan dalam pembuluh darah dan pembuluh limfa) membaik dan setelah berlalu 12 hari dari pemindahan sel-sel jantung berdetak, menuju ke arah pemulihan.
Penelitian ini dengan mengatasi masalah-masalah dalam produksi jantung rekayasa biomedis, dapat menjadi langkah pengobatan penyakit jantung.
Para peneliti di Universitas Mohaghegh Ardabili, Universitas Tarbiat Modares dan Universitas Tehran, Iran merancang sebuah alat yang dapat membantu meningkatkan efisiensi penerimaan energi matahari.
Dewasa ini dengan memperhatikan keterbatasan sumber bahan bakar fosil, begitu banyaknya masalah yang ditimbulkan dari proses pembakaran jenis bahan bakar ini termasuk gas rumah kaca dan peningkatan panas bumi serta dampak-dampak yang dihasilkannya, telah menambah perhatian dan minat umat manusia untuk mendapatkan energi terbarukan dan bersih, dan energi matahari yang merupakan salah satu energi paling bersih, semakin mendapat perhatian.
Menurut keterangan salah satu peneliti, dikarenakan efisiensi yang rendah dari perangkat penyerap energi matahari yang ada sekarang, dalam proyek penelitian ini dengan maksud untuk menambah efisiensi, digunakan dua cara, yaitu pemanfaatan penerima energi matahari berongga dan penggunaan Nanofluid sebagai cairan yang menjadi faktor sistem pemusatan piringan surya (solar dish) yang digunakan secara bersamaan.
Oleh karena itu dirancang dan dibuat sebuah perangkat yang terdiri dari kolektor berbentuk piringan dan penerima silinder berongga mengandung nanofluid, dan dikaji kinerjanya dalam menyerap energi matahari.
Menurut para peneliti, penggunaan sistem dalam proyek ini sebagai penyerap energi matahari menurunkan terbuangnya energi matahari saat berlangsung proses penyerapan dan efisiensi perubahan energi pun bertambah.
Nanofluid disebabkan konduktivitas termal yang dimilikinya, mampu menyerap energi termal dari matahari dengan kerugian lebih kecil.
Oleh karena itu, dalam proyek penelitian ini digunakan jenis nano ini untuk memperbaiki kinerja sistem penerima energi matahari.
Para peneliti meyakini, berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan, efisiensi penerimaan sistem ini dengan menggunakan nanofluid karbon-minyak termal, dibandingkan dengan efisiensi penerimaan untuk sistem dengan menggunakan minyak murni, lebih tinggi 13,12 persen.
Sebagian dari hasil penelitian ini dimuat dalam majalah Energy Conversion and Management pada tahun 2018. Hasil penelitian ini juga didaftarkan sebagai penemuan baru.
Para peneliti dengan menggunakan informasi yang dikumpulkan selama dua tahun oleh Solar and Heliospheric Observatory (SOHO), membuka kesempatan untuk bisa mendengarkan suara aktivitas matahari.
Pada kenyataannya, para ilmuwan dengan bantuan informasi terkait dengan gerakan dinamis atmosfir matahari, bisa mendengarkan suara erupsi dan gelombang planet ini. Sepertinya denyut matahari itu kecil dan berkelanjutan.
Mendengarkan suara matahari membantu para peneliti untuk meneliti bukan hanya plenet ini saja bahkan planet-planet lain di alam semesta ini.
Menurut keterangan Direktur bidang sains SOHO, sebuah gelombang bergerak di dalam matahari dan naik turun.
Jika mata manusia cukup sensitif, gelombang ini dapat ditangkap indera penglihatan manusia.
Pengukuran solar vibrations (vibrasi matahari) di observatorium matahari (bisa menafsirkan vibrasi ke bentuk suara) menunjukkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam matahari dan membantu para ilmuwan untuk meneliti semuanya mulai dari lidah api matahari sampai fenomena lainnya.
W.W. Hansen Experimental Physics Laboratory di Universitas Stanford, Amerika berhasil mengubah informasi-informasi yang diperoleh SOHO menjadi sebuah penggalan musik.
Dengan menggunakan vibrasi alami matahari yang juga mencakup multiplikasi bintang, mereka menciptakan penggalan musik ini.
Sekelompok peneliti mengaku untuk pertama kalinya menemukan sebuah danau luas di permukaan planet Mars.
Sebuah orbiter milik European Space Agency, ESA menemukan sebuah danau di permukaan planet Mars dengan lebar 20 kilometer dan mengandung air bawah permukaan.
Para peneliti berharap selain air, ditemukan juga benda-benda hidup lain di Mars. Danau ini ditemukan di bawah sebuah lapisan es di area yang lebarnya 20 kilometer.
Danau ini merupakan sumber air terbesar yang pernah ditemukan di planet Mars. Menurut keterangan Direktur Mars Express, lembaga yang berada di bawah naungan ESA, dapat dipastikan air juga terdapat di planet Mars.
Akan tetapi cuaca berubah secara signifikan selama 4,6 miliar tahun di planet Mars, sehingga air cair tidak ditemukan di atas permukaan planet sehingga para ilmuwan mencarinya di bawah permukaan.
Investigasi radar menunjukkan bahwa wilayah kutub selatan Mars terbuat dari banyak lapisan es dan debu hingga kedalaman sekitar 1,5 km di wilayah selebar 200 km yang dianalisis dalam penelitian ini.
Refleksi radar yang sangat cerah di bawah endapan berlapis diidentifikasi dalam zona selebar 20 km. Penemuan ini dilakukan oleh radar yang dipasang di orbiter Mars Express milik ESA. Radar ini dibuat untuk melacak keberadaan air di bawah permukaan Mars.[]