Okt 12, 2020 17:56 Asia/Jakarta

Inggris dan Wales meluncurkan aplikasi ponsel pintar COVID-19 pada Kamis, 24 September 2020 yang memungkinkan pengguna untuk melacak kontak, memeriksa tingkat risiko lokal, dan mencatat kunjungan ke tempat-tempat umum.

Aplikasi NHS (Tes dan Pelacakan Layanan Kesehatan Nasional) COVID-19 hadir ketika Inggris bersiap menghadapi gelombang kedua penyebaran Virus Corona, dengan jumlah kasus harian yang terus meningkat.

Menurut Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock, dengan tingkat infeksi yang meningkat, setiap alat yang tersedia harus digunakan untuk mencegah penularan, termasuk teknologi terbaru.

"Kami telah bekerja secara ekstensif dengan perusahaan teknologi, mitra internasional, dan pakar privasi dan medis dan belajar dari uji coba untuk mengembangkan aplikasi yang aman, mudah digunakan dan akan membantu menjaga keamanan negara kami," jelasnya.

Aplikasi itu menggunakan sinyal Bluetooth untuk mencatat saat pengguna berada dalam kontak dekat dengan pengguna lain, biasanya dalam jarak dua meter selama 15 menit atau lebih.

Jika seseorang kemudian dinyatakan positif COVID-19, mereka dapat memilih membagikan hasilnya secara anonim dengan kontak dekat mereka, yang masing-masing akan menerima peringatan dan harus diisolasi selama 14 hari.

Aplikasi itu menghasilkan ID acak untuk setiap pengguna untuk melindungi privasi, dan mencocokkan kasus di perangkat, bukan di peladen pusat, seperti yang terjadi pada iterasi pertama.

Aplikasi tersebut juga akan memungkinkan pengguna untuk memesan tes COVID-19 tergantung pada ketersediaan, memeriksa gejala, dan mendaftar di tempat-tempat menggunakan kode batang tipe QR yang ditampilkan oleh bisnis.   

Orang yang berusia di atas 16 tahun akan didorong mengunduh aplikasi itu melalui iklan dengan slogan, "Lindungi orang yang Anda Cintai".

Namun sebuah penelitian menemukan bahwa lebih dari 80 persen orang di Inggris tidak mematuhi pedoman isolasi mandiri ketika mereka memiliki gejala COVID-19 atau melakukan kontak dengan seseorang yang dites positif Virus Corona ini.

Berdasarkan laporan yang dipublikasikan Reuters pada hari Jumat, 25 September 2020, mayoritas orang juga tidak dapat mengidentifikasi gejala COVID-19.

Penelitian tersebut menimbulkan pertanyaan besar tentang keefektifan program NHS terhadap Virus Corona.  Penelitian yang dipimpin oleh King's College London tersebut menemukan bahwa hanya 18,2 persen orang yang melaporkan memiliki gejala COVID-19 dalam 7 hari terakhir, tidak meninggalkan rumah sejak gejala tersebut berkembang, dan hanya 11,9 pesen yang meminta tes COVID-19.

Ditemukan juga bahwa hanya 10,9 persen orang, yang diberitahu oleh skema NHS untuk isolasi mandiri setelah kontak dekat dengan kasus COVID-19, telah melakukannya selama 14 hari sesuai kebutuhan.

Pemerintah telah memberlakukan denda hingga 10.000 pounds (Rp 189,7 juta) kepada yang melanggar aturan isolasi mandiri, dan menawarkan pembayaran tunjangan 500 pounds (Rp 9,5 juta) kepada pekerja bergaji rendah yang kehilangan pendapatan dari karantina.

Aplikasi pelacakan COVID-19 akhirnya diluncurkan pada 24 September 2020 setelah 4 bulan tertunda. Sementara menurut studi tersebut, alasan ketidakpatuhan isolasi mandiri berkisar dari tidak mengetahui pedoman pemerintah, hingga tidak dapat mengidentifikasi gejalanya.

Hampir separuh peserta studi dapat mengidentifikasi gejala utama COVID-19 batuk, demam, dan hilangnya indra perasa atau penciuman. Studi ini menggunakan data yang dikumpulkan antara 2 Maret dan 5 Agustus, serta didasarkan pada 42.127 tanggapan dari 31.787 peserta berusia di atas 16 tahun.

Virus Corona telah menyebar ke berbagai negara dunia. Hingga hari ini, Minggu, (11/10/2020), 37.505.587 orang terinfeksi COVID-19, di mana 28.145.941 dari mereka sembuh dan 1.077.983 meninggal dunia.  

Sementara itu, di Inggris, 590.844 warga Inggris terinfeksi Virus Corona dan 42.750 dari mereka meninggal dunia. (RA)

Tags