Des 07, 2020 21:49 Asia/Jakarta

Pembunuhan terhadap para ilmuwan Muslim dilaporkan telah menjadi agenda lama Dinas Intelijen rezim Zionis Israel, Mossad, termasuk para ilmuwan Replik Islam Iran.

Ilmuwan terkemuka Republik Islam Iran Mohsen Fakhrizadeh gugur syahid dalam serangan teror di Absard, Kabupaten Damavand, Provinsi Tehran hari Jumat, 27 November 2020.

Fakhrizadeh terluka parah dan dilarikan ke rumah sakit dalam serangan teror pada Jumat sore itu, namun nyawanya tidak terselamatkan dan gugur syahid. Jenazah Mohsen Fakhrizadeh dimakamkan di Imamzadeh Saleh, utara Tehran, ibu kota negara ini, pada hari Senin (30/11/2020).

Ilmuwan senior nuklir dan pakar pertahanan Iran ini telah lama menjadi incaran dinas-dinas intelijen musuh dan termasuk menjadi target utama musuh untuk dibunuh. Nama Fakhrizadeh bersama empat warga Iran lain, masuk daftar 500 orang paling berpengaruh dunia versi media Amerika Serikat, Foreign Policy.

Fakhrizadeh memainkan peran kunci namun tidak tampak oleh publik, dalam pertumbuhan ilmu pengetahuan Iran, dan infrastruktur teknologi. Pasca kesyahidannya, baru terungkap bahwa proyek-proyek terpenting yang digarap oleh Fakhrizadeh, dan timnya membuahkan hasil, di antaranya proyek produksi kit tes Virus Corona buatan Iran, yang dimulai Maret 2020 di lembaga yang dipimpinnya.

Selain itu, nama Fakhrizadeh sebagai ilmuwan senior Kementerian Pertahanan Iran, sekaligus mantan kepala Pusat Riset Fisika, PHRC, pada 24 Maret 2007 masuk daftar sanksi Dewan Keamanan PBB.

Orang-orang Amerika menyebut Mohsen Fakhrizadeh sebagai “kotak rahasia” yang selalu memainkan peran di balik layar namun berpengaruh, dalam menentukan sikap Iran di setiap perundingan. Menurut keterangan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), selama tidak melakukan dialog langsung dengan Fakhrizadeh, IAEA tidak bisa berkomentar soal seberapa besar level Iran dalam menguasai teknologi nuklir.

Surat kabar rezim Zionis Israel, Jerusalem Post, beberapa tahun lalu mempublikasikan laporan tentang biodata Dr. Mohsen Fakhrizadeh yang dibuat tim investigasi IAEA pada tahun 2003, dan sekitar Maret 2018, sumber Israel mengumumkan, dinas intelijen pusat rezim ini, Mossad, berusaha meneror salah satu ilmuwan nuklir Iran, namun gagal.

Teror yang merupakan salah satu bentuk pembunuhan dengan tujuan politik atau keyakinan, adalah nama yang kerap didengar oleh Republik Islam Iran. Iran dengan lebih dari 17.000 korban teror adalah bukti hidup dari aksi mengerikan di balik layar para pengklaim pembela hak asasi manusia sejak awal kemenangan Revolusi Islam Iran sampai sekarang.

Oleh karena itu, Iran selama bertahun-tahun pasca revolusi, yaitu sekira 40 tahun lalu, menjadi salah satu negara terbesar korban terorisme, dengan kata lain, korban terorisme terbesar di dunia. Teror ilmuwan nuklir Iran, merupakan salah satu cara baru aksi kubu arogan dunia di Iran.

Selama satu dekade terakhir, sedikitnya enam ilmuwan Iran gugur syahid dalam serangan teror yang didalangi oleh musuh-musuh negara ini. Tak diragukan lagi tujuan dari pembunuhan ilmuwan Iran adalah untuk mencegah kemajuan negara ini.

Di antara ilmuwan Iran yang gugur syahid dalam serangan teror adalah Massoud Ali Mohammadi pada 12 Januari 2010, Majid Shahriari dan Fereydoun Abbasi pada 29 November 2010, Darioush Rezai pada pada 23 Juli 2011, Mostafa Ahmadi-Roshan pada 11 Januari 2012, dan yang terbaru adalah Mohsen Fakhrizadeh.

Tidak diragukan bahwa salah satu tujuan teror terhadap ilmuwan besar Iran adalah upaya membendung kemajuan ilmu pengetahuan di negara ini, namun bisa dipastikan mereka tidak akan berhasil meraih tujuannya. Pasalnya, ilmu pengetahuan mustahil untuk dihapus, dan para ilmuwan selama bertahun-tahun bekerja keras, dan menyimpan serta mewariskan hasil kerjanya kepada murid-murid mereka.

Pada akhir tahun 2016, seorang insinyur penerbangan Tunisia yang diduga memiliki hubungan dengan Hamas juga menjadi target pembunuhan agen-agen Mossad.

Mohamed al-Zawari ditembak mati pada bulan Desember di luar rumahnya di kota Sfax tenggara Tunisia. Hamas dengan cepat menyalahkan Israel atas pembunuhan itu, dan menyatakan bahwa insinyur yang terbunuh tersebut bertanggung jawab mengawasi program drone Hamas.

Pada tahun 1967, ilmuwan nuklir Mesir Samir Naguib tewas dalam kecelakaan mobil di Amerika Serikat. Naguib dilaporkan berencana untuk kembali ke Mesir pada puncak perang dengan Israel untuk membantu meluncurkan program nuklir Mesir.

Ilmuwan nuklir Mesir lainnya, Yahya al-Mashad, yang memimpin program nuklir Irak, terbunuh di sebuah kamar hotel di Paris pada tahun 1980. Pada tahun 1991, fisikawan Lebanon Rammal Hassan Rammal meninggal secara misterius di Prancis.

Pada tahun 1993, penulis Mesir Gamal Hemdan meninggal dalam kebakaran di apartemennya di ibu kota Mesir. Namun, kerabatnya mengklaim bahwa dia dipukul di kepala dan bahwa draf buku yang dia tulis telah hilang, dan di atas itu adalah topik tentang Yahudi dan Zionisme.

1997, agen Mossad mencoba –namun gagal- untuk membunuh kepala politik Hamas Khaled Meshaal di Yordania dengan menyemprotkan racun ke telinganya.

Pada tahun 2004, ilmuwan nuklir Irak Ibrahim al-Dhaheri ditembak mati saat dia sedang naik taksi di kota Baquba, Irak barat.

Mossad juga diyakini berada di balik pembunuhan komandan tertinggi Hamas Mahmud al-Mabhuh tahun 2010 di sebuah hotel di Dubai.

Selama ini, Israel tidak pernah mengkonfirmasi atau menyangkal keterlibatannya dalam pembunuhan-pembunuhan tersebut. (RA)