Mengenal Para Ulama Besar Syiah (30)
Salah satu ulama besar dunia Syiah di abad ke-16 adalah Qazi Noorullah Shoushtari yang juga dikelola sebagai Syahid Tsalis.
Budaya dan peradaban manusia berhutang kepada pengorbanan para ulama yang menjaga cahaya kesadaran dan kesalehan masyarakat. Membaca kembali sejarah ulama Syiah menunjukkan dengan baik bagaimana iman yang tulus dan tekad baja mereka, bahkan dalam keadaan yang paling putus asa sekalipun, mampu mengusung panji kebangkitan dan menyerahkannya kepada generasi selanjutnya.
Qazi Noorullah Shoushtari lahir di Shushtar pada tahun 956 H dalam keluarga yang dikenal dengan ilmu pengetahuan dan keyakinannya. Ayahnya disebut Sayyid Syarif, seorang ulama terkenal, sedangkan kakek, dan saudara-saudaranya merupakan para sarjana dalam ilmu-ilmu intelektual dan sastra. Lima putra Qazi adalah penulis dan ulama terkemuka di masanya.
Setelah mempelajari pendidikan dasar di Shushtar, Qazi Noorullah melakukan perjalanan ke Mashhad untuk berguru kepada para ulama terkemuka seperti Mawla Abdul Wahed Shoushtari dan Mawla Abdul Rashid Shoushtari.
Kemudian Qazi Noorullah Shushtari bermigrasi ke India pada tahun 993 H dan menetap di kota Agra. Saat itu, Akbar Shah memerintah India. Akbar Shah telah menaklukkan kerajaan besar dengan menaklukkan tanah yang berdekatan. Meskipun dia tertarik pada ilmuwan, tapi dia tidak memiliki keyakinan yang kuat pada agama tertentu. Oleh karena ini ateisme meningkat di India, dan agama-agama ilahi berada dalam kelemahan dan kepunahan. Ketika Qazi Noorullah datang ke India, ia diberi perhatian khusus oleh Akbarshah karena ilmu dan kemampuannya yang luar biasa, dan pada usia 35 tahun ia diangkat sebagai hakim.
Shoushtari memberikan syarakat Akbar Shah bahwa dia akan menerima jabatan sebagai hakim hanya jika dia memilih dan bertindak sesuai dengan ijtihadnya dalam pekerjaan, dan tidak meninggalkan lingkaran empat agama Hanafi, Hanbali, Syafi'i dan Maliki. Akbar Shah menerima persyaratan tersebut.
Penguasaan Hakim Noorullah terhadap masalah yurisprudensi Islam yang luas dan matang, sedemikian rupa sehingga fatwa dan penilaiannya diterima oleh ulama Sunni dan membangkitkan kekaguman mereka.
Qazi Noorullah sangat adil dan sangat menentang para penyuap dan penasehat dalam pekerjaannya mengadili, dan dia menghakimi hanya atas dasar keadilan. Beberapa percaya bahwa Qazi Noorullah pertama-tama menyembunyikan keyakinan mazhab yang dianutnya karena Taqiyah. Tapi kelompok sejarawan lain percaya bahwa menurut beberapa bukti sejarah seperti perdebatan, tulisan dan komentar para ulama pada waktu itu, menunjukkan tentang keyakinannya sebagai penganut Syi'ahnya yang dikenal oleh orang-orang sezamannya. Bahkan beliau dikenal sebagai salah satu ulama yang menjelaskan dan mempromosikan Syiah dan cinta Ahl al-Bayt di India.
Qazi Noorullah Shoushtari adalah seorang penulis yang cakap, produktif dan penyair berbakat yang melakukan yang terbaik untuk menyebarkan agama Syiah. Karya terpenting ulama syahid ini adalah buku-buku terkenal "Ahqaq al-Haqq wa Azhaq al-Batil" dan "Majalis al-Mu'minin".
Ketika itu, salah seorang ulama Syafi'i dari Iran telah menulis sebuah buku berjudul "Ibtal Nahj al-Batil" yang menolak kepercayaan Syi'ah yang isinya telah menyebabkan penganiayaan terhadap Syi'ah.
Qazi Noorullah menulis kitab "Ahqaq al-Haqq wa Azhaq al-Batil" yang abadi dalam sejarah. Beberapa orang percaya bahwa penulisan buku inilah yang menyebabkan kesyahidan Qazi Noorullah.
Buku Majalis al-Mu'minin adalah karya abadi lain Qazi Noorullah Shoushtari, yang merupakan buku terkenal yang ditulis dalam bahasa Persia. Qazi Noorullah juga menulis buku ini untuk membela Syiah. Ketika itu ada pihak yang menyebut kemunculan Syi'ah bukan awal dari Islam tetapi era Safavi di Iran abad ke-14.
Dalam buku ini, penulis memperkenalkan sejarah Syiah dan para tokohnya. Buku ini, yang dianggap semacam ensiklopedia, ditulis empat ratus tahun yang lalu dalam situasi di mana tidak ada alat penelitian modern dan tidak ada kondisi politik dan sosial untuk penelitian bebas para sarjana Syiah. Namun iman yang kuat dan kemauan yang tinggi, menyebabkan Qazi Noorullah Shoushtari menyelesaikan penulisan buku ini. Meskipun dia tidak mengharapkan penghargaan, dan ketenaran, tetapi demi kecintaannya pada ajaran Islam Syiah.
Qazi Noorullah Shoushtari selama hidupnya aktif membimbing masyarakat dan menjalankan tugasnya sebagai hakim yang berusaha adil dan mengajar di India sampai kematian Akbar Shah wafat. Kemudian, pada masa pemerintahan putra Akbar Shah, Jahangir Shah, kebencian terhadap Qazi Noorullah meningkat dan musuh-musuhnya berusaha keras untuk mengubah pandangan Jahangir Shah tentang beliau.
Setelah Qazi Noorullah menulis buku Majalis al-Mu'minin, musuh-musuhnya memutuskan untuk melenyapkannya, dan akhirnya, dengan fitnah yang ditujukan kepadanya, mereka membujuk raja untuk menjatuhkan hukuman kepada Qazi Noorullah dan mencambuknya berulang kali hingga beliau gugur.
Ketika itu Qazi Noorullah berusia lebih dari tujuh puluh tahun. Dengan alasan ini, ia disebut martir ketiga. Jenazah Qazi Noorullah Shushtari yang berdarah dimakamkan di Akbarabad, India. Makam ulama alim ini kini menjadi tempat ziarah para pecinta mazhab Ahl al-Bayt. Qazi Noorullah mengakhiri hidupnya sebagaimana uacapan mulia Imam Ali bin Abi Thalib, “Allah telah menetapkan kematian bagi satu golongan dan kematian bagi golongan yang lain, dan masing-masing akan mencapai waktu yang telah ditentukan sebagaimana ketetapan-Nya. Maka berbahagialah para mujahidin karena terbunuh di jalan ketaatan kepada Allah,”.(PH)