Isu HAM dan Kemunafikan AS 10
https://parstoday.ir/id/radio/world-i31303-isu_ham_dan_kemunafikan_as_10
Pemerintah Amerika Serikat melakukan kampanye luas dalam pembelaan hak-hak perempuan dan kampanye ini mencapai puncaknya menjelang pelaksanaan pemilu presiden di negara itu. Namun perlu dilihat bagaimana publik Amerika menyikapi masalah hak-hak perempuan. Departemen Luar Negeri AS dalam sejumlah laporannya menyuarakan keprihatinan tentang pelanggaran hak-hak perempuan di negara-negara lain, lalu bagaimana kondisi kaum wanita di Amerika sendiri?
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Jan 19, 2017 12:07 Asia/Jakarta

Pemerintah Amerika Serikat melakukan kampanye luas dalam pembelaan hak-hak perempuan dan kampanye ini mencapai puncaknya menjelang pelaksanaan pemilu presiden di negara itu. Namun perlu dilihat bagaimana publik Amerika menyikapi masalah hak-hak perempuan. Departemen Luar Negeri AS dalam sejumlah laporannya menyuarakan keprihatinan tentang pelanggaran hak-hak perempuan di negara-negara lain, lalu bagaimana kondisi kaum wanita di Amerika sendiri?

Deklarasi tentang penghapusan kekerasan terhadap perempuan untuk pertama kalinya diumumkan pada tanggal 20 Desember 1993. Sebelum ini, sama sekali tidak ditemukan pasal yang berhubungan dengan kekerasan terhadap perempuan bahkan dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan 1979.

Pada 20 Desember 1993, sebuah komite yang bekerja di bawah Komisi Hak Asasi Manusia PBB mengumumkan deklarasi penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan kemudian diratifikasi oleh Majelis Umum PBB. Keputusan ini memiliki arti yang sangat penting dan meskipun ia tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, namun negara-negara dunia terlibat dalam pengesahannya dan deklarasi ini selalu disuarkan pada berbagai even global, dan hal ini menandakan urgensitasnya dalam pergaulan internasional.

Majelis Umum PBB pada 17 Desember 1999 juga menetapkan tanggal 25 November sebagai Hari Internasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Lembaga dunia ini mengajak pemerintah, organisasi internasional dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk mengatur kegiatan yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

Catatan kekerasan terhadap perempuan di AS benar-benar memalukan. Situs resmi milik Organisasi Nasional untuk Perempuan (NOW) AS menulis, "Terlepas dari realitas bahwa kelompok-kelompok advokasi seperti NOW telah bekerja selama lebih dari tiga dekade untuk menghentikan epidemi kekerasan berbasis gender dan kekerasan seksual terhadap perempuan, tapi jumlah kasus kekerasan masih mengejutkan."

Salah satu kasus pelanggaran HAM perempuan di Amerika adalah kekerasan dan perlakuan kasar terhadap mereka. Padahal perkara ini termasuk salah satu fokus utama HAM dan konvensi-konvensi internasional juga melarang kekerasan terhadap perempuan.

Situs Sunvision dalam sebuah laporannya mengolok-olok klaim-klaim AS soal pembelaan terhadap hak-hak perempuan dan menulis, "Setiap tahun lebih dari 500 ribu kasus kekerasan seksual terhadap wanita dan remaja di atas 12 tahun terjadi di Amerika dan semua bentuk kekerasan lain terhadap komunitas ini tercatat lebih dari 3,8 juta kasus." Berdasarkan laporan ini, 20-30 persen perempuan yang mendatangi unit gawat darurat rumah sakit memiliki bekas pukulan dan luka di badannya.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan di Amerika telah menjadi salah satu kasus serius pelanggaran HAM. Kasus kekerasan seksual di lingkungan militer AS dan serangan seksual di universitas-universitas Amerika selama tahun 2014 telah menjadi berita utama media-media dunia.

Situs Organisasi Nasional untuk Perempuan (NOW) menulis, "Perempuan muda, perempuan berpenghasilan rendah dan kelompok minoritas menjadi korban yang tidak proporsional dari kekerasan dalam rumah tangga dan pemerkosaan. Wanita usia 20-24 berada pada risiko tertinggi dari kekerasan dan setiap dua menit, satu orang menjadi korban perkosaan. Departemen Kehakiman AS bahkan memperkirakan bahwa satu dari lima wanita mengalami perkosaan atau percobaan perkosaan selama tahun kuliah mereka dan kurang dari lima persen dari kejahatan ini dilaporkan ke polisi."

The National Intimate Partner and Sexual Violence Survey dalam laporannya pada September 2013 mencatat bahwa sekitar 120 ribu orang di Amerika menjadi korban perkosaan pada pertengahan pertama tahun 2013. Berdasarkan laporan organisasi ini, sebanyak 44 persen dari korban kekerasan seksual di Amerika berusia kurang dari 18 tahun dan 80 persen dari mereka kurang dari 30 tahun. Sekitar 60 persen dari kasus pemerkosaan tidak pernah dilaporkan ke polisi.

Meningkatnya kekerasan seksual di militer juga merupakan contoh lain dari kekhawatiran serius tentang pelanggaran hak asasi manusia di AS. Departemen Pertahanan AS dalam laporan tahunannya pada Mei 2013, memperingatkan tentang peningkatan kasus kekerasan seksual di militer. Pentagon mengatakan bahwa ada 3.500 lebih pengaduan serangan seksual dalam tiga kuartal pertama tahun fiskal ini yaitu, dari Oktober 2012 sampai Juni 2013. Kekerasan seksual didefinisikan dalam laporan itu sebagai pemerkosaan, sodomi atau kontak seksual lainnya yang tidak diinginkan.

Laporan Centers for Disease Control and Prevention di AS mencatat bahwa sekitar 15,8 persen perempuan Amerika pernah mengalami kekerasan seksual dari pasangan hidupnya dan hampir 22,3 persen dari mereka menjadi korban kekerasan fisik dan pemukulan oleh pasangannya. Kebanyakan korban kemudian menghadapi gangguan fisik dan mental, di mana mereka merasa trauma atas apa yang pernah dialaminya.

Menurut statistik pemerintah AS, 25 persen perempuan di negara itu pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan sekitar 1,3 juta wanita menjadi korban kekerasan fisik oleh pasangannya. Setiap dari 13 kasus pembunuhan yang menewaskan perempuan, satu di antaranya pasti dilakukan oleh suami atau teman dekat korban. Sebanyak 10 persen dari wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, menderita cedera tulang belakang yang serius atau gegar otak akibat pukulan.

Kekerasan terhadap perempuan meningkat akibat ketidakpedulian pemerintah AS. Pada tahun 2014, sebuah laporan yang mengguncang publik Amerika mencatat bahwa sejumlah besar wanita korban kekerasan di militer, universitas, dan rumah tangga tidak pernah melaporkan kasusnya ke polisi dan mereka tidak mengadukan para pelaku kekerasan itu. Laporan Departemen Kehakiman AS menyatakan bahwa kurang dari lima persen dari korban serangan dan kekerasan seksual mengajukan pengaduan resmi ke pengadilan.

Perempuan Amerika rata-rata menghadapi diskriminasi di tempat kerja, kesenjangan dalam perolehan upah, menerima pelecehan di lingkungan kerja terutama ketika sedang hamil, menghadapi kekerasan seksual dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya. Angka kekerasan dan pemerkosaan wanita di Amerika terbilang sangat tinggi dan diperkirakan saat ini rata-rata 17 persen dari mereka menjadi korban kekerasan seksual.

Diskriminasi gender juga ditemukan di ranah politik, sosial, dan lingkungan kerja. Perempuan yang melakukan pekerjaan yang sama dengan laki-laki biasanya memperoleh upah lebih rendah. AS juga hanya menyediakan 17 kursi Kongres untuk perempuan. Perusahaan-perusahaan teknologi informasi juga tidak begitu tertarik untuk merekrut pegawai perempuan. Pegawai mereka masih didominasi oleh laki-laki dan umumnya warga kulit putih. Pegawai perempuan di perusahaan-perusahaan teknologi AS masih mendapatkan porsi yang minim.

Angka yang dirilis oleh Biro Sensus AS menunjukkan bahwa lebih dari 17 juta perempuan hidup dalam kemiskinan pada tahun 2010 dan angka ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam 17 tahun terakhir. Bagi wanita Hispanik dan kulit hitam, tingkat kemiskinan meningkat lebih cepat dan naik lebih tinggi 25 persen untuk perempuan Hispanik dan 25,6 persen untuk perempuan kulit hitam.

Tren yang sama-sama mengkhawatirkan berhubungan dengan asuransi kesehatan. Hampir satu dari lima perempuan sekarang hidup tanpa asuransi kesehatan. Persentase perempuan berusia 18 sampai 64 tahun yang tidak memiliki asuransi kesehatan meningkat dari 19,2 persen pada 2009 menjadi 19,7 persen pada 2010. Sistem reformasi kesehatan Presiden Barack Obama justru telah menambah kesulitan mereka dan memperbanyak jumlah perempuan yang tidak bisa menikmati layanan pemerintah.

Realitas ini membuktikan bahwa AS – yang mendeklarasikan dirinya sebagai pelopor pembela HAM di dunia – memanfaatkan isu hak asasi manusia untuk merusak reputasi atau menekan negara-negara lain. Padahal, mereka sendiri terjebak dalam berbagai kasus pelanggaran serius HAM dan perampasan hak-hak perempuan. Dampak standar ganda ini sekarang dapat disaksikan dalam pemikiran rasialis modern dan keunggulan sebuah kelompok ras tertentu atas komunitas lain di Amerika dan di sejumlah negara-negara Eropa.