Dua Wajah AS: Amerika Kaya dan Amerika Miskin
Laporan pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait tingkat kemiskinan parah di sejumlah wilayah Amerika memicu kekhawatiran atas kemiskinan dan ketimpangan di negara paling kaya dunia ini.
Amerika Serikat dengan aset 19 triliun dolar produk domestik bruto (PDB) tercatat sebagai negara terkaya dunia. Perusahaan terkaya dunia juga berada di Amerika dan orang terkaya dunia juga hidup di negara ini. Meski demikian, Philip Alston, pelapor khusus PBB terkait kemiskinan dan dampaknya bagi hak asasi manusia Amerika menyatakan, negara bagian Alabama memiliki warga paling miskin di antara negara-negara maju dunia.
Data kemiskinan dan kekerasan di Amerika menunjukkan parahnya kondisi yang ada. Di sebuah negara yang produk domestik brutonya terbesar dan miliarder dunia kebanyakan hidup di negara ini, ternyata banyak warganya yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Maraknya kemiskinan di antara jutaan warga Amerika dengan sendirinya memperparah peluang kejahatan dan kemiskinan. Mayoritas warga terpaksa melakukan kejahatan seperti pencurian, perampokan dan menjadi anggota mafia narkotika untuk melanjutkan kehidupannya. Kebebasan membawa senjata di Amerika juga mendorong kejahatan di negara ini meningkat drastis. Korban kekerasan ini mencakup seluruh lapisan masyarakat dan strata sosial, mulai dari anak-anak di sekolah, aktivis sosial, pejalan kaki hingga aparat keamanan.
Meski ada bukti yang tidak dapat disembunyikan dari fenomena kemiskinan dan kekerasan di Amerika, sepertinya tidak ada tekad serius dalam memerangi fenomena ini. Seluruh pemerintah di AS baik dari kubu Demokrat atau Republik, gemar mengumbar slogan dan janji memerangi kemiskinan dan kekerasan.
Di dekade 1960-an, di Amerika marak gerakan anti kemiskinan dan di tahun 1970, perang anti narkotika dilancarkan. Berbagai organisasi dengan menguras miliaran dolar pajak, mulai terlibat untuk memerangi dampak kemiskinan dan kekerasan di Amerika. Namun demikian, seiring dengan berlalunya waktu, bukan saja angka kemiskinan dan korban kekerasan di AS berkurang, tapi malah setiap hari santer beredar laporan yang mengkhawatirkan.
Misalnya selama dua tahun berturut-turut dilaporkan setiap tiga jam satu orang di Chicago menjadi korban timah panas dan di kota Baltimore rata-rata setiap hari satu orang tewas. Pelapor khusus PBB saat menjelaskan kemiskinan dan ketimpangan besar di Amerika mengkonfirmasi adanya parasit di wilayah selatan negara ini akibat tidak adanya akses ke air bersih.
Dengan kata lain, di Amerika kaya dan di dekade kedua abad 21, ditemukan wilayah yang warganya hidup dalam kondisi sangat miskin seperti warga Afrika. Padahal di Amerika ada warga yang memiliki aset lebih dari 70 miliar dolar dan properti seharga ratusan juta dolar diperjualbelikan di antara para konglomerat.
Kondisi ini mencitrakan dua wajah Amerika, Amerika yang bergelimang dengan kakayaan, kesejahteraan dan kekuatan serta Amerika yang miskin dan tertindas. Ketimpangan ini sangat nyata dan mengkhawatirkan, bahkan Barack Obama, mantan presiden AS saat mengucapkan pidato perpisahan pada Januari lalu di Chicago mengatakan, "Fokus untuk meraih ledakan kecil dengan imbalan kalangan menengah yang berkembang, ekonomi kita tidak akan maju atau tidak akan melaju dengan cepat. Namun ketimpangan nyata juga menghancurkan pilar perekonomian kita. Ketika kelompok satu persen di masyarakat memiliki kekayaan dan pendapatan lebih besar, mayoritas keluarga baik di kota maupun pedesaan semakin tertinggal."
Di antara indeks ekonomi, koefisien gini (indeks gini) memberikan gambaran terbaik dari mekanisme pembagian kekayaan di antara warga sebuah negara. Indeks ini mayoritasnya menunjukan angka antara nol dan satu. Meski indeks gini bagi sebuah negara semakin dekat dengan angka nol, pendapatan di negara tersebut dibagi rata di antara warga. Sebaliknya negara yang indeks gininya mendekati angka satu, maka negara tersebut menderita ketimpangan.
Mengingat data resmi, indeks gini bagi Amerika sekitar 0,41 dan berada di antara negara-negara sedang dunia. Meski demikian, di banding dengan negara-negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), Amerika memiliki indeks gini paling tinggi. Dengan kata lain, ketimpangan di Amerika di antara 37 negara kaya dunia lebih tinggi. Mengingat timbunan kekayaan yang melegenda dan merebaknya kemiskinan di Amerika, kondisi seperti ini juga tidak mengherankan.
Berdasarkan data yang dirilis laman Forbes yang setiap tahun melaporkan urutan orang terkaya dunia, di antara 10 orang terkaya dunia di tahun 2017, delapannya orang Amerika. Bill Gates dengan kekayaan sebesar 86 miliar dolar berada di puncak orang terkaya dunia. Kedelapan orang kaya ini setiap satu orangnya memiliki kekayaan hampir setengah triliun dolar.
Jika pendapatan setiap kepala keluarga di Amerika satu tahunnya sekitar 60 ribu dolar, kedelapan konglomerat Amerika ini memiliki kekayaan setara dengan delapan juta keluarga dengan empat anggota atau 32 juta orang. Selain itu, kekayaan lima persen konglomerat Amerika rata-rata setara dengan 91 kali pendapatan keluarga di negara ini.
Aset Bank JPMorgan Chase, lembaga finansial kedua terbesar dunia sekitar 2,350 triliun dolar dan jika digabungkan dengan aset American Bank, lembaga finansial ketiga terbesar dunia, maka aset yang terkumpul akan berjumlah 4,5 triliun dolar. Angka ini setara dengan seperempat dari produk domestik bruto Amerika Serikat dalam satu tahun.
Keluarga Walton, pemilik retail Walmart ditaksir memiliki aset sebesar 175 miliar dolar. Artinya sebuah keluarga konglomerat Amerika ini memiliki kekayaan setara dengan tiga juta keluarga. Sementara nilai dari retail Walmart sendiri diprediksi sekitar 485 miliar dolar dan mempekerjakan lebih dari dua juta pekerja di seluru dunia.
Kehidupan konglomerat Amerika bergelimang harta, mulai dari rumah senilai ratusan juta dolar hingga mobil seharga ratusan ribu dolar. Mereka juga memiliki sejumlah pesawat jet pribadi dan kapal pesiar. Dengan kekuatan finansialnya di Wall Street, mereka mengontrol perekonomian Amerika dan melalui Gedung Putih serta Kongres, mereka juga mengontrol kebijakan negara ini.
Setiap tahun harta kekayaan mereka terus bertambah. Bahkan di saat krisis ekonomi mendera Amerika pada tahun 2007-2008, ketika jutaan warga Amerika bangkrut dan kehilangan rumah serta pekerjaan, kekayaan para konglomerat masih meningkat. Data yang dirilis Bank Sentral Amerika (Federal Reserve) menunjukkan di tahun 2016, satu persen Amerika dari orang terkaya Amerika memiliki pendapatan 29 persen dan angka ini di tahun 2013 hanya 20 persen. Saat ini kelompok satu persen ini menguasai aset lebih dari 36,5 persen, padahal tiga tahun angka tersebut kurang dari 36 persen.
Di balik gelimang harta kekayaan para konglomerat Amerika, ada sisi gelap di negara ini. Kemiskinan di berbagai wilayah Amerika mengingatkan daerah termiskin di Afrika dan Asia. Angka kemiskinan di Amerika Serikat sangat mengerikan. Di tahun 2016 lebih dari 43 juta warga Amerika atau setara dengan 13,5 persen total populasi negara ini, hidup dalam kemiskinan.
Mayoritas warga miskin ini menggantungkan hidupnya kepada bantuan pemerintah atau lembaga amal dalam bentuk kupon makanan. Mereka juga tidak dapat mengakses banyak fasilitas kehidupan. Selain kekurangan makanan, warga miskin Amerika ini juga tidak memiliki asuransi kesehatan yang tepat dan tidak mampu mengenyam pendidikan yang layak.
Di sisi lain, banyak dari warga miskin di seluruh wilayah Amerika mengidap penyakit sosial seperti pencurian, kecanduan obat-obatan telarang, penyelundupan dan beragam kriminal lainnya. Mereka mayoritasnya hidup di lokasi padat penduduk dan lokasi dengan angka kriminal tinggi. Mereka juga tidak mampu membebaskan diri dari beragam kesulitan yang dihadapinya.
Kemiskinan di Amerika memiliki hubungan dengan usia, gender dan etnis sehingga kian menambah kerumitan masalah ini. Misalnya, di tahun 2007, hampir dari enam persen yang hidup di keluarga yang menikah, hidup dalam kondisi miskin dan 75 persen keluarga miskin dikepalai oleh perempuan. Pada tahun 2010 dari 15 persen warga miskin di sebuah masyarakat, 22 persennya berusia di bawah 18 tahun, 14 persennya berusia 19-21 tahun serta 9 persennya berusia di atas 65 tahun.
Adapun kemiskinan di antara anak-anak di Amerika dilaporkan lebih parah lagi. Di tahun 2012 disebutkan 16 juta anak-anak Amerika hidup dalam kemiskinan. Satu tahun kemudian, kemiskinan di antara anak-anak Amerika mencapai rekor baru dan melampaui 16,7 juta orang. Dari sisi etnis, kemiskinan di Amerika tersebar secara tidak adil. Misalnya di tahun 2009, angka kemiskinan di antara warga kulit putih keturunan non Spanyol mencapai 9,9 persen, warga Asia mencapai 12 persen. Adapun warga kulit putih keturunan Spanyol mencapai 26 persen dan warga kulit hitam 27 persen. Artinya warga kulit hitam di Amerika lebih rentan terancam kemiskinan.